TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Amnesty Nilai Pengamanan Aksi Tolak RUU Pilkada Represif, Brutal!

Amnesty minta Kapolri bertanggungjawab

Penjagaan ketat di gedung DPR RI saat massa berhasil menjebol pagar gedung DPR. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya Sih...

  • Amnesty International Indonesia mengutuk represifitas polisi saat mengawal aksi tolak RUU Pilkada pada 22-26 Agustus 2024.
  • Direktur Eksekutif Amnesty, Usman Hamid, menilai tindakan brutal polisi melanggar HAM dan membahayakan keselamatan warga, terutama anak-anak.
  • Pemerintahan Jokowi dinilai sering menggunakan kekuatan berlebihan untuk meredam protes warga, yang merupakan pelanggaran berat HAM.

Jakarta, IDN Times - Amnesty International Indonesia mengecam represifitas aparat kepolisian dalam mengawal aksi tolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada sejak 22 hingga 26 Agustus 2024,

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, tindakan polisi selama pengamanan adalah tindakan brutal.

“Sekali lagi, satu kata: brutal! Kekerasan yang kembali dilakukan aparat keamanan sulit untuk ditoleransi. Penggunaan gas air mata yang tidak perlu dan tidak terkendali hingga pemukulan menyebabkan banyak korban sipil, termasuk anak-anak di bawah umur,” ujar Usman.

Baca Juga: Jokowi Minta Massa Demo RUU Pilkada yang Ditahan Dibebaskan

1. Tindakan polisi dinilai untuk meredam suara mahasiswa dan masyarakat

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid (tengah). (IDN Times/Santi Dewi)

Usman menilai tindakan polisi selama pengamanan ini telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan berbahaya bagi keselamatan warga, terutama anak-anak yang terkena dampaknya.

“Keseluruhan peristiwa dan tindak kekerasan aparat keamanan yang terjadi sejak Kamis 22 Agustus hingga Senin 26 Agustus kemarin mengarah pada pilihan kebijakan yang sistematis untuk meredam suara mahasiswa dan masyarakat,” ujarnya.

2. Polisi terkesan memaklumi tindakan represifitas

Penjagaan ketat di gedung DPR RI saat massa berhasil menjebol pagar gedung DPR. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Usman mengatakan, sepanjang pemerintahan Jokowi, pengerahan kekuatan yang berlebihan kerap menjadi jawaban bagi berbagai protes warga, mulai dari aksi Reformasi Dikorupsi, protes UU Cipta Kerja, protes warga Air Bangis di Sumatera Barat dan Rempang-Galang di Batam, hingga protes warga Dago Elos di Bandung.

“Saat akuntabilitas atas penyimpangan aparat tidak kunjung dipenuhi, muncul kesan bahwa aparat memaklumi atau bahkan mengizinkan dan membenarkan penggunaan kekuatan berlebihan, kekerasan yang tidak perlu serta tindakan represif lainnya,” ujar dia.

Menurutnya, pilihan kebijakan itu juga terlihat di berbagai wilayah di mana aparat keamanan tampak melakukan serangan terhadap warga sipil yang sedang melakukan aksi protes damai.

"Bentuk serangan tersebut mulai dari praktik intimidasi, serangan fisik, penyiksaan dan perlakuan lain yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia,” imbuhnya.

Baca Juga: PDIP Sebut Pramono-Rano Daftar Pilkada DKI Jakarta Besok

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya