TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemen PPPA Kecam Kasus Kekerasan Seksual Santri di Lombok Timur 

Lakukan kekerasan seksual pada 41 santri

Ilustrasi Anti-Kekerasan Seksual (IDN Times/Galih Persiana)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam keras tindak kekerasan seksual yang diduga terjadi di Pondok Pesantren di Kecamatan Sikur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Pelaku adalah LMI (43) dan HSN (50) yang merupakan pimpinan lembaga.

“Terduga pelaku adalah pendidik di bidang keagamaan, tidak hanya melindungi anak tapi juga seharusnya menuntun anak pada perbuatan yang baik dan benar. Dalam kasus ini, terduga pelaku justru melanggarnya dengan melakukan tindak pidana kekerasan seksual kepada anak didiknya,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar dalam keterangannya, Kamis (25/5/2023).

Baca Juga: KPU Diperingatkan Kemen PPPA soal Polemik Keterwakilan Perempuan

Baca Juga: Ancaman Kekerasan Seksual Anak, KemenPPPA Luncurkan Modul Pencegahan

1. Lakukan kekerasan seksual pada 41 santri

Ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Sukma Shakti)

LMI dan HSN diduga telah melakukan kekerasan seksual terhadap 41 santri yang tiga di antaranya telah membuat laporan polisi. Saat ini, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polres Lombok Timur.

Nahar mengatakan, kasus dengan modus memanfaatkan 'janji masuk surga' melalui 'pengajian seks' merupakan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan yang tidak dapat ditoleransi dan patut dihukum berat.

Apalagi, tersangka melakukan persetubuhan dengan korban yang berusia 16-17 tahun.

Baca Juga: Ayah Bunuh Anak di Gresik, Kemen PPPA: Bukti Buruknya Pengasuhan

2. Dua tersangka bisa dipidana mati

Ilustrasi kriminal (IDN Times/Arief Rahmat)

Nahar mengatakan, apabila perbuatan para pelaku memenuhi unsur Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, maka pelaku terancam sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 81 Ayat 1, 2, 3, 5, 6, dan 7 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Mereka bisa diancam hukuman maksimal berupa pidana mati, seumur hidup, dan atau dapat pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku serta diberikan tindakan kebiri dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Hukuman tersebut berlaku jika tersangka terbukti merupakan pengasuh atau pendidik anak yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengan korbannya lebih dari satu orang, dan dilakukan berulang.

Baca Juga: 1.119 Orang di Indonesia Berpenghasilan Lebih dari Rp5 Miliar Setahun!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya