TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengupas Sejarah Kebaya Janggan yang Dipakai Dasiyah di Gadis Kretek

Busana ini telah ada sejak abad ke-19

Gadis Kretek (dok. BASE Entertainment / Gadis Kretek)

Gadis Kretek menjadi web series yang fenomenal saat ini sebab sukses menampilkan kisah cinta yang pelik dengan latar sejarah Indonesia nan kental. Serial ini juga berhasil merepresentasikan sejarah Indonesia melalui wastra dan aksesori yang dikenakan pemainnya. 

Dasiyah atau Jeng Yah, karakter utama yang diperankan Dian Sastrowardoyo, tampil dengan busana tradisional kebaya berwarna hitam dengan model yang begitu khas. Baju etnik yang dinilai mirip dengan beskap ataupun surjan ini, ternyata memiliki nilai sejarah yang mendalam. 

Dalam artikel ini, akan dibahas secara lebih detail terkait Kebaya Janggan yang dikenakan Jeng Yah dalam serial tersebut. Sebagaimana diterangkan oleh dosen, peneliti, sekaligus stylist Rumi Siddharta dalam akun Instagram pribadinya. 

1. Kebaya Janggan dikenakan oleh kalangan Jawa elit hasil akulturasi budaya Eropa

kebaya Dian Sastrowardoyo di serial Gadis Kretek (instagram.com/therealdisastr)

Jeng Yah banyak mengenakan kebaya berwarna hitam dengan kerah tinggi dan kancing menyamping ke kiri. Modelnya mirip dengan beskap pria. Busana ini mungkin terkesan masih asing bagi masyarakat Indonesia karena berdasarkan sejarahnya, pakaian tradisional ini setidaknya eksis di awal abad ke-19. 

Busana tradisional tersebut bernama kebaya Janggan yang berasal dari Bahasa Jawa Krama 'Jonggo' yang artinya leher. Kebaya Janggan biasanya ditemui di lingkungan Keraton Yogyakarta maupun Surakarta dengan sebutan 'Rasukan Janggan'. 

Kebaya tradisional itu menyerupai model seragam kemiliteran Eropa pada era tersebut dan menjadi salah satu hasil akulturasi budaya di Jawa. Pada periode-periode berikutnya, kebaya Janggan dipakai oleh masyarakat Jawa elit.

Dalam buku 'The History of Java', terdapat gambaran perempuan yang tengah mengenakan kebaya Janggan. Ia menggunakan kebaya Janggan hitam polos dengan selendang dan kain sarung sebagai bawahan. Visualisasi tersebut memperlihatkan kuatnya pengaruh suit atau setelan Eropa dengan busana berpotongan kotak dan kerah tinggi.

2. Busana tradisional ini terinspirasi dari Jayengsekar atau pasukan kepolisian khusus di masa lampau

cuplikan Gadis Kretek (dok. Netflix/Gadis Kretek)

Dalam sejarahnya, kebaya Janggan kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa elemen busana dan budaya di masa lampau. Pertama, bisa terpengaruh oleh seragam pasukan Jayengsekar. Kedua, dapat dipengaruhi oleh Hanfu, yakni busana tradisional bangsa Han Tionghoa dari Tiongkok. 

Pasukan Jayengsekar merupakan kelompok pemuda yang dibentuk oleh Gubernur Jenderal Belanda Daendels pada masa pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan, tepatnya pada 5 Januari 1808. Kelompok pemuda dari kalangan elit Jawa yang terpilih menjadi pasukan Jayengsekar, kemudian dijadikan unit pasukan kepolisian khusus. 

Anggota Jayengsekar kemudian mendapat hak istimewa untuk mengenakan seragam militer ala Eropa. Busana yang dikenakannya adalah seragam biru dengan jas tertutup yang memiliki kerah tinggi serta kancing di bagian leher.

Kemungkinan para garwa padmi atau istri utama serta garwa ampil atau selir melihat model seragam tersebut. Pihak istri kemudian terinspirasi untuk membuat busana dengan model dan potongan yang lebih feminin. 

3. Kebaya Janggan juga dipengaruhi oleh Hanfu atau busana tradisional yang berasal dari Tiongkok

Ilustrasi busana Hanfu. (tionghoa.org)

Kemungkinan lain, Kebaya Janggan turut dipengaruhi oleh Hanfu era Dinasti Ming, yakni pakaian tradisional suku Han yang berasal dari Tiongkok. Kaum pria dan perempuan di Tiongkok, pada pertengahan abad ke-16, banyak menggunakan pakaian berkerah tinggi yang disebut Shuling Dajin.

Shuling Dajin dapat digunakan secara langsung atau dilapisi dengan elemen pakaian lain seperti luaran panjang yang disebut Pifeng. Hingga saat ini, Shuling Dajin masih memiliki pengaruh pada sejumlah pakaian di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Baju tradisional Indonesia banyak menerapkan elemen atau detail busana Tiongkok. Misalnya kebaya encim dan baju koko sehingga tidak mengherankan apabila kebaya Janggan turut terinspirasi dari Shuling Dajin.

Terdapat perbedaan yang eksplisit pada Shuling Dajin dan Kebaya Janggan. Jika kebaya Janggan menutup ke sebelah kiri, sementara Hanfu menutup ke arah kanan. 

4. Kebaya Janggan juga dipakai di lingkungan Keraton Yogyakarta dan Surakarta untuk abdi dalam maupun keluarga kerajaan

ilustrasi Abdi Dalem estri mengenakan pakaian adat dengan samir (facebook.com/Kraton Jogja)

Kebaya Janggan telah banyak digunakan pada pertengahan abad ke-19 di lingkungan Keraton Yogyakarta dan Surakarta. Busana ini digunakan oleh sentono dalem atau keluarga kerajaan, priyantun atau aristokrat, dan abdi dalem atau para abdi istana dengan makna yang berbeda. 

Bagi Abdi Dalem Estri atau abdi dalem perempuan, kebaya Janggan digunakan untuk seragam kerja ataupun acara khusus dengan tambahan samir di leher. Kebaya Janggan hitam yang dikenakan oleh abdi dalam perempuan menjadi seragam resmi untuk upacara tertentu dan menunjukkan simbol status bagi pemakainya.

Sementara untuk keluarga kerajaan, dipakai sebagai pakaian bepergian sebab modelnya dinilai santun. Kebaya Janggan sebagai pakaian bepergian, biasanya ditambahkan dengan mantel dan topi ala Eropa, serta digunakan oleh anggota kerajaan yang belum menikah. 

Baca Juga: 14 Ragam Kebaya di Serial Gadis Kretek, Dian Sastro Mencuri Atensi!

5. Pada perkembanganya, kebaya Janggan mulai mendapatkan pengaruh dna penyesuaian budaya Tionghoa

Busana Peki Hoa Kun. (cihc.nl)

Kebaya Janggan terus mendapatkan pengaruh dari budaya peranakan Tionghoa berupa Baju Peki Hoa Kun. Pakaian ini mengalami transisi dari era Dinasti Qing ke arah pakaian Cheongsam dengan ciri khas seperti potongan yang mengikuti bentuk tubuh, kerahnya lebih rendah, dan materialnya lebih jatuh serta berwarna-warni. 

Pada akhir abad ke-19, kebaya Janggan yang dikenakan sentono dalem juga semakin berkembang. Mulai dari bahan, corak, hingga warna busana. Pada perkembangannya, kebaya Janggan mirip dengan model baju Peki Hoa Kun dengan mempertahankan kerah seragam militer Eropa ataupun kerah era Dinasti Ming. 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya