Permintaan Maaf Saja Tak Cukup, Pak Jokowi 

Jokowi disebut tak layak diberi maaf

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo menyampaikan permohonan maaf ke publik menjelang purna bakti pada Oktober 2024 mendatang. Permohonan maaf itu disampaikan Jokowi saat acara zikir dan doa kebangsaan dalam rangkaian Bulan Kemerdekaan menyambut HUT ke-79 RI di halaman Istana Merdeka, Jakarta.

Jokowi menyadari, tak dapat menyenangkan semua elemen masyarakat selama dua periode diberi amanah untuk memimpin Indonesia. 

"Di hari pertama bulan kemerdekaan, Agustus, dengan segenap kesungguhan dan kerendahan hati, izinkanlah saya dan Profesor KH Ma'ruf Amin, ingin memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala salah dan khilaf selama ini," ujar Jokowi.

Permohonan maaf itu lantas mendapatkan reaksi dari kalangan masyarakat. Banyak yang menyoroti bahwa permohonan maaf saja tak cukup karena banyak kebutuhan mendasar yang belum terpenuhi. 

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, menyatakan permintaan maaf dari pemerintah seringkali terlambat. 

Rukka menekankan yang paling penting bagi kepala negara adalah memastikan seluruh rakyat Indonesia, khususnya masyarakat adat, dapat menikmati hak-hak mereka yang diakui Undang-Undang Dasar 1945.

"Berdasarkan itu, AMAN sudah 10 tahun lebih memperjuangkan Undang-Undang Masyarakat Adat untuk bisa mengatasi persoalan-persoalan yang selama ini dihadapi oleh masyarakat adat," kata dia kepada IDN Times saat dihubungi, Sabtu (3/8/2024).

1. Janji Jokowi untuk masyarakat adat belum terpenuhi

Permintaan Maaf Saja Tak Cukup, Pak Jokowi Presiden Jokowi mengajak artis hingga influencer meresmikan jembatan Pulau Balang, Penajam Paser, Kalimantan Timur (dok. Sekretariat Presiden)

Rukka mengungkit janji-janji Jokowi sebelum menjadi Presiden, yakni untuk mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat, menyelesaikan masalah agraria, dan membentuk lembaga permanen independen untuk masyarakat adat. 

Hingga saat ini, kata Rukka, janji-janji tersebut belum terpenuhi. Implementasi putusan MK 35 juga tidak terlaksana dengan maksimal, hanya mengembalikan sekitar 250 ribu hektare hutan adat dari 20 juta hektare yang diserahkan ke pemerintah.

"Sejak 2015, beliau mengatakan membuat janji membuat satgas masyarakat adat, untuk memastikan ada sebuah badan yang membantu Presiden untuk melaksanakan janji nawacita kepada masyarakat adat. Tapi, sampai detik ini, satgas itu tidak ada juga," ujarnya.

2. Kekerasan terhadap masyarakat adat terus berlangsung

Permintaan Maaf Saja Tak Cukup, Pak Jokowi Masyarakat Pulau Rempang terus suarakan penolakan relokasi (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Rukka mengkritik di tengah ketiadaan Undang-Undang (UU) Masyarakat Adat, berbagai kebijakan yang merampas wilayah adat terus bermunculan.

"Revisi Undang-Undang Minerba, Undang-Undang Cilaka, muncul Bank Tanah, berbagai peraturan tentang karbon. Juga susah sekali memperoleh hutan adat itu. Kriminalisasi pun terus terjadi. Perampasan wilayah adat terus terjadi," ungkapnya.

Dia memaparkan, sekitar 8,7 juta hektare wilayah adat telah dirampas, termasuk untuk proyek strategis nasional (PSN) yang meningkatkan kekerasan terhadap masyarakat adat selama 10 tahun terakhir ini. Dia meragukan Jokowi tidak mengetahui hal itu.

"Kekerasan terhadap masyarakat adat justru meningkat di 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi," tutur dia.

Baca Juga: Komnas HAM: Maaf Jokowi Tak Otomatis Selesaikan Masalah HAM 

3. Tak otomatis selesaikan masalah HAM

Permintaan Maaf Saja Tak Cukup, Pak Jokowi Ibu Mikael Histon Sitanggang melapor ke Komnas HAM terkait dugaan penyiksaan prajurit TNI terhadap anaknya. (Dok LBH Medan)

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Abdul Haris Semendawai, menyatakan permintaan maaf Jokowi tidak otomatis menyelesaikan semua kesalahan HAM. Perlu ada perbaikan, menurutnya, misalkan ada kesalahan pada masa lalu agar tidak terulang.

Komnas HAM mencatat pelanggaran HAM di masyarakat, yang sampai saat ini belum semua terselesaikan. Pada 2022, Jokowi memang berkomitmen menyelesaikan kasus pelanggaran yang berat melalui mekanisme nonyudisial. Pada 2023, pemerintah mencoba melakukan pemulihan terhadap korban HAM berat.

"Tapi, di 2024 ini kan tidak ada lagi tindak lanjut atas pemulihan terhadap korban tersebut. Padahal, korban sangat menunggu," kata Semendawai. 

Baca Juga: Rocky Gerung: Jokowi Tidak Boleh Diberi Maaf

4. Jokowi tidak boleh diberi maaf

Permintaan Maaf Saja Tak Cukup, Pak Jokowi Presiden Joko Widodo (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Akademisi dan aktivis publik, Rocky Gerung, menilai Jokowi tidak pantas untuk diberi maaf dari rakyat Indonesia. Dia mengatakan, sebagai pejabat negara tidak bisa maaf begitu saja. 

Dia menegaskan, pejabat publik punya pertanggungjawaban kepada publik. Permintaan maaf juga seharusnya disampaikan secara detail, apa saja kesalahannya, tidak bisa tiba-tiba begitu saja meminta maaf.

"Kita tahu kegalauan dari Bapak Jokowi datang dari keinginan untuk mengakui. Tapi, dia tidak mau mengakui sepenuhnya kan. Kan, mestinya dia menerangkan 'saya gagal di bidang pertumbuhan ekonomi, saya curang kepada rakyat karena APBN saya siramkan ke IKN sehingga kemakmuran tidak terjadi'," ujarnya.

"Saya tidak berhasil menjaminkan negeri ini di politik internasional, karena saya tidak pernah datang ke dunia internasional diplomat. Dia perlu terangin di mana salahnya. Ini kan tiba-tiba minta maaf, sembilan tahun ngapain. Jadi, pertanggunjawaban publik yang diminta oleh netizen, warganegara," lanjutnya.

5. Pertumbuhan ekonomi mandek dalam rasio lima persen

Data menunjukkan perekonomian Indonesia di bawah kepemimpinan Jokowi tak begitu cemerlang. Bahkan, jauh dari target yang ditetapkan di masa kampanyenya. Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi masa pemerintahan Jokowi tertinggi menyentuh 5,31 persen pada 2022. 

Pada masa awal pemerintahan periode pertama, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2015 tumbuh 4,71 Persen. Kemudian, perlahan naik 4,73 persen pada triwulan III-2015, atau meningkat dibanding triwulan II-2015.Pada triwulan IV-2017, tumbuh lagi menjadi 5,19 Persen.

Lalu, pada periode pemerintahan kedua Jokowi, pertumbuhan ekonomi merangkak naik pada triwulan IV 2021, yakni 5,02 persen (year on year). Kemudian naik perlahan pada triwulan IV-2023 menjadi 5,04 persen (y-on-y).

Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut pertumbuhan ekonomi 5,31 persen pada 2022 merupakan yang tertinggi selama masa pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo.

"Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dari angka pre-COVID yaitu yang rata-rata sebesar lima persen sebelum pandemik, dan ini merupakan angka tertinggi sejak masa pemerintahan Bapak Presiden Joko Widodo," kata Airlangga dalam konferensi pers virtual, Senin, 6 Februari 2023.

Pada triwulan I 2024, ekonomi Indonesia mennurun, hanya mampu tumbuh sebesar 5,1 persen (yoy). Perkembangan terbaru, Jumat, 2 Agustus 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat menjadi 5 persen pada kuartal kedua. 

Perempuan yang akrab disapa Bu Ani itu menyebut perlambatan pertumbuhan ekonomi itu salah satunya akibat perkembangan geopolitik yang berdampak pada perekonomian dalam negeri.

6. Relawan sebut permintaan maaf Jokowi tulus

Permintaan Maaf Saja Tak Cukup, Pak Jokowi Presiden Jokowi saat menghadiri acara Rakernas Projo (dok. Istimewa)

Adapun, Bendahara Umum Projo, Panel Barus, menyebut permintaan maaf presiden dilakukan dengan tulus. Bagi Barus, permintaan maaf Jokowi adalah hal yang wajar. Tapi, patut dicatat jika Projo adalah organisasi yang loyal dengan Jokowi dan selalu mendukungnya.

"DPP Projo sekali lagi menyampaikan bahwa sebuah permintaan maaf yang tulus ya dari presiden dan wakil presiden di momentum yang baik adalah satu hal wajar, manusiawi, karena tidak ada yang sempurna ya," ujarnya.

Projo menyebut Jokowi dan Ma'rif Amin hanya manusia biasa. Sehingga kebijakan yang mereka buat tak bisa memuaskan seluruh masyarakat.

"Bagaimana pun Pak Jokowi, Pak Ma'ruf Amin adalah manusia yang mungkin dalam kepemimpinannya di periode kedua, ada banyak kebijakan yang tidak bisa menyenangkan semua pihak," ujar dia.

Menurut dia, permintaan maaf Jokowi itu tak perlu dipolitisasi. Ia mencontohkan ketika seseorang selesai membuat acara di rumah dan meminta maaf pada tamu.

"Anda kalau bikin acara di rumah, anda setelah selesai acara, anda bilang mohon maaf apabila penerimaan kami kurang baik, pelayanan kami kurang baik, itu biasa itu. Jadi tidak perlu satu permintaan maaf yang tulus itu kemudian dipolitisasi berlebihan, saya jadi bertanya kepada pihak yang merespons sebuah permintaan maaf itu, anda sehat atau tidak gitu," ujarnya.

Baca Juga: Masyarakat Adat ke Jokowi: Permintaan Maaf Saja Tidak Cukup

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya