5 Batas Sehat Pengorbanan Diri, Ukur Risiko sebelum Bertindak

Berkorban terus juga capek dan merugikan diri

Hidup merupakan perjuangan. Di setiap perjuangan pasti juga ada pengorbanan. Keduanya tak terpisahkan. Dalam banyak waktu kamu berjuang dan berkorban demi tercapainya cita-cita pribadi. Seperti dirimu mengorbankan waktu bermain dan bersantai buat lebih banyak belajar serta bekerja keras untuk masa depan yang lebih baik.

Namun, terkadang kamu juga perlu berkorban untuk kepentingan bersama yang lebih besar. Bahkan dapat pula pengorbanan ditujukan spesial buat seseorang, misalnya pasanganmu. Kalau dirimu tidak mau berkorban guna keperluan apa pun, kamu juga gak akan mendapatkan apa-apa. Selain itu, orang-orang menjadi kurang menyukaimu yang terkesan egois.

Akan tetapi, semangat berkorban yang gak diimbangi dengan kemampuan berpikir panjang juga buruk. Pengorbanan diri yang seharusnya merupakan tindakan heroik dan positif, malah dapat berubah menjadi gak sehat bahkan membahayakan keselamatanmu. Kesiapanmu untuk berkorban dalam hal apa pun harus mengikuti batasan sebagai berikut.

1. Jangan sampai membahayakan diri

5 Batas Sehat Pengorbanan Diri, Ukur Risiko sebelum Bertindakilustrasi seorang perempuan (pexels.com/Hom Nay Chup Gi)

Ketika kamu hendak berkorban buat apa pun atau siapa pun, prioritaskan dulu keselamatanmu. Jangan berkorban dengan asal nekat. Kalau dirimu telanjur celaka, situasinya akan bertambah sulit. Contohnya, dalam peristiwa ada anak tenggelam di kolam renang. Sekalipun kolamnya tidak terlalu dalam, bila kamu gak bisa berenang tentu berbahaya sekali untuk keselamatanmu.

Daripada dirimu langsung menceburkan diri ke kolam dan berusaha menolong anak itu, lebih baik memanggil bantuan. Kamu dapat berteriak agar orang-orang di sekitar mendengarnya. Siapa yang dapat berenang biar melakukan penyelamatan di dalam kolam. Keinginan buat menolong saja belum cukup untukmu melakukan pengorbanan.

Pengorbananmu mesti terukur supaya keselamatan diri tetap terjaga. Ketahui kemampuanmu dalam segala situasi. Berkorbanlah sebatas buat hal-hal yang masih dapat kamu lakukan dengan cukup mudah. Berkorban bukan berarti dirimu harus mengorbankan diri sampai tidak selamat pun tak apa-apa. Kamu masih dapat mengusahakan sesuatu tanpa mencelakakan diri. Tak perlu menantang bahaya yang mungkin saja lebih buruk daripada bayanganmu.

Baca Juga: 5 Kanal YouTobe Terpopuler untuk Belajar Tes SKD CPNS, Mudah Dipahami!

2. Yakin ada hasil yang sepadan untuk pengorbanan tersebut

5 Batas Sehat Pengorbanan Diri, Ukur Risiko sebelum Bertindakilustrasi seorang pria (pexels.com/cottonbro studio)

Berkorban bukan tindakan yang gampang. Ini sebabnya tidak semua orang mau berkorban sekalipun mereka memiliki kemampuan yang lebih besar. Dengan pengorbanan yang sebesar ini, telah sewajarnya kamu mendapatkan hasil yang sepadan. Bahkan sebisa mungkin satu pengorbanan memberimu manfaat yang berlipat.

Hasil ini jangan selalu diartikan sebagai keuntungan materi untuk diri sendiri. Hasil dari pengorbanan bisa bermacam-macam termasuk terciptanya kembali perdamaian di antara dua pihak yang berkonflik. Dirimu mau mengorbankan waktu, pikiran, serta tenaga buat menjadi penengah di antara mereka. Ini sempat membuatmu dicurigai serta dikira membela salah satu pihak. Tapi saat konflik dapat diakhiri, baik kamu maupun dua pihak yang selama ini bertikai menjadi sama bahagianya.

Kalau ada hasil yang seimbang buat setiap pengorbanamu, ini artinya apa yang dikorbankan tidak sia-sia. Bagaimanapun juga, kesediaanmu untuk berkorban bakal melemah seandainya tak pernah ada hasil yang menggembirakan. Kamu akan menyerupai orang yang terus bekerja tanpa memperoleh waktu untuk mengisi ulang energi. Lama-lama tenagamu habis dan dirimu mulai bersikap masa bodoh pada segala hal yang memerlukan kesediaanmu untuk berkorban.

3. Gak dilakukan terus-menerus

5 Batas Sehat Pengorbanan Diri, Ukur Risiko sebelum Bertindakilustrasi seorang pria (pexels.com/Tony Schnagl)

Lelah dalam berkorban juga wajar dirasakan apabila kamu melakukan pengorbanan dalam jangka waktu yang panjang. Idealnya ada saatnya kamu berkorban, menikmati hasil pengorbanan, dan gak perlu berkorban buat siapa-siapa. Ketiga hal tersebut harus cukup seimbang agar dirimu tak merasa capek berkorban.

Tapi jika dalam hubungan misalnya, kamu terus yang mesti berkorban buat pasangan, relasi begini menjadi memberatkanmu. Kamu gak cuma berkoban materi, impian, dan waktu melainkan juga perasaan. Pengorbanan yang berlebihan sama dengan merampas hak-hakmu. Namun, ingat bahwa pengorbanan yang seolah-olah tanpa akhir juga bisa disebabkan oleh kesalahanmu sendiri.

Dirimu terlalu mengabdikan diri untuk sesuatu atau seseorang. Sampai kamu seakan-akan siap melakukan apa saja buatnya. Bahkan ketika sesungguhnya dirimu gak perlu mengorbankan apa-apa, kamu sudah menempatkan diri di posisi ingin berkorban. Tak usah lagi melakukannya sepanjang masa agar ketika situasi benar-benar memerlukan pengorbananmu, kamu lebih siap.

4. Orang-orang di sekitar tidak cukup menghargai pengorbananmu

5 Batas Sehat Pengorbanan Diri, Ukur Risiko sebelum Bertindakilustrasi seorang pria (pexels.com/Ahmed Abdelhalem)

Buat apa kamu berkorban untuk orang-orang yang telah lebih dari sekali tak mengapresiasi usahamu? Malah mereka dapat mengejek pengorbananmu seolah-olah mereka pasti bisa melakukannya dengan lebih baik. Ini bukan soal ikhlas atau tidak ikhlas. 

Seikhlas apa pun hatimu, tiadanya sedikit saja rasa respek dari orang-orang yang diuntungkan dengan pengorbanan itu tentu membuatmu kesal. Orang-orang begini perlu sedikit diberi pelajaran. Berhentilah berkorban untuk mereka dan lihat kekisruhan yang terjadi. Mereka yang mendadak kehilangan sosok yang selama ini bersedia berkorban bakal lebih menyadari kebaikanmu.

Pengorbananmu tidak boleh dianggap gak penting justru oleh orang-orang yang secara langsung maupun gak telah diuntungkan. Kesejahteraan dirimu juga perlu dipikirkan. Bila sekelompok orang tak mampu menghargai pengorbananmu lebih baik kamu menjauhi mereka. Kamu dapat lebih fokus memikirkan hidupmu atau berkorban di komunitas yang lebih tepat.

5. Berangkat dari kesadaran dan kesiapan diri, bukan paksaan

5 Batas Sehat Pengorbanan Diri, Ukur Risiko sebelum Bertindakilustrasi seorang pria (pexels.com/MART PRODUCTION)

Tanpa paksaan saja, berkorban sudah kurang menyenangkan. Pasalnya, berkorban berarti ada hal-hal yang kamu berikan pada orang lain. Wujudnya bisa segala bentuk materi, waktu, pikiran, atau sebagian dari kebebasanmu. Kalau pengorbanan itu hanya dilakukan karena tekanan pihak luar, berat sekali untukmu menjalankannya.

Pun pemaksaan bisa berarti kamu sebetulnya tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu. Tapi karena dirimu gak bisa menolak, kamu nekat saja mengerjakannya. Hasilnya dapat dipastikan menjadi tak baik apalagi sesuai dengan harapan. Masalahnya, bisakah kamu menghadapi desakan sejumlah orang agar mau berkorban?

Inilah waktunya untuk menunjukkan ketegasanmu. Katakan pada mereka apa yang dapat atau tidak dapat kamu lakukan. Pun meski terkadang kesadaran untuk berkorban perlu sedikit dipancing oleh orang lain, bukan berarti kamu boleh membiarkan siapa pun memaksamu. Jika dirimu merasa pengorbanan itu cenderung merugikanmu, tugas utamamu adalah melindungi dulu hak-hakmu.

Pengorbanan diri bisa baik atau buruk tergantung apa yang dikorbankan dan tujuannya, kemampuanmu yang sesungguhnya, respons orang lain, dan dampaknya pada diri sendiri serta orang-orang. Hindari pengorbanan diri yang gak sehat. Kesediaan untuk berkorban tidak perlu sampai bikin kamu merasa bersalah saat memikirkan kebaikan buat diri sendiri.

Baca Juga: 5 Aturan Gak Tertulis Bangun Boundaries Bareng Pasangan

Marliana Kuswanti Photo Verified Writer Marliana Kuswanti

Penulis fiksi maupun nonfiksi. Lebih suka menjadi pengamat dan pendengar. Semoga apa-apa yang ditulis bisa memberi manfaat untuk pembaca. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya