TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hari Batik Nasional, Peran Pemerintah Lestarikan Batik Belum Maksimal

Regulasi pemerintah dalam melestarikan batik masih minim

Motif Kawung Retno Dumilah, senopati perempuan pertama Zaman Kerajaan Mataram. Batik ini merupakan karya dari Gotikswan (IDN Times/Uni Lubis)

Jakarta, IDN Times - Situs Warisan Dunia atau yang dikenal sebagai UNESCO telah mengakui batik sebagai salah satu warisan dunia yang berasal dari Indonesia pada 2 Oktober 2009. Sejak hari itu, 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional di Indonesia.

“Batik itu sebetulnya merupakan bagian dari siklus hidup masyarakat Indonesia, mulai dari bayi sampai meninggal pasti mengenakan batik,” ujar Aktivis dan Ketua Galeri Yayasan Batik Indonesia (YBI), Tumbu Ramelan dalam acara webinar bertajuk Merayakan Hari Batik Nasional yang diselenggarakan oleh Kemendikbud dan Kok Bisa, Kamis (1/10/2020).

Namun, sayangnya pemerintah dinilai masih kurang berperan dalam upaya pelestarian batik Indonesia. Hal ini tercermin dari regulasi pemerintah mengenai batik hanya ada dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 106 tahun 2013 mengenai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.

Tumbu Ramelan sangat menyayangkan tidak ada peraturan pemerintah lainnya mengenai batik. Penyebutan batik dalam peraturan tersebut juga hanya sekilas dan disamakan dengan makanan rendang, sate klatak, dan makanan tradisional lainnya.

Baca Juga: Kisah Go Tik Swan, Diminta Presiden Sukarno Ciptakan Batik Indonesia

1. Keterlibatan pemerintah dari sisi regulasi sangat diharapkan untuk melestarikan batik

IDN Times / Larasati Rey

Ramelan menjelaskan, batik merupakan hasil seni yang dikerjakan oleh artisan Indonesia. Seharusnya, batik bisa mendapatkan tempat yang selayaknya di dalam peraturan perundang-undangan.

Keterlibatan pemerintah dari sisi regulasi sangat diharapkan untuk melestarikan kesenian batik Indonesia ini. Sehingga, para artisan, komunitas, dan masyarakat yang terlibat dalam pelestarian batik merasa lebih dihargai.

“Kita ingin sekali pemerintah itu lebih menghargai ya, dan dinaikkanlah jangan disamakan seperti rendang, sate klatak, dan sebagainya,” kata dia.

2. Teknik printing dianggap menghilangkan makna dan nilai kesenian dari pembuatan batik

Batik motif Truntum Kantil, koleksi Ani Yudhoyono (Buku/Kisah Batikku, 2009)

Proses pembuatan batik di Indonesia memiliki sejarah dan teknik spesifik bagi setiap motif batik yang ada. Teknik tradisional pembuatan batik dan sejarahnya memiliki keterkaitan kuat yang membuat batik Indonesia memiliki makna dan nilai kebudayaan tersendiri.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Indonesia, Hilmar Farid Setiadi, mengatakan teknik-teknik tradisional pembuatan batik tersebut telah melekat pada motif dari setiap batik di Indonesia. Hal ini menjadi nilai tambahan untuk batik Indonesia.

Hilmar menyayangkan motif batik yang dicetak dengan menggunakan teknik printing untuk mempermudah proses pembuatan batik seperti sekarang ini.

Menurutnya, teknik printing ini justru menghilangkan makna dan nilai kesenian dari pembuatan batik tersebut.

“Jadi memang tugas kita untuk ke depannya membuat narasi mengenai teknik tradisional dalam pembuatan batik. Sehingga akan menimbulkan makna yang berbeda dari setiap motif batik yang ada,” ujarnya.

3. Memperkenalkan batik ke kancah internasional

Bung Karno saksikan pameran batik karya Gotikswan di Istana Negara, 1962. Dok buku Hardjono Gotikswan. Foto diambil dari Buku "Batik Indonesia dan Sang Empu: Gotikswan Hardjono" (IDN Times/Uni Lubis)

Dalam upaya pengenalan batik ke kancah Internasional, YBI telah bekerja sama dengan Art and Culture Google untuk mendeklarasikan kesenian batik dari Indonesia melalui tampilan dari laman Goggle.

“Karena itu kita bekerja sama dengan mengundang dan diundang supaya batik kita bisa masuk ke dalam Art and Culture Google dan ini sangat penting bagi kita,” ujar Ramelan.

Selain itu, YBI juga sering mengadakan pameran batik di luar negeri, seperti di Bulgaria, Turki, Jerman, Thailand, Netherland, dan negara dunia lainnya.

Pada 2018 lalu, YBI juga telah mengirimkan lebih dari 50 batik ke UNESCO sebagai upaya memperkenalkan batik ke kancah internasional.

“Kami sering mengadakan pameran batik di luar negeri ya. Jadi itu cara kami memperkenalkan batik ke luar (negeri) gitu,” ujar Ramelan.

Baca Juga: Sambut Hari Batik 2 Oktober, Warga Solo Diimbau Pakai Batik 5 Hari

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya