TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

JALA PRT: Cuti Melahirkan di UU KIA Sulit Diimplementasikan

Ada hubungan kerja yang tidak pasti

Para buruh perempuan di demo May Day 2024 pada Rabu (1/5/2024). (IDN Times/Sandy Firdaus)

Intinya Sih...

  • Jaringan Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Adil Gender menyoroti kesulitan implementasi cuti melahirkan akibat hubungan kerja yang tidak pasti.
  • Perempuan pekerja dengan status kontrak, outsourcing, atau harian sulit mengakses hak cuti melahirkan karena hubungan kerja yang tak pasti.

Jakarta, IDN Times - Jaringan Masyarakat Sipil untuk Kebijakan Adil Gender menjabarkan sejumlah kelemahan substansi dan potensi kerancuan dalam implementasi UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan. Salah satunya adalah tentang cuti melahirkan yang dinilai sulit dilaksanakan.

“Terkait dengan hak maternitas khususnya tentang cuti melahirkan, itu sulit diimplementasi, yang tiga bulan saja itu dalam praktiknya sulit. Karena sebelumnya ada hubungan-hubungan kerja yang tidak pasti,” kata perwakilan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Jumisih, dalam konferensi pers, Sabtu (29/6/2024).

Baca Juga: Takut Dipecat Usai Cuti Melahirkan, KPPPA: Ada Sanksi untuk Perusahaan

1. Hubungan kerja yang tidak pasti berimplikasi pada hak akses cuti

Perwakilan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Jumisih dalam konferensi pers, Sabtu (29/6/2024). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Contohnya, kata dia, hal ini bisa dirasakan oleh perempuan pekerja yang merupakan buruh kontrak, outsourcing buruh lepas hingga buruh harian.

“Hubungan kerja yang tak pasti membuat perempuan sulit mengakses hak cuti melahirkan. Itu menjadi pertanyaan besar pada saat UU KIA ketok palu, bagaimana implementasinya?" kata dia.

Baca Juga: Diskriminasi Kian Naik, Pemerintah Diminta Rancang UU Antidiskriminasi

2. Berpotensi pinggirkan hak perempuan

Infografis UU KIA (IDN Times/Aditya)

Beleid ini, kata dia, berpotensi juga meminggirkan hak perempuan untuk masuk dalam area industrialisasi.

Menurut dia, seolah-olah pelaksanaan untuk merawat menjadi tanggung jawab perempuan sehingga beban perawatan hanya dibebankan kepada perempuan. 

Baca Juga: Komnas: RUU PRT Tak Hanya Lindungi Pekerja, Tapi Juga Pemberi Kerja

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya