TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ketua Dewan Pers: Wajah Diskriminasi Perempuan Makin Tinggi

Kasus kekerasan pada perempuan ini bukan hanya fisik

Launching Buku Konstruksi Diskriminatif Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu di Gedung KemenPPA, Senin (23/9/2024). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Intinya Sih...

  • Diskriminasi perempuan di Indonesia masih tinggi, termasuk dalam kasus kekerasan seksual dan femisida.
  • Tingginya angka korban perdagangan orang dan kekerasan dalam rumah tangga menunjukkan wajah diskriminasi terhadap perempuan.
  • Meski ada kebijakan anti-diskriminasi, perempuan masih mengalami dampaknya dalam bidang ekonomi, politik, dan akses pembangunan.

Jakarta, IDN Times - Wajah diskriminasi perempuan masih terpampang nyata di Indonesia. Meski ada kemajuan upaya penghapusan namun tidak mudah, sebab tingginya kasus kekerasan pada perempuan ini bukan hanya fisik, psikologis, ekonomi, namun sampai femisida.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam peluncuran buku berjudul "Konstruksi Diskriminatif Tantangan Politik Hukum Afirmasi-Selektif untuk Perempuan di Indonesia" di Gedung Kementerian PPPA, Senin (23/9/2024).

"Wajah penghapusan diskriminasi ini meskipun ada kemajuan yang luar biasa, tantangannya juga tidak mudah. Tantangan itu terletak tingginya kasus kekerasan seksual yang sekarang yakni femisida, korbannya dibunuh. Kasus yang terakhir dialami anak perempuan yang tinggal di Sumatra Barat dan di berbagai wilayah lain yang belum tentu terungkap, karena tidak terekspose atau tidak diketahui," ujarnya. 

Baca Juga: Polisi: Kekerasan Terjadi di Lantai 2 Kantor Brandoville Studio

1. Angka kekerasan perempuan masih tinggi

Launching Buku Konstruksi Diskriminatif Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu di Gedung KemenPPA, Senin (23/9/2024). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Wajah diskriminasi perempuan, menurut Ninik, juga terlihat dari tingginya angka korban tidak pidana perdagangan orang yang hampir 87 persen perempuan dan menjadi pekerja rumah tangga yang bermigrasi ke luar negeri.

"Wajah diskriminasi terhadap perempuan juga terlihat pada tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga. Wajah diskriminasi terhadap perempuan juga masih terlihat tidak setaranya upah yang diterima oleh perempuan. Wajah diskriminasi juga masih nampak terhadap eksistensi perempuan kedudukannya dalam partisipasi politik, baik itu di DPRD tingkat 2, tingkat 1 maupun DPR RI pada kepengurusan partai politik maupun dalam struktur pemerintahan, struktur lembaga penegak hukum, maupun dalam struktur lembaga masyarakat," paparnya.

2. Kemajuan terhadap penghapusan diskriminasi tapi ada kemunduran

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu di acara media gathering bertajuk 'Perlindungan Hukum bagi Jurnalis dari Tindak Kekerasan Intimidasi dalam Pelaksanaan Liputan' di Kejagung, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2024). (IDN Times/Deti Mega P)

Ninik mengungkapkan, meski memang ada kebijakan yang tidak memperbolehkan diskriminasi namun faktanya perempuan masih menanggung akibat adanya diskriminasi tersebut, seperti keterwakilan perempuan di bidang ekonomi, politik, dan akses pada pembangunan.

"Kalau diskriminasi sifatnya sosial faktual yang dikonstruksi dalam aturan perundangan, maka upaya penghapusan ini semakin sulit, maka itulah mengapa ada kemajuan terhadap penghapusan diskriminasi tapi ada stagnasi dan kemunduran," ucapnya.

3. Diskriminasi tidak boleh dilakukan

Launching Buku Konstruksi Diskriminatif Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu di Gedung KemenPPA, Senin (23/9/2024). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Ninik berharap, buku yang ditulis sejak tahun 2014 ini bisa membangun pemahaman terhadap penegak hukum dan pemerintah terkait diskriminasi pada perempuan.

"Diskriminasi tidak boleh dilakukan. Bagi penegak hukum semoga bisa membangun perspektif mereka saat putuskan perkara bisa memahami betul kerentanan perempuan saat berhadapan dengan hukum. Bagi pemerintah jangan lupa perhatikan kehidupan perempuan dalam merumuskan kebijakan," harap Ninik.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya