TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Apa Hukum Suami Tak Menafkahi Istri Selama Sebulan? Ini Penjelasannya!

Ketahui dalil dan hukumnya!

Ilustrasi menikah. (pixabay.com/OlcayErtem)

Intinya Sih...

  • Menafkahi istri adalah kewajiban suami, terbagi dalam nafkah batiniah dan lahiriah.
  • Kewajiban suami menafkahi istri dijelaskan dalam Al-Qur'an dan hadis, serta perlu memperhatikan kesanggupannya.
  • Jika suami tidak mampu memberi nafkah minimal, istri bisa membantu atau melakukan fasakh nikah.

Menafkahi istri merupakan salah satu kewajiban yang perlu dipenuhi oleh seorang suami. Nafkah suami terhadap istri pun terbagi dua, yakni nafkah batiniah dan nafkah lahiriah. Dalam hal ini, nafkah lahiriah berarti bahwa suami diwajibkan memberi nafkah berupa biaya untuk mengurus rumah tangga, pakaian istri, tempat tinggal, dan lain-lain.

Namun, terkadang suami mungkin tidak mampu untuk memberikan nafkah lahir kepada sang istri karena satu dan lain hal. Lalu, bagaimana hukum Islam yang mengatur hal tersebut? Berikut penjelasannya.

1. Dalil suami yang wajib menafkahi istri

Ilustrasi pasangan bahas tujuan jangka panjang (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Sebelumnya, perlu diketahui terlebih dahulu kewajiban suami untuk menafkahi istri. Dilansir laman Nahdlatul Ulama (NU), Ibnu Qasim al-Ghazi dalam Fathul Qarib menjelaskan melalui dalilnya, yakni:

“Nafkah untuk seorang istri yang telah memasrahkan dirinya hukumnya wajib bagi seorang suami.” (Ibnu Qasim al-Ghazi, Fathul Qarib, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 2005], jilid I, hal. 261)

Dari hadis di atas, disimpulkan oleh para ahli fikih bahwa suami berkewajiban untuk menafkahi istri setelah seorang keduanya sah dalam pernikahan. Adapun kewajiban suami untuk menafkahi istri juga dijelaskan di dalam Al-Qur’an.

Dilansir Mahkamah Agung Republik Indonesia, surat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan mengenai pentingnya suami menafkahi istri terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 233. Berikut bunyinya:

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya." (QS. Al-Baqarah : 233)

Dari ayat di atas, disimpulkan bahwa ayah si anak diwajibkan memberi nafkah dan pakaian untuk ibu dari anaknya dengan cara yang ma’ruf (baik). Sementara, kewajiban memberi nafkah ini juga perlu memperhatikan kesanggupan sang suami. Namun, bagaimana jika sang ayah atau suami tidak sanggup memberi nafkah kepada keluarganya selama satu bulan?

2. Diperbolehkannya istri membantu suami dalam mendukung finansial

ilustrasi pasangan (pexels.com/cottonbro studio)

Tentunya, dalam pernikahan, suami tidak selalu memiliki rezeki yang lancar. Dengan kondisi yang tidak mendukung, seorang suami bisa saja sulit dalam mencari kerja dan tidak dapat menafkahi istri atau keluarganya.

Dilansir laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), jika hal ini terjadi dan suami sudah berusaha, dalam syara’ atau tuntutan dari Allah, si suami tetap diwajibkan untuk memberikan nafkah minimal yang dapat mencukupkan sandang, pangan, dan papan istri dengan standar orang susah di daerah tempat mereka tinggal.

Untuk membantu sang suami dan keluarganya, istri juga dapat menggunakan uangnya sendiri terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan atau meminjam uang kepada tetangga maupun kerabat.  

3. Istri diperbolehkan melakukan fasakh nikah

Ilustrasi pikirkan jangka panjang pernikahan (pexels.com/Monstera Production)

Sementara itu, jika sang istri telah mencoba bebragai usaha untuk mendukung kondisi finansial, tanggungan yang didapat kemudian bisa dilimpahkan kepada suami sebagai kepala keluarga. Berikut dalil dari Ibnu Qasim al-Ghazi mengenai hal ini:

“Jika suami tidak mampu memberi nafkah kepada istri, maksudnya nafkah di hari esok, maka istri hendaknya bersabar atas ketidakmampuan suami dan menafkahi dirinya dari hartanya sendiri atau berutang, sedangkan status harta tersebut menjadi utang bagi si suami.” (Ibnu Qasim al-Ghazi, Fathul Qarib, jilid I halaman 263)

Dengan demikian, jika suami menggunakan uang istri untuk mencukupi kebutuhan, harta istri yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga statusnya akan menjadi utang bagi suami. Adapun jika sang istri rida dan merelakan harta tersebut, maka hilanglah kewajiban suami untuk menggantinya.

Baca Juga: Alyssa Soebandono dan Suami Hadirkan Skincare Baru untuk Bumil

4. Hukum istri yang tidak dinafkahi suami jika ekonomi sulit

Ilustrasi pernikahan (pexels.com/Trung Nguyen)

Jika dilihat berdasarkan tinjauan fiqih, jika kondisi si suami bahkan tidak mampu memberi nafkah minimal kepada istrinya, istri berhak untuk mengajukan fasakh nikah. Fasakh nikah merupakan pembatalan perkawinan, sehingga status suami istri di antara mereka tidak berlanjut sejak dijatuhkan fasakh nikah oleh hakim.  

Fasakh adalah pembatalan perkawinan karena sebab yang tidak memungkinkan perkawinan diteruskan atau karena cacat atau penyakit yang terjadi pasca akad dan mengakibatkan tujuan atau arti pernikahan tidak tercapai. Hal ini pun dijelaskan oleh Iman an-Nawawi, yakni:

“Apabila suami kesulitan memberi nafkah sesuai standar mu’sir (orang susah/miskin dengan kewajiban memberi 1.6 kilogram makanan pokok perhari) maka istri boleh melakukan fasakh nikah.” (An-Nawawi, al-Majmu’, jilid XVIII, hal. 267)

Lalu, jika si suami kemudian tidak mampu memberi nafkah karena sakit, maka si istri perlu melihat kondisi sang suami. Apabila sakitnya dapat sembuh sehari dua hari, maka sang istri tidak berhak fasakh. Namun jika sakitnya tidak dapat disembuhkan, istri berhak untuk melakukan fasakh nikah.  

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya