TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menakar Potensi Pelanggaran Perlindungan Data Pribadi Pemilu 2024

Potensi berkembangnya disinformasi karena AI

Warga menunjukan aplikasi DPT Online yang sudah terdaftar di Daftar Pemilihan Sementara (DPS) Pemilu 2024 di Posko layanan tanggapan masyarakat mengenai DPS Pemilu 2024 di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (29/4/2024). Posko tersebut melayani warga yang belum terdaftar sebagai pemilih, perbaikan data pemilih dan pemilih yang belum memenuhi syarat sebelum ditetapkannya Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada bulan Juni 2023. (ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.)

Jakarta, IDN Times - Pelanggaran perlindungan data pribadi dalam agenda pemilu berpotensi terjadi. Beberapa negara bahkan pernah mengalami ancaman perlindungan data pribadi dalam agenda pemilu mereka.

Pada 2022 Bawaslu bahkan menemukan 494 Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang dicatut partai politik dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). NIK tersebut didaftarkan sebagai peserta pemilu. Hal ini juga menimpa penyelenggara pemilu, baik Bawaslu maupun KPU sebagai anggota dan pengurus partai politik (parpol) di dalam Sipol.

Baca Juga: Kelompok Rentan Dorong Perlindungan Hukum dari Diskrimininasi

1. Potensi rusaknya perlindungan data pribadi saat verifikasi faktual

Ilustrasi Hacker (IDN Times/Mardya Shakti)

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) pernah membahas potensi pencurian data pribadi dalam proses Pemilu. Program Officer Perludem Usep Hasan Sadikin menjelaskan, potensi ini terjadi salah satunya saat verifikasi faktual oleh partai politik dan pemilihan.

“Di dalam verifikasi ini sangat mungkin adanya penyalahgunaan data pribadi dari partai politik peserta pemilu,” kata dia dikutip dari situs Perludem, Senin (6/11/2023).

2. Kasus pelanggaran perlindungan data pribadi di negara lain

Tren kasus kebocoran data di Indonesia (IDN Times/Aditya Pratama)

Ada beberapa negara yang juga mengalami kasus pelanggaran seperti ini dalam agenda politiknya. Pada Oktober 2022 di Inggris, ada 40 juta data pemilih yang diekspos peretas dari sistem pemilihan umum Inggris. 

Dilansir dari The Guardian, KPU Inggris meminta maaf atas pelanggaran saat nama dan alamat semua pemilih antara tahun 2014 dan 2022 itu terbuka.

Baca Juga: Komnas Perempuan Soroti Kejahatan pada Jurnalis Jelang Pemilu 2024

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya