TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

KontraS Desak Kapolri Setop Penggunaan Gas Air Mata di Rempang 

Penggunaan gas air mata disebut melanggar ketentuan

IDN Times/Isidorus Rio

Jakarta, IDN Times - Penggunaan gas air mata dalam konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau dikecam oleh koalisi masyarakat sipil. Tindakan kepolisian tersebut dianggap sudah sepatutnya dikecam, karena telah menyalahi ketentuan mengenai penggunaan gas air mata.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak agar Presiden Joko “Jokowi” Widodo bisa memerintahkan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo menghentikan penggunaan gas air mata.

“Presiden sebagai panglima tertinggi Polri segera memerintahkan Kapolri untuk menghentikan pendekatan kekerasan saat melakukan penanganan massa,” tulis KontraS dalam keterangannya, Selasa (19/9/2023).

Seperti diketahui, pembangunan kawasan Rempang Eco-City di tanah seluas 17 ribu hektare di Pulau Rempang, diproyeksikan oleh pemerintah sebagai proyek strategi nasional (PNS) melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Daftar PSN, yang baru disahkan pada 28 Agustus 2023 lalu. Namun pembangunan proyek tersebut mendapat penolakan dari berbagai kelompok masyarakat.

Baca Juga: Sebut Ada Provokator di Rempang, Luhut Harap Investor Tak Minggat

1. Penggunaan gas air mata adalah opsi terakhir jika situasi kacau

Petugas gabungan membersihkan tumpukan ban yang dibakar warga di lokasi bentrokan. (ANTARA/Yude.)

KontraS menjelaskan, jika merujuk pada Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, tertuang bahwa penggunaan senjata api atau senjata kimia yang termasuk di dalamnya gas air mata harus menjadi opsi terakhir jika situasi dianggap menimbulkan kekacauan. 

“Peristiwa tersebut semakin menegaskan bahwa kultur kekerasan memang tidak dapat dilepaskan dari institusi Polri, dan jargon polisi humanis hanya lip service belaka,” kata KontraS.

2. Soroti anggaran pembelian amunisi gas air mata dan pelontarnya

Ribuan warga berunjuk rasa terkait rencana pengembangan Pulau Rempang dan Galang menjadi kawasan ekonomi baru di Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (23/8/2023). (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna)

Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Trend Asia mencatat, selama 2013-2022 polisi sudah membeli amunisi gas air mata dan pelontarnya dengan anggaran Rp2,01 triliun.

Sedangkan pada 2023, ICW menemukan adanya pembelian 67.023 unit amunisi gas air mata oleh polisi. Diduga anggaran ini digelontorkan tanpa adanya transparansi dan akuntabilitas yang ketat. Selain itu, ada indikasi kecurangan dalam proses pembelian gas air mata yang masih berulang.

“Salah satu temuannya adalah potensi dugaan kemahalan harga tidak wajar dalam pengadaan gas air mata dari harga pasaran,” tulis KontraS.

Baca Juga: Bahlil: Investasi di Rempang Harus Tetap Berjalan Demi Rakyat

3. Perlu ada tata kelola yang ketat soal pengadaan gas air mata

Massa penuntut pencabutan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) ditembakkan gas air mata oleh aparat kepolisian pada Kamis (8/10/2020) (IDN Times/Axel Jo Harianja)

KontraS menilai, tanpa disertai dengan prosedur dan tata kelola yang ketat mengenai pengadaan dan penggunaan gas air mata, maka indikasi kecurangan akan terus terjadi, bahkan mengarah pada potensi terjadinya tindak pidana korupsi. 

“Terlebih, institusi kepolisian juga akan terus menggunakan gas air mata sebagai alat untuk kembali mengancam masyarakat yang menentang proyek-proyek pemerintah,” ungkap KontraS.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya