TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Karhutla Meluas, 12 LSM Kirimkan Surat Terbuka ke Presiden Jokowi

Ada 10 tuntutan kepada presiden

IDN Times/Aldzah Fatimah Aditya

Jakarta, IDN Times - Belasan LSM yang terdiri dari aliansi masyarakat adat, pegiat isu lingkungan, solidaritas perempuan hingga yayasan bantuan hukum mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo, terkait kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. 

Menurut Kepala Desk Politik WALHI Khalisa Khalid, surat tersebut sebagai bentuk desakan tertulis kepada Presiden Jokowi yang dinilai lamban dan tidak mengutamakan keselamatan korban karhutla.

"Dalam sepekan terakhir, kondisi di wilayah Kalimantan dan sebagian Sumatera menunjukkan situasi darurat asap," ujar Khalisa dalam konferensi pers di kantor WALHI Eksekutif Nasional, Jakarta, Senin (16/9).

Dalam surat terbuka tersebut, terdapat 10 poin penting. Apa saja tuntutan tersebut?

Baca Juga: Polri Tetapkan 218 Orang Jadi Tersangka Kebakaran Hutan 

1. Presiden diminta mengambil langkah tanggap darurat dan memenuhi hak dasar warga negara

Dok. BNPB

Tuntutan pertama, Presiden diminta segera mengambil langkah tanggap darurat dan memastikan semua layanan kesehatan bagi warga terdampak kabut asap, dengan menyediakan seluruh fasilitas kesehatan dan pelayanan psikis secara cepat dan gratis.

Selain itu, pemerintah juga harus menyediakan tempat-tempat pengungsian dengan kelengkapan kesehatan yang dibutuhkan, khususnya bagi kelompok rentan.

Kedua, Jokowi harus memastikan jaminan pemenuhan terhadap hak-hak dasar warga negara, sebagaimana yang termaktub dalam Konstitusi, khususnya Pasal 28A yang menyebutkan setiap orang berhak hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Pasal 28H juga menyatakan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, hingga berhak memperoleh layanan kesehatan.

"Melibatkan lembaga HAM negara (Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia) untuk memastikan pemenuhan hak-hak dasar warga negara terdampak," ujar Khalisa saat membacakan surat terbuka.

2. Presiden harus membantalkan peninjauan kembali (PK) dan berhenti menyalahkan masyarakat

Dok. IDN Times/Istimewa

Ketiga, Presiden harus segera membatalkan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara 3555 K/PDT/2018 yang diputuskan pada 16 Juli 2019, dan segera melaksanakan seluruh putusan MA tersebut.

Keempat, menghentikan pernyataan yang berisi tuduhan yang menyalahkan masyarakat adat atau masyarakat lokal atas kebakaran hutan, demi melindungi korporasi.

Sepanjang pekan ini, WALHI melihat pemerintah masih menyalahkan peladang setempat, meski dihadapkan pada fakta temuan lapangan bahwa titik api sebagian besar di kawasan konsesi. Termasuk, proses penegakan hukum yang sebagian besar berada di lahan korporasi--42 penyegelan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berada di konsesi, dari 47 penyegelan kasus karhutla.

"Membuka kepada publik lahan-lahan konsesi terbakar, beserta nama korporasi terkait sebagaimana putusan Mahkamah Agung atas gugatan citizen lawsuit, dan putusan MA atas gugatan informasi publik terhadap HGU (Hak Guna Usaha) sebagai informasi publik," ujar Khalisa.

3. Mengevaluasi kementerian atau lembaga terkait kebakaran hutan dan lahan, serta meninjau ulang izin korporasi

Dok. Dishut Kaltim

Tuntutan kelima, agar presiden melakukan evaluasi menyeluruh secara strategis, terhadap kementerian dan lembaga terkait, yang bisa dimintai pertanggungjawaban terkait penanganan karhutla, seperti Kementerian Lingkugan Hidup dan Kehutanan, Badan Restorasi Gambut (BRG), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara, dan Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), dan pemerintah daerah.

Kemudian, menghentikan lempar tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah, yang justru semakin memperburuk penanganan kabut asap dan karhutla.

Keenam, melakukan peninjauan ulang izin, audit lingkungan, dan pencabutan izin konsesi pada korporasi yang lahannya terbakar atau ditemukan titik panas.

Pemerintah juga harus segera mengeksekusi putusan-putusan terkait karhutla dan lahan gambut yang telah berkekuatan hukum tetap, secara akumulatif selama 2015-2018. Kemudian, melakukan peninjauan ulang menyeluruh dan pencabutan terhadap regulasi serta rancangan regulasi yang mengancam lingkungan hidup dan sumber kehidupan rakyat.

4. Presiden harus mengesahkan undang-undang masyarakat adat dan pemulihan lingkungan terdampak kebakaran hutan dan lahan

(Ilustrasi kabut asap) ANTARA FOTO/Feny Selly/pras

Ketujuh, presiden harus segera mengesahkan UU Masyarakat Adat yang memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak masyarakat adat, termasuk melindungi kearifan serta praktik-praktik pengelolaan sumber daya alam milik masyarakat adat.

Pengesahan ini juga bagian dari upaya menghentikan pelabelan negatif selama puluhan tahun hingga hari ini, dari negara terhadap masyarakat adat dalam setiap peristiwa karhutla.

Kedelapan, presiden juga harus segera melakukan pemulihan lingkungan hidup yang berkeadilan bagi masyarakat terdampak karhutla.

Baca Juga: Dampak Karhutla, Pencemaran Udara di Riau dan Kalteng Paling Berbahaya

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya