TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Pola Pikir Keliru yang Bersifat Destruktif dalam Hubungan

Malah jadi bumerang buat diri sendiri

ilustrasi pasangan (pexels.com/Timur Weber)

Asumsi kita berperan dalam menentukan bagaimana sebuah hubungan terbentuk. Asumsi yang salah akan membentuk ekspetasi yang salah pula. Hubungan jadi terasa berat karena banyak drama yang gak perlu. Seringnya, kamu atau pasangan merasa kecewa dan tidak puas.

Karena itu, penting untuk terus jaga dan evaluasi prinsip dan persepsimu tentang hubungan. Jangan mau termakan ekspetasi dari media sosial. Sama-sama kita evaluasi, pola pikir apa saja, sih, yang berbahaya bagi relasi. Simak lengkapnya di bawah.

Baca Juga: 4 Ciri-Ciri Hubungan LDR yang Bisa Sampai Menikah, Kamu Termasuk?

1. Kebahagiaan pasangan adalah tanggung jawabku

ilustrasi sedang mengobrol (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Menjalin hubungan yang serius dengan seseorang atas dasar cinta pasti membuat kita ingin melakukan apa pun untuk melihatnya bahagia. Akhirnya, kamu langsung berasumsi bahwa kebahagiaan dan perasaan doi adalah tanggung jawabmu. Ketika mereka sedang tidak baik-baik saja, kamu langsung menyalahkan diri sendiri.

Pola pikir seperti ini awalnya terlihat baik, tapi coba pikirkan, apa perasaan orang ada dalam kendalimu? Tentu tidak. Kamu bisa melakukan bagianmu—memberi empati, kebaikan hati, perhatian, dukungan—tapi ia masih tetap merasa tidak bahagia. Tidak perlu menyalahkan diri sendiri berlebihan.

2. Pasanganku harus selalu berhasil membuatku merasa lebih baik

ilustrasi pasangan (pexels.com/SHVETS production)

Pola pikir seperti ini bisa menjadi alasan untuk seseorang memproyeksikan insecurities dalam hubungan. Yang ada, hubungan jadi terasa toksik.

Bukan tanggung jawab pasanganmu untuk membuatmu merasa percaya diri. Justru adalah tugasmu untuk berdamai dengan setiap kekurangan dan masa lalumu, agar kamu tak perlu menggantungkan keberhargaan diri pada orang lain.

Baca Juga: 5 Tanda Pasangan Merasa Kesepian dan Tak Bahagia dalam Hubungan

3. Hubungan bahagia pasti tidak terlibat konflik apa pun

ilustrasi pasangan (pexels.com/Samson Katt)

Salah satu pola pikir pembunuh relasi ialah keinginan untuk selalu ada di fase “jatuh cinta dan bahagia”. Padahal, hubungan yang sehat pasti akan melibatkan konflik dan gesekan pendapat.

Justru bahaya hubungan tanpa masalah. Berarti kamu dan pasangan selalu memendam-mendam perasaan tanpa mau berterus terang. Bukan hanya cinta, komitmen pun penting untuk membangun relasi. Agar saat masa-masa penuh konflik dan tantangan datang, kamu dan pasangan bisa mencari jalan keluar dengan tidak memilih untuk menyerah.

4. Seharusnya tidak sesulit itu untuk membangun hubungan

ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock Project)

Eits, siapa bilang? Mungkin awal ketika kalian baru menjalin komitmen masih terasa menyenangkan dan penuh taburan cinta. Tapi, untuk membangun komitmen jangka panjang, kamu dan doi pasti akan masuk dalam serangkaian proses yang juga tidak mudah.

Membangun hubungan pun perlu effort yang dibangun secara sengaja. Karena setiap orang tentu punya kepribadian dan latar belakang yang berbeda. Kamu tidak bisa selalu mengharapkan doi untuk memenuhi seluruh ekspetasimu, demikian pula dengan pasanganmu.

Verified Writer

Caroline Graciela Harmanto

sedang mengetik ...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya