TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KPAI Bongkar Kekerasan Aparat Saat Demo Tolak Revisi UU Pilkada

Anak tidak makan saat diperiksa hingga kedinginan

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sylvana Maria Apituley saat memberikan keterangan pers pelanggaran hak anak dalam aksi penolakan RUU Pilkada (Youtube/KPAI)

Jakarta, IDN Times - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sylvana Maria Apituley melaporkan sejumlah bentuk kekerasan yang diduga dilakukan aparat terhadap anak saat aksi menolak revisi Undang-undang Pilkada digelar di beberapa kota besar beberapa hari lalu.

Sylvana menjelaskan ada berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran hak-hak anak saat aparat penegak hukum menangani aksi demo. Anak-anak dilaporkan mengalami kekerasan fisik, seperti dipukul dan dicekik saat ditangkap, serta terkena gas air mata yang digunakan untuk membubarkan massa.

"Kekerasan psikis berupa ketakutan dan trauma karena anak- anak ditangkap dengan kekerasan, terputus akses komunikasi dengan orangtua atau keluarga saat pemeriksaan, dan diperiksa cukup lama di malam hari hingga jelang subuh saat proses penyidikan," kata dia dalam konferensi pers, Rabu (28/8/2024).

1. Anak yang diperiksa di kantor polisi tidak dapat makan hingga kedinginan

Ratusan Mahasiswa tiba di depan Gedung DPR untuk berunjuk rasa soal RUU Pilkada pada Kamis (22/8/2024). (IDN Times/Fauzan)

KPAI juga menemukan kondisi di mana anak yang ditangkap saat demo harus diperiksa dalam keadaan perut kosong hingga larut malam. Ini masuk dalam kategori pengabaian hak anak atas kesehatan.

"Anak-anak dibiarkan tidak makan sampai larut malam dan dibiarkan kedinginan saat diperiksa di ruang ber AC pada malam hari tanpa alas kaki karena mereka harus melepas alas kakinya dan dengan pakaian atau t-shirt tipis," kata dia.

Baca Juga: 1.291 Aparat Gabungan Amankan Pendaftaran Pilkada Jakarta Hari Ini

2. Tak mendapat pendampingan hukum di setiap pemeriksaan

Polisi aniaya demonstran di Gedung DPR pada Kamis (22/8/2024). (dok. IDN Times/Istimewa)

Anak-anak juga terlibat dalam kondisi tak bisa didampingi dan mendapatkan bantuan hukum di tiap tingkat pemeriksaan.

Sylvana juga mengatakan ada eksploitasi kebebasan anak, karena anak dimobilisasi, baik secara langsung maupun melalui whatsapp group, tanpa informasi yang sesuai dengan usia dan perkembangan mental dan emosional mereka.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya