TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Media Asing Soroti Kemunduran Demokrasi di Akhir Era Jokowi

Dukungan Jokowi ke Prabowo-Gibran begitu terasa

Presiden Jokowi serahkan langsung Bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) di Magelang, Jawa Tengah (dok. Sekretariat Presiden)

Jakarta, IDN Times - Kondisi demokrasi di Indonesia sehari jelang Pemilihan Umum 2024 menjadi sorotan dari berbagai media asing. Rata-rata sepakat jika demokrasi di Indonesia saat ini tengah terancam.

Analis Politik Senior asal Amerika Serikat, Gordon LaForge, telah menerbitkan sebuah artikel opini di New York Times yang memaparkan bagaimana demokrasi Indonesia kini sedang dalam masa pengikisan menjelang masa akhir jabatan Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo.

"Calon yang diperkirakan akan menang, dan jalur anti-demokrasi telah ditetapkan oleh Presiden Jokowi, mengancam kemajuan telah dicapai oleh masyarakat Indonesia," tulis Gordon dalam artikelnya di New York Times, Senin (12/2/2024). 

Selain Gordon, Liam Gammon dari East Asia Forum, juga berkomentar tentang keunggulan pasangan calon (paslon) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, sebagai paslon yang didukung secara terang-terangan oleh Jokowi.

Tak cuma Gordon dan Liam Gammon yang menuliskan opininya. Masih ada pendapat dari pakar lain yang dituangkan ke sejumlah media asing di dunia. Berikut  IDN Times sajikan rangkuman dari pembahasan mereka.

Baca Juga: Gejayan Memanggil, Mahasiswa Lawan Pembunuhan Demokrasi oleh Jokowi

1. Adanya campur tangan politik dan nepotisme

Prabowo Subianto saat kampanye akbar 'Pesta Rakyat' yang diadakan di GBK pada Sabtu (10/2/2024). (dok. TKN Prabowo - Gibran)

Gordon menggambarkan sosok Jokowi yang pernah menjadi simbol dari demokrasi di Indonesia selama menjabat. Selain itu, Jokowi juga dianggap sukses dalam mengangkat level hidup di Indonesia karena pertumbuhan ekonomi yang stabil di angka lima persen per tahunnya.

Jokowi juga begitu masif dalam proyek hilirisasi, terutama di bidang nikel demi mewujudkan proyek kendaraan listrik. Kemudian, pembangunan infrastruktur sentral seperti bandara, jalan raya, hingga pelabuhan, jadi keunggulan Jokowi dan lainnya. Program bantuan sosial juga gencar diberikan demi bisa meringankan beban masyarakat Indonesia.

Tapi, dalam analisis Gordon, ada hal yang meresahkan di kalangan masyarakat ketika anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, digandeng oleh Prabowo Subianto pada Oktober 2023 lalu demi maju dalam Pilpres 2024.

Diksi "resah" dalam analisis Gordon didasari atas reaksi yang berkembang di masyarakat. Terutama, ketika ada putusan dari Mahkamah Konstitusi yang pada akhirnya melanggengkan jalan Gibran menjadi wakil Prabowo. Dengan kondisi ini, Gordon menilai ada jalan yang lebih lapang buat Prabowo menjadi Presiden.

"Meskipun ada alih-alih mengekang campur tangan secara terang-terangan yang didampingi oleh nepotisme, banyak pemilih yang malah menganggap kasus ini sebagai dukungan seorang petahana yang sangat populer terhadap Prabowo," tulis Gordon. 

Baca Juga: 5 Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Kamu dalam Mengambil Keputusan

2. Prabowo yang mau ubah citra, tapi gak bisa

foto Prabowo bersama Jokowi (Instagram.com/prabowo)

Pada dasarnya, Prabowo juga mencoba mengubah citranya dalam Pemilu 2024. Dengan gimik "Gemoy" yang sempat digaungkan pada awal pencalonannya, Prabowo dianggap bisa menggaet suara anak muda.

Terlebih, lebih dari setengah pemilih di Pemilu 2024 merupakan anak-anak muda yang tak tahu atau lupa terhadap keterkaitan Prabowo di 1998 silam.

Analisis Gordon menyatakan, anak-anak muda di Indonesia lebih terfokus pada isu ekonomi yang digaungkan Prabowo, melanjutkan proyek Jokowi pada masa pemerintahannya nanti.

"Lebih dari setengah pemilih Indonesia berada di bawah 40 tahun dan banyak pemilih terlalu muda untuk mengingat brutalitas Prabowo di era Suharto. Isu ekonomi, bukan HAM atau kebebasan individu, yang diperhatikan oleh responden survei," tulis Gordon.

3. Jokowi meninggalkan warisan demokrasi yang rapuh

Presiden Joko "Jokowi" Widodo usai menghadiri Harlah ke-78 Muslimat NU di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (20/1/2024). (IDN Times/Margith Juita Damanik)

Gordon menganalisis Jokowi meninggalkan warisan yang buruk terhadap demokrasi di Indonesia. Jokowi, disebut Gordon, membuat demokrasi di Indonesia menjadi rapuh pada masa akhir jabatannya.

Dalam tulisannya, Gordon menggambarkan ada pengkhianatan dari Jokowi, yang sempat dianggap Obama versi Asia, atas kondisi demokrasi di Indonesia. Bahkan, menurut Gordon, demokrasi di penghujung jabatan Jokowi sama rapuhnya ketika Suharto hendak lengser.

"Dia telah melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menandatangani UU yang mengekang kebebasan berpendapat, kriminalisasi seks bebas, memberikan ruang hingga kuasa bagi pemerintah melakukan persekusi kritik serta lawan. Dia telah mencabut perlindungan, dikritisi atas campur tangan urusan internal dari Partai Politik lawan dan memberi ruang ke militer dalam kehidupan bermasyarakat," tulis Gordon.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya