5 Alasan Menolak Gagasan Work Life Balance meski Bukan Workaholic

Jangan-jangan cuma kemalasan terselubung

Work life balance atau keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi sekarang menjadi fokus banyak orang. Terutama anak muda yang tidak mau waktu dan energinya habis hanya untuk bekerja.

Menjaga keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi akan membantu meningkatkan kualitas hidup mereka, memelihara hubungan dengan orang-orang terdekat, dan mencegah burnout.

Namun, tidak semua orang menyukai gagasan untuk mencapai work life balance. Bahkan gagasan ini dapat disikapi dengan sinis terutama oleh generasi senior yang sudah bekerja selama puluhan tahun. Beberapa anak muda juga sama, tidak menyukai konsep ini dan menghindarinya meski tak semuanya workaholic.

Sama seperti orang-orang punya alasan untuk mengejar keseimbangan hidup versi mereka, orang yang menolak juga punya dasar pemikirannya sendiri. Sesuatu yang baik bagi orang lain belum tentu berlaku untuknya. Mereka yang enggan ikut-ikutan mengejar work life balance mungkin punya lima alasan berikut ini.

1. Tanpa kerja ekstra sulit untuk hidup sejahtera di zaman sekarang

5 Alasan Menolak Gagasan Work Life Balance meski Bukan Workaholicilustrasi bekerja (pexels.com/frank minjarez)

Hitung-hitungan antara biaya hidup layak dengan pendapatan menjadi alasan utama mereka berpikir work life balance hanyalah omong kosong. Kerja secukupnya dan selebihnya untuk kehidupan pribadi dirasa terlalu sulit diterapkan saat ini. Segala-galanya butuh uang dan bekerja sekadarnya tak lagi memberi mereka penghasilan yang cukup.

Mereka yang tidak mewarisi kekayaan dari orangtua dan menanggung banyak beban tak punya pilihan selain bekerja sekeras mungkin. Kalau gak begitu, kebutuhan-kebutuhan akan sulit dipenuhi. Work life balance menjadi konsep yang tidak masuk akal untuk mereka. Hidup makin keras, bekerja pun mestinya mengimbanginya. 

Keseimbangan antara pekerjaan dengan kehidupan pribadi dirasa masih terlalu mewah buat mereka. Kunci kesehatan mental mereka sekarang bukanlah tentang seberapa imbang waktu yang dihabiskan buat bekerja dengan menikmati kehidupan pribadi. Mereka merasa masih waras selama ada uang untuk mencukupi berbagai kebutuhan.

2. Sering dijadikan dalih orang yang malas bekerja

5 Alasan Menolak Gagasan Work Life Balance meski Bukan Workaholicilustrasi suasana kerja (pexels.com/cottonbro studio)

Work life balance juga dianggap sebagai ancaman di dunia kerja bagi sebagian pemilik usaha. Mereka bingung menghadapi karyawan baru yang sedikit-sedikit merasa keseimbangan hidupnya terganggu oleh pekerjaan. Di sisi lain, mereka tetap ingin bekerja untuk memperoleh pendapatan.

Tak heran apabila beberapa atasan berpikir bahwa obsesi terhadap konsep work life balance hanya penghalusan dari rasa malas bekerja sebagian generasi masa kini. Apalagi mereka merasakan jatuh bangun dalam membangun bisnis. Mereka bekerja lebih banyak dari dulu hingga kini untuk menciptakan bisnis yang stabil bahkan terus berkembang.

Mereka berpikir jika dulu mereka terobsesi pada work life balance, bisnis besar ini mungkin tidak ada. Berhadapan dengan generasi muda yang sebentar-sebentar butuh refreshing membuat generasi senior sulit mengerti bagaimana masa depan mereka. Dari pengalaman mereka, hidup terlalu keras untuk memberi kesempatan berkembang pada pemalas.

Baca Juga: 5 Risiko Negatif Saat Kamu Terapkan Work-Life Balance, Siap?

3. Bekerja lebih lama tidak menyiksa kalau dinikmati

5 Alasan Menolak Gagasan Work Life Balance meski Bukan Workaholicilustrasi bekerja (pexels.com/Gustavo Fring)

Bagi beberapa orang, work life balance malah menunjukkan kurangnya kemampuan menikmati pekerjaan yang sudah dipilih sendiri. Mereka yang mengejar keseimbangan hidup dipandang gampang merasa tertekan oleh tugas-tugas seringan apa pun.

Bekerja sesuai waktu yang disepakati dengan pemberi kerja saja sudah terasa melelahkan. Apalagi jika mereka diminta lembur, pasti langsung menolak dan menganggapnya sebagai ancaman atas kesehatan mental sekaligus hak mereka untuk gak bekerja melulu. Namun, orang lain memandang pekerjaannya dengan jauh lebih positif. Mereka senang bekerja dan tahu cara menikmatinya.

Meski bidangnya tidak selalu sesuai dengan passion, mereka sudah belajar melibatkan diri lebih banyak sehingga lama-lama makin enjoy. Mereka suka bekerja sesuai jam kerja, tapi juga gak masalah kalau waktu kerjanya diperpanjang. Baik atas permintaan atasan maupun keinginan sendiri, mereka masih bisa menikmatinya selama tidak sepenuhnya mengambil waktu istirahat.

4. Bisa menyesuaikan diri dengan kesibukan juga penting

5 Alasan Menolak Gagasan Work Life Balance meski Bukan Workaholicilustrasi bekerja (pexels.com/Los Muertos Crew)

Mereka cemas gagasan work life balance yang digaungkan di mana-mana malah melemahkan kemampuan manusia dalam beradaptasi. Manusia perlu ditantang lebih keras untuk mempelajari keadaan dan menyesuaikan dirinya demi bertahan lebih baik.

Sementara itu, mengagungkan keseimbangan antara pekerjaan dengan hidup mendorong orang untuk menghindari tantangan lebih. Mereka yang menjadikan work life balance sebagai tujuan hidup cenderung tidak menyukai kesibukan. Aktivitas yang berturut-turut sepanjang hari dipandang sebagai jebakan untuk fisik dan psikis mereka.

Sulit untuk mereka mengimbangi kesibukan tersebut. Ibarat berjalan di lingkaran yang terus berputar, mereka cepat lelah dan terlempar keluar. Jika mereka belajar menyesuaikan diri dengan kesibukan, padatnya jadwal tidak lagi terasa sebagai cara hidup yang buruk.

Justru ketiadaan kesibukan akan membuat mereka bosan dan merasa sayang dengan waktu yang berlalu begitu saja. Menurut mereka yang kurang menyukai gagasan work life balance, adaptasi adalah cara terbaik menjalani hidup termasuk dengan padatnya aktivitas.

5. Bekerja penuh dedikasi sebagai balasan atas segala yang didapatkan

5 Alasan Menolak Gagasan Work Life Balance meski Bukan Workaholicilustrasi di kantor (pexels.com/MART PRODUCTION)

Terkadang orang mau bekerja lebih banyak tak semata-mata akibat desakan kebutuhan. Mereka yang sudah memiliki pendapatan tinggi pun bisa bekerja lebih lama sebagai bentuk dedikasi terhadap pekerjaan. Alasannya, mereka sadar sepenuhnya bahwa pekerjaan itu telah memberi begitu banyak hal untuknya.

Hampir semua kenyamanan hidup yang sekarang dinikmati bersumber dari pendapatan serta status pekerjaannya. Maka mereka merasa sudah seharusnya buat bekerja penuh dedikasi sebagai balasan. Pun cara kerja ini bakal kembali memberikan imbalan yang sepadan. Mereka percaya tak akan dirugikan.

Mereka merasa tidak ada yang sia-sia dari mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pekerjaan. Sistem kerja di kantor sudah mengatur bentuk-bentuk apresiasi dan kepercayaan lebih yang akan diberikan pada karyawan berdedikasi tinggi. Mereka mencintai pekerjaan dan tempat kerjanya karena keduanya juga memberikan banyak hal baik untuknya. 

Walaupun konsep work life balance  sebenarnya bagus, pemahaman yang berbeda memancing variasi pendapat. Ada banyak orang yang menganggapnya sebagai keadaan ideal untuk mencapai kebahagiaan hidup. Tetapi ada pula beberapa orang yang menyamakannya dengan penurunan produktivitas yang seharusnya dapat dioptimalkan di usia muda. Bagaimana menurutmu?

Baca Juga: 6 Kiat Memulihkan Energi Saat Work life Balance Terasa Kacau

Marliana Kuswanti Photo Verified Writer Marliana Kuswanti

Penulis fiksi maupun nonfiksi. Lebih suka menjadi pengamat dan pendengar. Semoga apa-apa yang ditulis bisa memberi manfaat untuk pembaca. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Ines Sela Melia

Berita Terkini Lainnya