TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jejak Cuitan Seksis Cagub DKI Jakarta, Perludem: Penting Jaga Perilaku

Apakah bisa turunkan elektabilitas?

Cuitan seksis Ridwan Kamil dan Pramono Anung di masa lalu. (twitter.com/ridwankamil/pramonoanung)

Intinya Sih...

  • Politisi harus menjaga perilaku baik di kehidupan sehari-hari maupun di platform digital
  • Rekam jejak digital dapat mencerminkan kultur politik patriarkis dan seksis
  • Dampak terhadap elektabilitas tergantung pada cara politisi meyakinkan publik bahwa perilaku mereka telah berubah

Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menyoroti pentingnya bagi para politisi untuk menjaga perilaku mereka, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun di platform digital. 

Hal ini terjadi pada calon gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil dan Pramono Anung. Dalam cuitan di akun X mereka, ada beberapa kalimat yang mengarah pada kalimat seksis. Hal ini sempat ramai di jagat maya.

"Itulah pentingnya bagi setiap politisi untuk menjaga perilaku mereka, baik secara konvensional ataupun di platform digital. Karena rekam jejak itu pasti akan terungkap kembali dalam aktivitas politik mereka," kata dia saat ditemui di kawasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Jakarta, Senin (9/9/2024).

Masalah jejak digital juga terlihat dari calon gubernur DKI Jakarta Dharma Pongrekun yang kerap melontarkan narasi konspirasi dan terkait dengan kesehatan.

Baca Juga: Pramono Tak Menyesal soal Twit Lama Bernada Seksis, Ini Alasannya

1. Menunjukkan kultur politik yang masih patriarkis dan seksis

Anggota dewan pembina Perludem, Titi Anggraeni. (IDN Times/Aldila Muharma)

Titi menjelaskan, rekam jejak digital seperti cuitan-cuitan itu bisa mencerminkan kultur politik yang masih patriarkis dan seksis.

Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi masyarakat dan lembaga terkait, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), untuk lebih tegas menuntut perilaku yang tidak mendiskriminasi atau mengobjektifikasi perempuan dari para calon pemimpin, terutama menjelang Pilkada 2024.

2. Apakah berpengaruh pada elektabilitas?

Cuitan seksis Pramono Anung di masa lalu. (twitter.com/pramonoanung)

Mengenai dampak terhadap elektabilitas, Titi menyebut hal itu bakal sangat tergantung pada cara politisi atau pasangan calon meyakinkan publik, bahwa perilaku tersebut adalah bagian dari masa lalu dan mereka telah berubah. 

"Tetapi kan itu juga mengindikasikan bahwa ada satu masa guyonan-guyonan mereka itu seksis dan mengobjektifikasi perempuan. Nah itulah yang harus kemudian menjadi evaluasi bagi pemilih, apakah perilaku itu masih tercermin kontestasi mereka sekarang atau tidak," kata dia.

3. Jadi narasi yang bisa dieksploitasi

Cuitan seksis Ridwan Kamil di masa lalu. (twitter.com/ridwankamil)

Narasi ini diperkirakan akan dieksploitasi dalam ruang politik, dan menjadi tantangan bagi para politisi untuk meresponsnya dengan menunjukkan keberpihakan yang lebih baik pada isu-isu gender dan hak-hak perempuan.

"Apakah mampu meyakinkan bahwa mereka sudah berubah atau kemudian memiliki keberpihakan yang lebih baik dan lebih ramah terhadap hak-hak perempuan dan keadilan gender," kata dia.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya