TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kemenkes: Penyakit Jantung Koroner Didominasi Penduduk Kota 

Penderita komorbid rentan terpapar COVID-19

Infografis Penyakit Jantung Koroner (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Penyakit kardiovaskuler seperti jantung, kanker, stroke, gagal ginjal tiap tahun terus meningkat dan menempati peringkat tertinggi penyebab kematian di Indonesia, terutama pada usia-usia produktif.

''Jika dilihat dari tempat tinggal, penduduk perkotaan lebih banyak menderita penyakit jantung dengan prevalensi 1,6 persen dibandingkan penduduk pedesaan yang hanya 1,3 persen,'' kata Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Riskesdas), Maxi Rein Rondonuwu, dalam siaran pers, Kamis (30/9/2021).

Baca Juga: Hari Jantung Sedunia 2021: Teknologi Bisa Selamatkan Jantung

1. Provinsi dengan prevalensi penyakit Jantung terbanyak

ilustrasi penyakit jantung (pexels.com/freestocks.org)

Data Riskesdas menunjukkan, prevalensi penyakit Kardiovaskular seperti hipertensi meningkat dari 25,8 persen (2013) menjadi 34,1 persen (2018), stroke 12,1 per mil (2013) menjadi 10,9 per mil (2018), penyakit jantung koroner tetap 1,5 persen (2013-2018), penyakit gagal ginjal kronis, dari 0,2 persen (2013) menjadi 0,38 persen (2018).

Data Riskesdas 2018 juga melaporkan, prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia mencapai 1,5 persen, dengan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Utara 2,2 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta 2 persen, dan Gorontalo 2 persen.

Selain ketiga provinsi tersebut, terdapat pula delapan provinsi lainnya dengan prevalensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi nasional. Delapan provinsi tersebut adalah Aceh (1,6 persen), Sumatera Barat (1,6 persen), DKI Jakarta (1,9 persen), Jawa Barat (1,6 persen), Jawa Tengah (1,6 persen), Kalimantan Timur (1,9 persen), Sulawesi Utara (1,8 persen), dan Sulawesi Tengah (1,9 persen).

 

Baca Juga: Jelang World Heart Day, Kenali Produk Pangan untuk Jantung Sehat

2. Perubahan gaya hidup tidak sehat jadi prevalensi tingginya penyakit jantung

Ilustrasi Peringatan Dilarang Merokok (IDN Times/Sunariyah)

Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Isman Firdaus
mengungkapkan, tingginya prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia disebabkan oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat, seperti merokok dan pola makan yang tidak seimbang.

''Gaya hidup, merokok, dan pola makan merupakan kontributor utama terjadinya penyakit jantung koroner (PJK), dilaporkan 50 persen penderita PJK berpotensi mengalami henti jantung mendadak atau sudden cardiac death,'' terangnya.

3. Penderita komorbid memiliki risiko tinggi jika terpapar COVID-19

Petugas tenaga kesehatan membawa pasien ke ruangan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Bandung, Jawa Barat, Rabu (16/6/2021). ANTARA FOTO/Novrian Arbi.

Di masa pandemik, orang dengan komorbid terutama penyakit kardiovaskular memiliki risiko sangat tinggi apabila terpapar COVID-19, karena dikhawatirkan dapat menyebabkan perburukan bahkan kematian.

Hal ini terlihat dari data di rumah sakit (RS), yang menunjukkan bahwa tingkat perawatan di RS dan angka kematian pasien COVID-19 dengan komorbid juga meningkat selama pandemik.

''Laporan RS dimasa pandemik menunjukkan bahwa 16,3 persen pasien yang dirawat dari ruang isolasi COVID-19 ternyata mempunyai komorbid. Namun pada situasi COVID-19, angka kematian meningkat 22-23 persen. Ini salah satunya terjadi karena paparan COVID-19 yang menyebabkan perburukan dari jantung kita,'' ujarnya.

Baca Juga: 7 Fakta Detak Jantung Normal, Faktor dan Cara Menghitungnya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya