TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kasus Kekerasan Meningkat, Dirjen HAM Usul Revisi UU Pidana Anak

Agar pendekatan restorative justice lebih efektif

Dirjen HAM Kemenkumham, Dhahana Putra, memberi keterangan pers terkait Rapat Koordinasi Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM) yang dihelat di Hotel Ritz Carlton SCBD Jakarta. (IDN Times/Lia Hutasoit)

Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM), Dhahana Putra, mengungkapkan perlu adanya penyesuaian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). Hal ini berkaitan dengan meningkatnya kasus kekerasan yang melibatkan anak sebagai pelaku. Termasuk pembunuhan dan kekerasan seksual dengan ancaman pidana di atas tujuh tahun.

Di dalam UU SPPA, saat ini tidak berlaku kasus dengan ancaman pidana di atas tujuh tahun. Dengan begitu, revisi UU SPPA diharapkan dapat membuat proses hukum lebih adil dan sesuai dinamika tindak kriminal yang berkembang. 

“Harus diakui, meningkatnya kasus kejahatan seperti pembunuhan dan kekerasan seksual yang melibatkan anak belakangan menimbulkan pertanyaan bagaimana agar pendekatan restorative justice kepada anak yang berhadapan dengan hukum ini dapat berjalan efektif,” kata dia dalam keterangan resmi, dikutip Senin (16/9/2024).

Baca Juga: Fakta-fakta Perusahaan Animasi di Menteng Diduga Lakukan Kekerasan

1. Harus diperjelas kapan rehabilitasi dan hukuman diberikan

Ilustrasi borgol (IDN Times/Sukma Shakti)

Dhahana menjelaskan, penyesuaian UU SPPA di tengah kondisi anak berhadapan hukum yang semakin berat juga harus memperjelas kapan rehabilitasi dapat diberikan dan kapan proses hukum formal lebih sesuai bisa dijalankan.

Selain itu, perlu adanya pengaturan restorative justice dalam undang-undang atau peraturan pemerintah. Diketahui, penerapan restorative justice di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan, yaitu Peraturan Kepolisian, Peraturan Kejaksaan, dan Peraturan Mahkamah Agung.

“Dengan penyesuaian ini, diharapkan anak yang terlibat dalam kejahatan dapat mendapatkan kesempatan rehabilitasi yang efektif, sementara hak-hak korban juga tetap terjaga,” ujarnya.

Baca Juga: Ayah di Lubuk Linggau Perkosa Anak Tiri Pelaku Ancam dengan Kekerasan

2. UU SPPA atur keadilan restoratif bagi anak, termasuk diversi

Ilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Diketahui, restorative justice atau keadilan restoratif secara formil telah diatur melalui UU SPPA. Pasal 5 Ayat 1 UU SPPA, menyatakan sistem peradilan pidana anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif.

Beleid ini juga memperkenalkan konsep diversi sebagai pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

Baca Juga: Pasal Terpidana di Bawah 5 Tahun Jadi Wantimpres Dicoret di Revisi UU

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya