Melalui WEI, Desy Putri Ajak Kita untuk Memahami Edukasi Seksualitas

Pahami tubuh sendiri, maka bisa menghargai tubuh orang lain

Jakarta, IDN Times - Di tengah era modern ini, satu topik yang semakin mendesak untuk diperbincangkan adalah edukasi seksualitas. Sayangnya, diskusi tentang edukasi seksual masih sering menjadi hal tabu dan dianggap gak wajar untuk dibicarakan. Padahal, edukasi seksualitas penting untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari stigma-stigma tertentu.

Kita bisa melihat, saat ini fenomena pelecehan dan kekerasan seksual juga masih sering terjadi. Itulah kenapa, sebenarnya edukasi terkait seksualitas memang penting untuk terus digaungkan. Khususnya bagi para generasi Z yang masih dalam perubahan hormonal.

Merespons hal tersebut, Desy Putri Ratnasari membangun sebuah komunitas bernama Womens Empowerment Indonesia (WEI) di Yogyakarta. Di komunitas ini, Desy mencoba memberikan edukasi tentang seksualitas dan ketubuhan. Ia ingin mengajak masyarakat untuk memahami tubuhnya sendiri, sehingga mereka bisa lebih menghargai tubuh orang lain juga.

Dalam wawancara langsung bersama IDN Times pada Senin (22/11/2023) secara daring, Desy menceritakan cerita dan perjalanannya selama membangun WEI dan menyebarkan edukasi seksualitas kepada anak muda. Yuk, simak di bawah ini!

1. WEI lahir atas dasar keresahan di lingkungan sekitar

Melalui WEI, Desy Putri Ajak Kita untuk Memahami Edukasi SeksualitasDesy Putri Ratnasari (dok. pribadi)

WEI dibentuk pada 1 Oktober 2021. Namun, akar ide dari WEI sendiri muncul pada tahun 2019. Saat itu, Desy tengah menjalankan studi S2-nya dan terpikirkan untuk membuat sebuah gerakan perempuan. Pada tahun tersebut, belum banyak isu terkait perempuan dan hubungannya dengan seksualitas.

"Waktu itu kan lagi COVID-19 ya, memang WEI lahir saat pandemik dan isu yang lagi banyak dibicarakan itu tentang Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU-TPKS). Teman-teman gerakan perempuan dan feminis sejak lama menggencarkan RUU tersebut untuk segera disahkan. WEI juga sebenarnya ikut andil di situ," tutur Desy.

Isu utama yang diangkat oleh WEI adalah terkait isu seksualitas (ketubuhan). Lalu, dari situ banyak isu turunan lainnya yang turut dibahas. Mulai dari kekerasan seksual (KS) hingga KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online). Awalnya, Desy membangun semuanya sendiri, mulai dari work-plan, desain, dan sebagainya. Namun, seiring perkembangan WEI, ia membangun tim dengan mengadakan open recruitment volunteer setiap 3 bulan.

2. Desy juga menjadikan WEI sebagai 'my coping mechanism'

Melalui WEI, Desy Putri Ajak Kita untuk Memahami Edukasi SeksualitasDesy Putri Ratnasari (dok. pribadi)

Secara garis besar, tema utama dari WEI adalah seksualitas. Desy mencoba mengajak kita untuk mengenal tubuh. Dengan mengenal tubuh sendiri, kita bisa menjaga diri sendiri dan menghargai tubuh orang lain. Kita juga bisa lebih aware terhadap isu kekerasan dan pelecehan seksual. Selain berangkat dari keresahannya, ternyata WEI ini juga menjadi coping mechanism oleh Desy sendiri sebagai ‘berobat jalannya’.

"Sebenernya setelah diluaskan gitu, WEI is my coping mechanism. Secara nafas gitu ya, bahwa WEI itu memang diriku di dunia maya. Sebagai coping mechanism, ini tubuhku di dunia maya. Jadi, bagaimana aku mendapatkan kekerasan seksual dan pelecehan seksual. Jadi, perjalanan itu ternyata yang membuat aku juga membawa WEI," katanya.

Bisa dikatakan, WEI juga menjadi bentuk release dari emosi yang sempat Desy rasakan. Terlebih, ia juga merupakan seorang penyintas KS. Ia menjadikan WEI sebagai media cerita dan ruang aman. Inilah yang menjadi salah satu fondasi dari terbentuknya Womens Empowerment Indonesia (WEI).

3. Ada banyak program yang disajikan, baik secara online maupun offline

Melalui WEI, Desy Putri Ajak Kita untuk Memahami Edukasi SeksualitasKegiatan Gender Camp oleh WEI (dok. pribadi)

WEI juga menghadirkan beragam program yang menarik. Ada program yang bentuknya online hingga offline. Untuk kegiatan online, bentuknya semacam webinar, talk show, dan campaign. Biasanya, di acara online, WEI akan open recruitment volunteer dan peminatnya selalu banyak.

"Jadi, kita ngambilnya itu momentum. Misalnya, momentumnya adalah 16 HAKTP (Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan). Jadi program-programnya itu campaign, terus ada Feminist Class," ucapnya.

Selain itu, ada juga program WEI yang dilangsungkan secara offline. Program ini menjadi agenda yang paling dinanti-nantikan, yaitu Gender Camp. Gender Camp sebagai kegiatan inklusif yang dilakukan selama 3 hari 2 malam. Selama 3 hari itu, WEI akan memberikan pelatihan terkait isu gender dan seksualitas. Menurut Desy, edukasi seksualitas memang harus diajarkan secara langsung karena akan sulit jika menggunakan media online.

"Untuk semua kegiatan WEI ini open for public dan free, untuk online ya. Nah, kalau untuk offline yang bentuknya open discussion, itu juga gratis. Kecuali yang camp 3 hari 2 malam, itu berbayar sekitar Rp250-300 ribu. Biaya ini juga untuk teman-teman peserta juga karena kan butuh tempat dan penginapan, dan karena juga belum pernah ada donor/funding untuk kegiatan camp rutinan kami," tambah Desy.

Baca Juga: Pesan Dirut AirAsia untuk Perempuan: Harus Cari Pasangan yang Suportif

4. Melalui WEI, Desy berharap lebih banyak orang yang aware terhadap isu seksualitas

Melalui WEI, Desy Putri Ajak Kita untuk Memahami Edukasi SeksualitasDesy Putri Ratnasari (dok. pribadi)

Desy sangat menyadari pentingnya edukasi seksualitas. Edukasi seksualitas biasanya akan berbicara soal ketubuhan. Menurutnya, penting untuk kita mengenal dan memahami tubuh sendiri. Dengan begitu, kita juga nantinya akan lebih menghargai tubuh orang lain.

"Aku berharap sih simpel ya. Teman-teman, apa pun gendernya, aku gak ngomong soal perempuan aja. Karena ngomongin gender itu kan fluid ya, banyak. Aku ngomong bahwa siapa pun individunya itu bisa ngerti soal tubuhnya. Dia ngerti tubuhnya, dia bisa menghormati tubuhnya. Sebenarnya, kalau dia bisa menghormati tubuhnya, aku rasa dia akan menghormati tubuh orang lain," jelasnya.

Desy menambahkan, bukan hanya berbicara soal isu seksual seperti pelecehan atau kekerasan seksual. Namun, ini juga bisa berhubungan ke isu lainnya, seperti body shaming dan sebagainya. Jika kita sudah paham tubuh sendiri, maka kecil kemungkinan untuk mencela tubuh orang lain. Gak akan ada lagi pertanyaan seperti "kok gemukan? kok sekarang pakai jilbab?" dan lain sebagainya.

Jadi, itulah yang berusaha di-highlight oleh Desy. Penting bagi kita untuk mempelajari seksualitas atau ketubuhan. Ini juga menjadikan kita lebih aware terhadap isu kekerasan seksual. Bisa dikatakan, seksualitas menjadi akar dari semuanya.

5. Ada lima jenis ketidakadilan gender yang sering terjadi di lapisan masyarakat

Melalui WEI, Desy Putri Ajak Kita untuk Memahami Edukasi Seksualitasilustrasi gender (pexels.com/magda-ehlers)

Secara umum, ada 5 bentuk ketidakadilan gender yang perlu kita ketahui. Pertama adalah subordinasi, kedua stereotip, ketiga double burden (beban ganda), keempat marginalisasi, dan kelima kekerasan. Selain terkait seksualitas, lima isu itu juga mencoba ditekankan oleh WEI.

"Misalnya, perempuan jangan berpendidikan tinggi, itu masuk ke subordinasi. Atau bisa juga masuk ke marginalisasi. Subordinasi bahwa melihat seseorang itu di bawah melihat gender lain itu rendah dibanding dirinya. Marginalisasi itu adalah ada proses peminggiran suatu kelompok karena berbeda dengan kelompok lainnya yang dianggap super/mayoritas," tuturnya.

Desy juga menekankan, ketika berbicara terkait ketidakadilan gender, ini gak hanya tentang laki-laki kepada perempuan saja. Namun, bisa juga perempuan kepada laki-laki atau justru perempuan ke perempuan sendiri. Itulah kenapa, di WEI, Desy mencoba merangkul semua gender. WEI selalu berusaha menjadi ruang aman untuk semua gender.

6. Pesan Desy untuk perempuan: jadilah liar!

Melalui WEI, Desy Putri Ajak Kita untuk Memahami Edukasi SeksualitasDesy Putri Ratnasari (dok. pribadi)

Bagi seorang perempuan, mungkin sudah sering merasakan adanya stigma atau batasan tertentu. Begitu juga yang dirasakan oleh Desy sebagai seorang perempuan. Menurut Desy, penting untuk perempuan agar menjadi 'liar'.

"Kalau dulu, konsep kita sebagai perempuan tuh harus lemah lembut, harus anggun, harus di rumah aja, jangan jauh-jauh dari orangtua, dan sebagainya. Value-ku untuk teman-teman perempuan, jadilah liar, go wild," tegasnya

Maksud jadi liar dan terus eksplorasi diri adalah jangan takut untuk mengeksplorasi banyak hal. Mulai dari eksplorasi diri sendiri, eksplorasi sekitar, kesukaan, dan sebagainya. Dengan begitu, kita akan tahu diri sendiri. Kita juga akan semakin paham terhadap diri sendiri. Dari situ, tentunya kita akan semakin paham mengenai apa yang baik dan buruk untuk diri kita.

Kisah Desy dalam membangun dan membesarkan WEI bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita. Dari apa yang Desy lakukan, kita bisa tahu bahwa ternyata edukasi seksualitas memang krusial. Jika kamu tertarik untuk mendalami isu seksualitas, kamu bisa mengunjungi akun Instagram @womensempowerment.id. Kamu juga bisa mengikuti berbagai program-programnya yang menarik.

Baca Juga: Independent Women Versi Yenny Wahid, Dirut AirAsia, dan Bos Plataran

Topik:

  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya