Zahwa Islami Bangun Poli Cinta Keliling, Bantu Orang Cari Arti Dirinya

Ia pun menulis buku Cetak Biru Cinta yang inspiratif

Intinya Sih...

  • Zahwa Islami, psikolog klinis dan penulis "Cetak Biru Cinta", membahas pengaruh pola pengasuhan terhadap hubungan romantis.
  • Penelitian Zahwa menemukan bahwa individu dari keluarga broken home dapat membangun hubungan baik di masa depan dengan kemauan untuk belajar dan mengubah diri.
  • Buku "Cetak Biru Cinta" menghadirkan wawasan teoritis, worksheet, dan tiga teori keterikatan dalam dunia psikologi untuk membantu pembaca mengenali diri sendiri dan memahami hubungan sehat.

Manusia acap kali tak sadar bahwa siapa dirinya saat ini, dipengaruhi oleh pola pengasuhan di masa lalu. Cara seseorang memandang kehidupan, pengambilan keputusan, maupun langkah yang ditempuh dalam kehidupan, sangat erat kaitannya dengan pengasuhan tersebut. Sebut saja hubungan romantis dengan pasangan yang tak lepas dari relasi keluarga yang terjalin semasa kecil.

Zahwa Islami, psikolog klinis sekaligus penulis buku "Cetak Biru Cinta", menyadari hubungan antarmanusia erat kaitannya dengan luka masa kecil, pengabaian emosional dan fisik, serta berbagai pengalaman di masa lampau. Zahwa menulis buku pertamanya dengan harapan dapat membuka pemahaman masyarakat secara lebih luas terkait relasi dan hubungan romantis.

Dedikasi Zahwa tidak berhenti di dunia literasi. Perempuan yang baru saja menyelesaikan studi Magister Psikologi dari Universitas Gadjah Mada ini, juga menginisiasi komunitas Poli Cinta Keliling. Kenalan dengan Zahwa melalui artikel profil inspiratif AkuPerempuan berdasarkan interview online pada Selasa (25/6/24), yuk!

1. Tertarik dengan dunia psikolog sejak kecil, semula Zahwa penasaran dengan interaksi antarmanusia

Zahwa Islami Bangun Poli Cinta Keliling, Bantu Orang Cari Arti DirinyaZahwa Islami, psikolog klinis sekaligus penulis buku Cetak Biru Cinta. (dok.Zahwa Islami)

Perjalanan Zahwa sebagai seorang psikolog, dimulai dari rasa penasarannya terhadap interaksi antarmanusia semasa ia kecil. Zahwa kecil menunjukkan minat yang besar terhadap emosi, komunikasi, pengasuhan, dan hal-hal yang berhubungan dengan manusia melalui kacamata sehari-harinya. 

"Di situlah akhirnya aku tertarik. Kayak, 'Kok bisa ya masing-masing keluarga itu nge-treat dengan cara yang berbeda dan hasilnya emang beda?'," ujarnya. 

Zahwa tumbuh dengan kepekaan yang tinggi terhadap isu-isu sosial. Ia memilih menekuni bidang psikologi dengan mengenyam pendidikan Psikologi di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015 dan melanjutkan pendidikan Magister Psikologi Profesi Klinis di tahun 2020.

Ketertarikan mendalam terhadap interaksi antarmanusia, mendorong Zahwa untuk meneliti hubungan antara pengasuhan dan kualitas relasi di masa depan. Melalui penelitiannya, Zahwa berusaha memahami bagaimana pola asuh berkontribusi terhadap perkembangan emosional dan psikologis seseorang ketika dewasa. 

2. Cetak Biru Cinta merupakan tesis saat studi magister, kini jadi bacaan ringan yang insightful

Zahwa Islami Bangun Poli Cinta Keliling, Bantu Orang Cari Arti DirinyaZahwa Islami, psikolog klinis sekaligus penulis buku Cetak Biru Cinta. (dok.Zahwa Islami)

Buku "Cetak Biru Cinta" adalah buah dari penelitian Zahwa untuk tesis S2-nya. Dalam penelitian ini, Zahwa memaparkan sebab-akibat dari relasi dalam keluarga dengan cara pandang seseorang ketika dewasa. Dinamika ini muncul bukan tanpa alasan, melainkan aspek pola asuh dan interaksi keluarga di masa lalu.

Buku ini menghadirkan wawasan teoritis serta worksheet mengenai dampak relasi keluarga dengan hubungan romantis saat dewasa. Misalnya, orang yang mengalami pengabaian di masa kecil, akan memiliki pandangan berbeda terhadap suatu hubungan. Selain itu, Zahwa juga menuliskan penjelasan dengan cara sederhana untuk bantu mengenali diri sendiri dan memahami hubungan beracun dalam kehidupan.  

"Cetak Biru Cinta" berawal dari pemikiran Zahwa mengenai pengaruh hubungan keluarga. Dipaparkannya, "Semula, aku berasumsi bahwa orang-orang yang hadir dari broken home itu adalah orang-orang yang sekenanya ya. Dapat toxic juga diterima, dapat yang gak pernah ngasih nafkah juga diterima, yang penting disayang. Terus habis itu, kayak dapat yang nge-abuse juga gak apa-apa. Yang penting sama seseorang gitu." 

Namun, penelitiannya mengungkapkan hal yang berbeda. Hasil riset yang dilakukan Zahwa menemukan, individu yang tumbuh dari keluarga broken home, misalnya melakukan kekerasan, perselingkuhan, maupun pengabaian, ternyata memiliki peluang untuk membangun hubungan baik di masa depan. 

Kuncinya terletak pada kemauan untuk belajar dan mengubah diri. Optimisme ini dituangkan dalam buku "Cetak Biru Cinta" yang akan menemani pembaca untuk bertumbuh dan mengenali diri sendiri sehingga menghasilkan hubungan sehat. 

Zahwa berharap orang yang terlibat dalam konflik perceraian atau masalah keluarga lainnya, tak bersikap pesimis. "Jadi, 'Cetak Biru Cinta' ini menjadi bagian dari optimisme aku untuk mengajak orang-orang bahwa akan ada keberkahan ketika kita terus bergerak dan berusaha," tutur dia.

3. Cetak Biru Cinta mengajak pembaca untuk mengenali diri sendiri dan memahami pola pengasuhan di masa lalu

Zahwa Islami Bangun Poli Cinta Keliling, Bantu Orang Cari Arti DirinyaZahwa Islami, psikolog klinis sekaligus penulis buku Cetak Biru Cinta. (dok.Zahwa Islami)

Judul "Cetak Biru Cinta" diambil dari kata berbahasa Inggris, 'blueprint' yang memiliki makna sebuah cetakan berupa kerangka atau gambar dasar yang akan jadi pedoman bagi seseorang. Blueprint biasanya menggambarkan rencana yang dibuat oleh seseorang untuk kemudian dapat direplikasi dan diteruskan oleh penerusnya.

Zahwa menekankan, hal itu memberi gambaran bahwa pemahaman yang diberikan oleh orangtua di dalam keluarga, akan dianggap benar oleh anak-anaknya. Kebenaran itulah yang akan terbawa hingga dewasa, hingga mendefinisikan cara seseorang dalam membangun sebuah relasi dengan pasangan, teman, maupun dengan individu lainnya.

Di antara beberapa teori keterikatan yang dikenal dalam dunia psikologi, Zahwa menuliskan tiga di antaranya dalam buku Cetak Biru Cinta. "Di buku ini, aku nulis tiga doang. Anxious, avoidant, sama secure. Harapannya adalah ketika aku menuliskan teori ini dan aku tambahkan worksheet, itu bisa membantu kita mengenali diri kita. Misalnya, aku kayaknya tipe attachment yang mana gitu. Harapannya ketika kita sudah tahu diri kita, kita juga bisa notice gimana caranya kita bersikap sama pasangan atau temen-temen kita di masa dewasa. Dan ketika itu memang insecure atau bukan attachment yang secure, kita bisa memperbaiki itu," beber dia.

4. Dari buku, tumbuh ke komunitas Poli Cinta Keliling

Zahwa Islami Bangun Poli Cinta Keliling, Bantu Orang Cari Arti DirinyaZahwa Islami, psikolog klinis sekaligus penulis buku Cetak Biru Cinta. (dok.Zahwa Islami)

Tak berhenti jadi sebuah bacaan santai namun bermakna, "Cetak Biru Cinta" ternyata disambut positif oleh para pembaca. Buku psikologi setebal 150-an halaman ini, ternyata menjembatani orang-orang untuk lebih mengenali diri sendiri sehingga muncul keinginan untuk bisa membangun relasi sehat di usia dewasa.

Kesuksesan "Cetak Biru Cinta" mampu melahirkan komunitas yang disebut Poli Cinta Keliling. Komunitas ini jadi ruang bagi anggota untuk berbagi pengalaman, mendukung satu sama lain, dan menerapkan prinsip-prinsip yang dipelajari dari buku tersebut.

"Poli Cinta Keliling itu mungkin bisa masuk dalam komunitas orang-orang yang bertumbuh. Di situ, kita datang bersama komunitas-komunitas baca, terus komunitas-komunitas yang bergerak untuk mencari arti dirinya, itu kita datengin. Terus kita saling cerita, terus kita share tentang love life, family life," jelas Zahwa. 

Komunitas yang terus bertumbuh ini, menjadi sarana diskusi bagi banyak orang dengan berbagai permasalahan. Poli Cinta Keliling juga mewadahi orang-orang yang tergabung di dalamnya untuk menemukan kekuatan dan keinginan agar bangkit dari masa lalu.

Dengan adanya dukungan dan kebersamaan, komunitas ini bak keluarga yang membersamai perjalanan menuju penyembuhan dan pengembangan diri. Lebih penting lagi, Poli Cinta Keliling diinisiasi oleh seorang psikolog klinis yang akan membantu teman-teman yang terkoneksi di dalamnya.

"Walaupun itu sama strangers, tapi itu rasanya hangat banget karena di situ prinsip awalnya kita kayak 'apa yang kita ceritain, bakal stay di sini dan di sini adalah tempat aman bagi kita semua'. Jadi, gak ada judgment di situ dan komunitas itu seakan aku lead sebagai psikolog klinis agar aku bisa batasi apa cerita yang bisa disampaikan, apa yang gak, apa respons yang mungkin orang dibutuhkan. Jadi, menurut aku, peran sebagai psikolog klinis, peran orang mempelajari attachment style dan juga Cetak Biru Cinta ini, itu tuh bisa membantu orang-orang yang mungkin sebenarnya ragu untuk mengakses psikolog atau ragu untuk bercerita tentang pengalaman yang dia rasakan," ujar Zahwa. 

Baca Juga: Cerita Inspiratif Indah Shafira, Dirikan Preschool Seruni Montessori

5. Budaya komunal orang Indonesia membentuk jati diri anak-anak hingga dewasa

Zahwa Islami Bangun Poli Cinta Keliling, Bantu Orang Cari Arti DirinyaZahwa Islami, psikolog klinis sekaligus penulis buku Cetak Biru Cinta. (instagram.com/policintakeliling)

Budaya atau kebiasaan masyarakat sangat memengaruhi cara hidup seseorang. Contohnya, masyarakat Indonesia yang cenderung hidup secara berkelompok, tak suka melakukan sesuatu secara individual.

Kebiasaan tersebut terbawa hingga dewasa. Misalnya, ketika menginjak usia dewasa, seorang anak tak dapat mengambil keputusan secara mandiri. Sering kali pilihan yang diambil, berdasarkan pertimbangan dari keinginan orangtua.

"Nah, kalau di Indonesia sendiri karena sistemnya komunal, budaya kita itu akhirnya menjauhi sebuah kritik ataupun diskusi. Jadi, seakan ketika ada masalah keluarga, ketika asertivitasnya menurun karena budaya komunal yang ingin menjauhi konflik ini, akhirnya kalau ada masalah, diam," jawabnya saat ditanya permasalahan keluarga Indonesia yang kerap ditemuinya.

Asertivitas atau cara penyampaian konflik yang kurang baik, dapat menimbulkan salah persepsi hingga muncul miss communication. Inilah budaya yang kerap dianggap normal, namun sebenarnya mendatangkan permasalahan jangka panjang bagi banyak keluarga di Indonesia.

Selaras dengan penjelasan Zahwa, "Ketika diam itu, akhirnya membuat kita gak belajar salahnya apa, kita gak tahu salah kita di mana, atau bahkan kita berasumsi, 'Sebenarnya apa sih yang akhirnya bisa aku lakukan biar keluargaku bahagia?'. Asumsi-asumsi inilah yang sangat terlihat sama orang-orang sehingga kita jadi orang yang overthinking." 

Solusinya adalah memahami gaya keterikatan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Selain dengan memahami teorinya, perjalanan mengenali diri sendiri dapat dilakukan dengan berkonsultasi ke profesional, misalnya psikolog. 

"Mengenali secure atau insecure kita itu adalah sebuah proses ya. Dan ketika kita menyadari bahwa ketika kita berelasi, itu kita bisa memenuhi kebutuhan orang dan orang bisa memenuhi kebutuhan kita tanpa kita memaksakannya," tambahnya. 

Memutus rantai keluarga yang beracun mungkin butuh proses yang panjang. Namun, Zahwa memberikan saran untuk mulai dengan belajar terlebih dahulu. Misalnya, dengan mendapatkan ilmu maupun berkonsultasi langsung ke psikolog. 

"Belajar, membuka wawasan. Terus yang kedua adalah menyadari itu terjadi sama kita. Ketika kita menyadari, itu udah tahap yang bagus banget," ujar Zahwa sambil menambahkan bahwa proses menyadari ini bukan ditujukan untuk menyalahkan sumbernya, namun berempati. 

6. Perempuan adalah manusia dengan hati, empati, dan kecantikan

Zahwa Islami Bangun Poli Cinta Keliling, Bantu Orang Cari Arti DirinyaZahwa Islami, psikolog klinis sekaligus penulis buku Cetak Biru Cinta. (dok.Zahwa Islami)

Terakhir, Zahwa membagikan pandangannya terhadap perempuan di Indonesia. Puteri Indonesia Intelijensia Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2019 ini, menilai bahwa perempuan merupakan individu yang memiliki hati, empati, hingga kecantikan yang unik dan personal.

"Perempuan adalah manusia dengan hati, empati, dan kecantikan dengan definisi masing-masing. Ketika ada orang yang nge-treat perempuan, seakan perempuan itu cuma bisa emosi doang, justru itu ada kekuatan kita sebagai perempuan," paparnya.

Meski banyak pihak berusaha untuk merekonstruksi definisi kecantikan berdasarkan penampilan subjektif, Zahwa berharap kecantikan dapat dimaknai secara lebih luas. Bahwa keindahan yang terpancar dari seorang perempuan tak hanya dinilai secara fisik, namun juga secara batin. 

"Banyak sekali industri yang sudah mencoba untuk mendefinisikan perempuan cantik itu seperti apa. Tetapi, mari ingat lagi bahwa kecantikan itu bukanlah didefinisikan dari apa yang kita lihat, apa yang kita dengar dari orang di sekitar kita. Terkadang, cantik itu adalah mereka yang percaya pada dirinya tentang apa yang butuh dia lakukan, apa yang harus dia lakukan untuk kepentingan dirinya dan juga sesamanya,"

Untuk perempuan Indonesia, besar harapan Zahwa agar dapat berjalan beriringan demi kemajuan satu sama lain. Saling mendukung dan tidak menjatuhkan harus menjadi fondasi kuat untuk setiap langkah yang dilakukan perempuan.

"Jadi, harapannya jadilah perempuan yang hadir untuk satu sama lain, sesama perempuan, untuk maju bersama. Bukan untuk saling menjatuhkan, walaupun sebenarnya itu nalurinya, sih. Cuma, ya, just go with this trend. Ketika kita bisa belajar, kita bisa saling support, itu kayaknya lebih asyik. Kalau memang kita nemu perempuan yang iri, ya sudah tinggalkan saja. Masih banyak perempuan yang fokus sama cita-citanya untuk saling support," tutup Zahwa. 

Kisah Zahwa semoga dapat menginspirasimu. Saat ini, Zahwa juga membuka layanan konseling profesional sebagai psikolog klinis yang akan membantumu menangani berbagai permasalahan keluarga, hubungan, hingga pribadi. Kontak Zahwa melalui Instagram di @zahwaisl. 

Baca Juga: Cerita Inspiratif Galih, Pengajar Muda dan Inisiator Bekal Pendidik

Topik:

  • Dina Fadillah Salma
  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya