TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hasil Pansus Haji DPR: Kemenag Tidak Patuhi UU Penyelenggaraan Haji

Perlu revisi UU Haji-Umrah dan UU Pengelolaan Keuangan Haji

Ilustrasi - Rapat Paripurna ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 pada Selasa (9/7/2024). (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya Sih...

  • Pansus Hak Angket Haji DPR RI memberikan 5 rekomendasi setelah menyelidiki permasalahan terkait pelaksanaan haji tahun 2024.
  • Rekomendasi di antaranya terkait kelembagaan, kebijakan, distribusi kuota haji, siskohat dan siskopatuh, pendaftaran, nilai manfaat, jemaah cadangan lunas tunda, pelaporan dan pengawasan serta pelayanan.
  • Pansus merekomendasikan revisi UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

Jakarta, IDN Times - Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Haji DPR RI memberikan lima rekomendasi setelah menyelidiki berbagai permasalahan terkait pelaksanaan haji tahun 2024.

Adapun, rekomendasi itu dibacakan Ketua Pansus Hak Angket Haji DPR RI Nusron Wahid dalam Rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan I tahun sidang 2024-2025 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (30/9/2024).

"Untuk memperbaiki penyelenggaran ibadah haji agar lebih transparan akuntabel dan adil bagi semua pihak," kata Nusron Wahid.

Berikut isi lengkap kesimpulan Pansus Haji DPR RI:

Baca Juga: Menag Yaqut Absen Lagi di Rapat Evaluasi Haji gegara Kehabisan Tiket

1. Kesimpulan Pansus Haji DPR terkait kelembagaan, kebijakan dan distribusi kuota haji

Ketua Pansus Angket Haji 2024 Nusron Wahid saat memimpin sidang perdana, Senin (19/8/2024). (IDN Times/Amir Faisol).

1. Kelembagaan

Kementerian Agama RI dalam menyelenggarakan ibadah haji masih berperan double sebagai regulator dan operator. Sementara dalam pelaksanaan haji di Arab Saudi tidak lagi menggunakan pendekatan government to government akan tetapi berubah menjadi government to business. Sehingga pelayanannya diberikan kepada pihak Syarikah dengan menggunakan kerangka bisnis.

2. Kebijakan

1. Dalam pembagian kuota haji tambahan tahun 1445 Hijriah/2024 Pansus menemukan dugaan ketidakpatuhan terhadap Pasal 64 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, tentang alokasi kuota yang ditetapkan kuota haji khusus sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.

2. Kementerian Agama cq Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah melakukan ketidakpatuhan dengan mengajukan pencairan nilai manfaat pada tanggal 10 Januari tahun 2024 sebelum diterbitkannya KMA Nomor 130 Tahun 2024 pada tanggal 15 Januari tahun 2024 yang seharusnya menjadi basis penghitungan kuota.

3. Distribusi kuota haji

1. Pengisian kuota haji reguler untuk jemaah yang membutuhkan pendamping penggabungan dan pelimpahan porsi masih ada celah atau kelemahan, di mana pendamping diisi oleh jemaah haji reguler yang bukan mahramnya.

2. Sampai tahun 2024 Kemenag RI masih belum mengupayakan secara maksimal untuk menyelesaikan masalah 5.678 nomor porsi kuota, yaitu porsi haji reguler yang belum diketahui secara pasti di mana jemaah haji berada atau bertempat tinggal.

3. Terdapat ketidaksinkronan antara keputusan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nomor 118 Tahun 2024 tertanggal 29 Januari 2024 tentang petunjuk pelaksanaan pemenuhan kuota haji khusus tambahan dan sisa kuota khusus Haji 1445 Hijriah dan surat edaran Dirjen Bina Haji Khusus dengan nomor tentang penyampaian daftar haji khusus berhak melunaskan sisa kuota tahun 1445 H/2024, dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan haji dan umrah Pasal 65 ayat 2.

4. Inspektorat Jenderal Kemenag RI sebagai aparatur pengawasan internal pemerintah tidak menjadikan pembagian kuota haji tambahan tahun 2024 sebagai objek pengawasan. Sementara pembagian kuota haji tambahan 1445 Hijriah ada potensi tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

2. Terkait sistem komputerisasi haji, pendaftaran dan jemaah cadangan

Pembentukan Pansus Haji DPR

4. Siskohat dan Siskopatuh

1. Sistem komputerisasi haji terpadu tidak terjamin keamanannya, karena tidak ada audit berkala terhadap sistem. Selain itu, terlalu banyak kepentingan yang dapat mengakses seperti subdit siskohat, subdit pendaftaran haji, kantor wilayah, kantor Kemenag di kabupaten/kota, bank penerima setoran penyelenggara haji khusus, sehingga rawan diintervensi dan membuka celah orang yang tidak berhak berangkat haji dapat berangkat haji.

2. Sistem komputerisasi pengelolaan terpadu umrah dan haji khusus tidak bisa terjamin keamanannya karena tidak ada audit terhadap sistem secara berkala dan terbuka. Selain itu, terlalu banyak juga pemangku kepentingan yang dapat mengakses sehingga rawan diintervensi dan membuka peluang orang yang belum berangkat haji dapat berangkat haji tanpa antrean.

3. Lemahnya pengawasan terhadap tim verifikator yang ditandai dengan adanya jemaah haji yang tidak sesuai dengan siskohat serta celah perubahan data.

5. Pendaftaran

1. Di dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 226 Tahun 2023 tentang Biaya Perjalanan Ibadah Haji Khusus; Keputusan Menteri Agama Nomor 1063 Tahun 2023 tentang Setoran Pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji Khusus Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi, dan BAB III Poin B, Keputusan Direktur Jenderal PHU No. 118 Tahun 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemenuhan Kuota Ibadah Haji Khusus, prosedur pengisian sisa kuota tidak mencerminkan keadilan.

Ketentuan tersebut mengakibatkan adanya praktik pemberangkatan 3.503 jemaah haji khusus dengan status tanpa antre, mendaftar tahun 2024 dan berangkat tahun 2024.

2. Ketentuan Pasal 65 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang menentukan pemenuhan kuota haji khusus berbasis usulan data dari PIHK dan kesiapan jemaah.

Ketentuan ini membuka peluang penyalahgunaan kesempatan oleh PIHK, dan berpotensi melanggar asas keadilan. Penyalahgunaan kesempatan tersebut berupa mengubah urutan keberangkatan dan/atau tahun keberangkatan.

6. Nilai Manfaat

Dalam mempergunakan nilai manfaat, ditemukan adanya ketidakadilan, di mana mereka yang belum berhak untuk berangkat menggunakan nilai manfaat tahun berjalan yang didapatkan dari jemaah haji lain yang berada pada daftar antrean.

7. Jemaah Cadangan Lunas Tunda

Jumlah jemaah Haji Lunas tunda sampai tahun 2024 adalah sebesar 30% dari kuota haji nasional. Seharusnya merekalah yang diprioritaskan untuk diberangkatkan terlebih dahulu. Namun, karena ada mekanisme penggabungan mahram, jemaah lansia dan disabilitas, hak jemaah haji lunas tunda menjadi tidak pasti keberangkatannya. Hal tersebut menimbulkan ketidakadilan bagi jemaah lunas tertunda keberangkatannya.

 

3. Terkait pelaporan, pengawasan dan pelayanan

anggota Pansus Haji DPR dari Fraksi Golkar, John Kenedy (Youtube.com/TV Parlemen)

8. Pelaporan dan Pengawasan

Pasal 82 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur tentang pelaporan pelaksanaan operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus (PIHK) kepada Menteri. Ketentuan ini tidak dilaporkan. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan kontrol Kementerian Agama terhadap jumlah keberangkatan dan kepulangan jemaah haji khusus oleh PIHK yang seharusnya dilaporkan kepada DPR RI setelah penyelenggaraan ibadah Haji.

9. Pelayanan

Pelayanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina dan selama pelaksanaan ibadah haji banyak ditemukan ketidaksesuaian dengan ketentuan, kontrak dan standar pelayanan.

Rekomendasi pansus angket haji DPR RI:

1. Dibutuhkan revisi terhadap UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dengan mempertimbangkan kondisi kekinian yang terjadi dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji yang ada di Arab Saudi.

2. Diperlukan sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam penetapan kuota haji, terutama dalam ibadah haji khusus termasuk pengalokasian kuota tambahan. Setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada peraturan yang jelas dan dinformasikan secar terbuka kepada publik.

3. Dalam pelaksana, ibadah haji khusus, Pansus merekomendasikan hendaknya dalam pelaksanaan mendatang peranan negara dalam fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan ibadah haji khusus harus lebih diperkuat dan dioptimalkan.

4. Panitia Angket mendorong penguatan peran lembaga pengawas internal pemerintah seperti Inspektorat Jenderal Kementerian agama dan BPKP agar lebih detail dan kuat dalam mengawasi penyelenggaraan Haji. Manakala membutuhkan tindak lanjut dapat melibatkan dan bekerja sama dengan pengawas eksternal seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum.

5. Pansus mengharapkan pemerintah mendatang agar dalam mengisi posisi Menteri Agama RI dengan figur yang dianggap lebih cakap dan kompeten dalam mengkoordinir, mengatur, dan mengelola penyelenggaraan ibadah haji.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya