TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Komjak Mendukung Adanya RUU Kejaksaan, Apa Alasannya?

Ada tiga hal yang membuat Komisi Kejaksaan dukung RUU itu

Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Barita LH Simanjuntak (ANTARA/Kodir-Dok)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah dan DPR sepakat memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004, tentang Kejaksaan Republik Indonesia ke Prolegnas Prioritas 2020. Hal itu dibahas saat Rapat Kerja Baleg DPR bersama pemerintah dan DPD pada awal Juli 2020 lalu.

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita LH Simanjuntak menilai, RUU itu ada untuk menyempurnakan UU yang sudah berjalan selama 14 tahun tersebut, agar lebih kuat dan rapi.

"Sudah sangat wajar ada penyempurnaan, perbaikan, penyesuaian, karena dinamika perkembangan masyarakat. Perkembangan jenis-jenis kejahatan, lalu aktualisasinya dalam rangka pelaksanaan tugas penuntutan. Sangat wajar dan kita mendukung ada perubahan (UU) ini," kata Barita kepada IDN Times, Selasa (29/9/2020).

Baca Juga: Kewenangan Jaksa Dinilai Bakal Berlebih, Ini Isi dari RUU Kejaksaan

1. Tidak ada perluasan kewenangan Kejaksaan dalam RUU tersebut

Jaksa Agung ST Burhanuddin (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.)

Dalam RUU tersebut, ada beberapa pasal yang disoroti sejumlah pihak. Salah satunya, berubahnya isi Pasal 1 ayat 1.

Pasal itu menyatakan, Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, pemberian jasa hukum, penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan pengacara negara, serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

Namun, menurut Barita, materi-materi perubahan itu tidak bersifat menambah kewenangan. Materi-materi itu sebenarnya selama ini sudah ada, tetapi berada di peraturan yang terpisah.

"Jadi itu bukan perluasan kewenangan, tapi melakukan kompilasi agar seluruh tugas kewenangan Kejaksaan yang ada di berbagai peraturan yang tersebar, ketentuan-ketentuan itu dapat menyatu. Sehingga, lebih sistematis dan rapi di UU Kejaksaan yang menyatu," jelasnya.

2. Tidak ada kewenangan Kejaksaan mengambil alih tugas penegak hukum lainnya

Gedung Kejaksaan Agung RI (Dok. ANTARA News)

RUU tersebut, kata Barita, juga tidak membuat Kejaksaan berwenang mengambil alih tugas aparat penegak hukum lainnya.

"Seperti misalnya di bidang pidum (pidana umum), tetap penyidik adalah kepolisian. Tidak ada mengambil alih kewenangan penegak hukum lain," ucapnya.

Dia melanjutkan, jika seandainya RUU tersebut disahkan, ada penyesuaian yang harus diubah berkaitan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Misalnya ada batasan yang tegas menyangkut SPDP. Kan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan harus ada batas limit waktunya, itu kan putusan Mahkamah Konstitusi yang juga harus disesuaikan," ucapnya.

Menurut Barita, penyesuaian itu penting untuk kepastian hukum. Hal ini agar tidak ada lagi kasus-kasus yang terkatung atau mengambang.

"Jadi bukan mengambil alih kewenangan, tapi mengatur agar segala bentuk pelaksanaan kewenangan itu lebih pasti dan lebih menghargai hak-hak asasi manusia, khususnya yang selama ini banyak dikeluhkan atau dilaporkan masyarakat," kata Barita.

Baca Juga: RUU Kejaksaan Masuk Prolegnas, 3 Poin Ini Jadi Sorotan  

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya