Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyambut baik koreksi atas kebijakan hijab putri untuk Paskibraka Nasional 2024 yang oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Komnas Perempuan merekomendasikan agar polemik tentang kebijakan busana itu menjadi momentum percepatan penghapusan kebijakan diskriminatif yang ada di tingkat nasional dan daerah, terutama terkait kewajiban maupun pelarangan busana dengan atribut identitas keagamaan tertentu.
“Pengenaan busana sesuai dengan keyakinannya adalah hak yang tidak bisa dipaksakan oleh negara baik dalam bentuk pewajiban maupun pelarangan,” kata komisioner Komnas Perempuan, Imam Nahei, dalam keterangan resmi, Jumat (16/8/2024).
1. Kerangka berpikir penyelenggara negara belum utuh soal kebijakan non diskriminatif
Pengukuhan Paskibraka Palembang di Setda Kota (IDN Times/Dok. Kominfo Palembang) Komnas Perempuan mengungkapkan, kehadiran kebijakan diskriminatif mencerminkan belum utuhnya kerangka berpikir penyelenggara negara dan perumus kebijakan dengan prinsip non diskriminatif dalam HAM.
Dalam konteks kasus ini adalah hak kebebasan beragama, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nurani dan bebas dari diskriminasi berbasis gender.
Baca Juga: Polemik Paskibraka, Menag: Hijab Itu Hak, Kita Harus Hormati!
2. Penggunaan busana sesuai identitas agama adalah hal yang tak terpisah dari HAM
Pengukuhan Paskibraka Palembang di Setda Kota (IDN Times/Dok. Kominfo Palembang) Penggunaan busana berdasarkan identitas agama adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari HAM atau kebebasan beragama dan hak beribadat. Maka pelarangan oleh negara soal busana ini dianggap menghalangi hak yang sudah dijamin oleh konstitusi.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Pembatasan hak harus merujuk pada Konstitusi, yaitu pada Pasal 28J ayat 2 UUD NRI 1945. Pengaturan busana punya dampak yang khas dan diskriminatif bagi perempuan, terutama karena terkait dengan posisi perempuan sebagai pengusung simbol moralitas dalam masyarakat.
Baca Juga: BPIP Bolehkan Paskibraka Berhijab, Begini Respons PPI
3. Masih ada 73 kebijakan dan praktik diskriminatif soal busana
Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti) Komisioner Komnas Perempuan Dewi Kanti mengatakan, pihaknya terus mengingatkan penyelenggara negara untuk tak melanggengkan praktik diskriminasi berupa pembedaan, pembatasan, pengucilan kepada warganya, khususnya perempuan. Termasuk mengeluarkan kebijakan pengaturan busana.
Komnas Perempuan mengidentifikasi masih ada sekurangnya 73 kebijakan dan berbagai praktik diskriminasi di sejumlah daerah secara khusus terkait pengaturan busana atas nama agama, keyakinan, dan moralitas yang menjadi basis penyeragaman yang dialami oleh ASN, Guru, Siswi, Dosen, Mahasiswi dan pegawai swasta.