TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Lebanon Sebut Serangan Israel di Negaranya adalah Pembantaian

Banyak korban tewas dan terluka merupakan warga sipil

ilustrasi kota di Lebanon (unsplash.com/Maxime Guy)

Intinya Sih...

  • Menteri Kesehatan Lebanon, Firass Abiad, menyebut serangan Israel di Lebanon sebagai pembantaian. Sebanyak 558 orang tewas, termasuk 50 anak-anak dan 94 perempuan.
  • Israel mengklaim menyerang lokasi Hizbullah yang diduga menyembunyikan senjata di pemukiman. Serangan udara Israel menewaskan komandan senior Hizbullah, Ibrahim Qubaisi.
  • Serangan lintas batas ini meningkatkan kekhawatiran akan perang besar-besaran di Timur Tengah. Dewan Keamanan PBB akan mengadakan pertemuan untuk membahas konflik tersebut.

Jakarta, IDN Times - Menteri Kesehatan Lebanon, Firass Abiad, mengatakan bahwa pengeboman besar-besaran yang dilakukan oleh Israel di Lebanon merupakan pembantaian.

Dalam konferensi pers pada Selasa (24/9/2024), Abiad melaporkan bahwa serangan Israel sejak Senin (23/9/2024) telah menewaskan 558 orang, termasuk 50 anak-anak, 94 perempuan dan beberapa tenaga medis. Lebih dari 50 rumah sakit saat ini merawat 1.835 orang yang terluka. 

Israel mengklaim bahwa pihaknya menyerang ratusan lokasi Hizbullah, menuduh kelompok yang didukung Iran tersebut menyembunyikan senjata di daerah pemukiman.

“Jika Anda melihat orang-orang yang dibawa ke UGD, jelas bahwa mereka adalah warga sipil. Mereka bukanlah kombatan seperti yang diklaim Israel,” katanya dalam sebuah wawancara dengan BBC.

“Kami mengetahui tentang korban serangan tersebut karena ambulans kami yang mengangkut mereka ke rumah sakit. (Mereka adalah) warga sipil yang sedang melakukan kegiatan normal mereka," tambahnya.

1. Sekjen PBB sebut Lebanon berada di ambang kehancuran

Serangan udara Israel di Beirut menewaskan komandan senior Hizbullah, Ibrahim Qubaisi, pada Selasa. Militer Israel melaporkan bahwa Hizbullah membalas dengan menembakkan lebih dari 300 roket ke Israel utara, menyebabkan enam orang terluka.

Serangan lintas batas ini telah meningkatkan kekhawatiran akan perang besar-besaran di Timur Tengah. Dewan Keamanan PBB menyatakan bahwa mereka akan mengadakan pertemuan pada Rabu (25/9/2024) untuk membahas konflik tersebut.

"Lebanon berada di ambang kehancuran. Rakyat Lebanon – rakyat Israel – dan rakyat dunia – tidak dapat membiarkan Lebanon menjadi Gaza berikutnya," kata Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.

Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, mengimbau agar semua pihak tetap tenang.

"Perang skala penuh tidak ada dalam kepentingan siapa pun. Meskipun situasi telah meningkat, solusi diplomatik masih mungkin," katanya di PBB.

Menteri Luar Negeri Lebanon, Abdallah Bou Habib, mengkritik pidato Biden, menyebutnya tidak cukup menjanjikan. Ia mengatakan bahwa AS adalah satu-satunya negara yang dapat membuat perbedaan nyata di Timur Tengah dan Lebanon. Washington adalah sekutu lama Israel dan pemasok senjata terbesar untuk negara tersebut

"Amerika Serikat adalah kunci… keselamatan kami,” katanya dalam sebuah acara di New York City yang diselenggarakan oleh Carnegie Endowment for International Peace.

Baca Juga: Lebanon Dibom, Aktivis AS Protes Dukungan Washington terhadap Israel

2. Perang kali ini lebih kejam dari 2006

Serangan udara Israel di Lebanon selatan dan Lembah Bekaa timur pada Senin menjadi hari paling mematikan di negara itu sejak 2006, tahun terakhir Hizbullah dan Israel terlibat dalam perang.

“Tentu saja kita sedang melihat perang yang lebih kejam, terutama dalam hal sasarannya adalah warga sipil," kata Abiad, membandingkan konflik yang terjadi saat ini dengan perang 2006.

Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) juga menyatakan keprihatinannya atas jumlah korban dalam serangan Israel sejak Senin. Pihaknya mengatakan bahwa serangan tersebut kemungkinan melanggar hukum kemanusiaan internasional.

"Menyuruh warga sipil untuk melarikan diri tidak membuatnya menjadi baik untuk kemudian menyerang daerah tersebut, mengingat dampaknya terhadap warga sipil akan sangat besar," kata juru bicara OHCHR, Ravina Shamdasani, terkait pesan audio dan teks yang dikirim oleh militer Israel kepada warga di Lebanon, yang memerintahkan mereka untuk mengungsi dari daerah dekat gedung penyimpanan senjata Hizbullah.

3. Banyak tempat penampungan telah penuh

Dilansir Associated Press, ribuan keluarga yang melarikan diri dari Lebanon selatan berbondong-bondong menuju Beirut dan kota pesisir Sidon. Mereka tidur di sekolah-sekolah yang telah diubah menjadi tempat penampungan darurat, di mobil, taman, dan di sepanjang pantai. Beberapa dari mereka berusaha meninggalkan negara tersebut, sehingga menyebabkan kemacetan lalu lintas di perbatasan dengan Suriah.

Issa Baydoun pergi ke Beirut bersama keluarga besarnya setelah desa mereka, Shihine, dihantam oleh bom. Mereka terpaksa tidur di mobil yang diparkir di pinggir jalan karena tempat penampungan sudah penuh.

“Kami mengalami banyak kesulitan di jalan hanya untuk sampai di sini,” kata Baydoun, yang membantah klaim Israel bahwa mereka hanya menyerang target militer.

“Kami mengungsi dari rumah kami karena Israel menargetkan warga sipil dan menyerang mereka," tambahnya.

Di tempat penampungan di Beirut, Maryam, menceritakan bahwa dia melakukan perjalanan sepanjang malam bersama 12 kerabatnya dalam satu mobil kecil.

“Kami berkumpul dan pergi. Kami tidak ingin meninggalkan rumah kami, karena meninggalkan rumah itu sulit. Kami tiba di sini jam empat pagi. Dengan anak-anak kami. Karena anak-anak kami, kami pergi," kata perempuan berusia 65 tahun tersebut.

Baca Juga: Israel Bom Lebanon, 492 Orang Tewas dan 1.645 Terluka

Verified Writer

Fatimah

Lifelong learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya