I Am Okay Jadi Kontribusi Nyata Athalla Hardian untuk Jakarta

I Am Okay adalah organisasi di bidang mental health

Intinya Sih...

  • 1 dari 16 orang di usia produktif didiagnosis menderita depresi menurut data Kementerian Kesehatan Indonesia 2018.
  • I Am Okay adalah organisasi sosial yang bergerak di bidang kesehatan mental untuk remaja Indonesia.
  • Meningkatnya edukasi terkait kesehatan mental di kalangan Gen Z dan Milenial membawa angin segar tersendiri bagi kalangan muda.

Jakarta, IDN Times - Isu kesehatan mental kian ngetren bagi kalangan muda di Indonesia. Bukan tanpa alasan, kasus ini ibarat gunung es. Fenomena yang tampak di permukaan terkesan kecil, padahal kesehatan mental jadi isu kompleks yang memiliki dampak signifikan terhadap hidup seseorang. 

Setidaknya, 1 dari 16 orang di usia produktif (15-24 tahun) didiagnosis menderita depresi menurut data dari Kementerian Kesehatan Indonesia 2018. Mirisnya, WHO memaparkan 75 persen penderita gangguan kesehatan mental berat di negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak menerima terapi. Bahkan di Indonesia, 51 persen pasien skizofrenia tidak mendapatkan perawatan rutin. 

Belum lagi kasus bunuh diri yang menunjukkan tren peningkatan. POLRI menyebutkan pada 2023, kasus suicide terjadi sebanyak 1.350 kasus, sementara pada tahun 2022 kasusnya lebih sedikit, yakni 826 kasus.

Isu kesehatan mental memang memerlukan kontribusi berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan yang aman dan suportif. Melalui kesadaran ini, None Jakarta 2018, Athalla Hartiana Putri Hardian menginisiasi platform kesehatan mental "I Am Okay" sejak 2019. Sebagai Founder, Athalla bagikan cerita di balik I Am Okay dalam interview khusus pada Kamis (29/8/2024) kepada IDN Times. Berikut pemaparannya! 

1. Kasus depresi dan gangguan jiwa yang banyak dialami oleh remaja di usia produktif, jadi alasan mendasar inisiatif I Am Okay

I Am Okay Jadi Kontribusi Nyata Athalla Hardian untuk JakartaFounder I Am Okay dan None Jakarta 2018, Athalla Hartiana Putri Hardian. (instagram.com/athallahardian)

Keprihatinan Athalla terhadap isu kesejahteraan mental di Indonesia, menjadi fondasi terbentuknya I Am Okay pada Desember 2019 lalu. Perempuan muda dengan latar belakang pendidikan psikologi ini, merasa memiliki power untuk bisa mengambil bagian dalam usaha mengurangi angka gangguan kesehatan mental di Indonesia. 

Passion-nya untuk dapat membantu lebih banyak remaja di Indonesia, jadi modal besar untuk bergerak di bidang kesehatan, "Jadi, memang dari awal itu, ada beberapa urgensi isu kesehatan jiwa, khususnya untuk anak remaja. Jadi, menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 itu, data gangguan mental emosional remaja DKI dan juga data gangguan depresi remaja di DKI itu lumayan relatif tinggi. Khususnya untuk gangguan mental-emosional di usia 15-24 tahun di Indonesia, itu yang tercatat sebanyak 10,1 persen dan 9,8 persennya itu berstatus usia sekolah."

Angka yang dipaparkan mungkin belum sepenuhnya mencakup kondisi mental remaja di Indonesia. Namun, persentase tersebut telah menggambarkan dampak signifikan dari kasus gangguan jiwa.

Athalla juga menambahkan, dalam rentang usia 15-24, setidaknya 6,2 persen anak di usia tersebut mengalami gangguan depresi. Di DKI Jakarta sendiri, angka gangguan kesehatan mental banyak terjadi pada usia sekolah. Tentu ini menimbulkan simpati tersendiri bagi perempuan yang menempuh pendidikan Sarjana Psikologi di Universitas Indonesia dan The University of Queensland. 

"Dengan adanya data-data ini, kita merasa 'Oh, kita sebenarnya Alhamdulillah punya privilege gitu ya' sebagai generasi muda yang berlatar belakang psikologi, punya platform seperti Abang None Jakarta yang bisa kita manfaatkan sebagai 'corongnya'. Ibaratnya untuk menyebarkan informasi bahwa ini adalah hal yang penting, yang bisa kita kerjakan sama-sama, bisa kita cegah, bisa kita carikan solusi bersama-sama. At least, untuk edukasi supaya nanti generasi ke depannya, data-data yang kayak gini berkurang," tambah Athalla. 

2. I Am Okay mengedukasi remaja dengan konten positif dan pendekatan psikologis. Harapannya bisa mencegah gangguan kesehatan mental

I Am Okay Jadi Kontribusi Nyata Athalla Hardian untuk JakartaFounder I Am Okay dan None Jakarta 2018, Athalla Hartiana Putri Hardian. (instagram.com/athallahardian)

Meningkatnya edukasi terkait kesehatan mental di kalangan Gen Z dan Milenial membawa angin segar tersendiri bagi kalangan muda. Generasi ini mulai memahami bahwa topik kesehatan tak melulu merujuk pada kondisi fisik, namun keadaan mental juga layak mendapatkan perhatian khusus. 

I Am Okay hadir sebagai organisasi sosial yang bergerak di bidang kesehatan mental untuk remaja Indonesia. Wadah kolaborasi dan edukasi yang diresmikan pada 2020 ini, bergerak atas 3 landasan Sustainable Development Goals, yakni Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan, Pendidikan Bermutu, dan terakhir adalah Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. 

"Jadi, pada dasarnya I Am Okay ini adalah organisasi nonprofit yang berbadan hukum di bawah naungan Yayasan Aksi Pragma Cendikia. Kita bikinnya, awalnya sebagai kolaborasi kampanye edukasi pentingnya menjaga kesehatan mental di anak-anak remaja," ujar Athalla. 

Inisiatif Athalla bermula saat dirinya mengikuti kontes duta pariwisata DKI Jakarta, Abang None tahun 2018. Berlandaskan minat yang sama, Athalla sebagai None Jakarta 2018 mengajak rekannya, Kavin Arsshiddiqi selaku Finalis Abang Jakarta 2018 dan Sheyrin Putri (rekan sekaligus Co-founder I Am Okay). 

"Bersama teman-teman dari komunitas Abang-None Jakarta, kita sama-sama membangun platform yang bisa membuka wawasan anak-anak remaja, terutama di Indonesia, mengenai isu-isu kesehatan mental yang menggunakan psikoedukasi, yang berlandaskan pendekatan psikologi positif jadi konten-kontennya. Kita produksi itu sifatnya purely untuk educational dan juga bisa jadi sebagai preventif gitu ya," jelasnya. 

Athalla menggarisbawahi pentingnya edukasi dengan pendekatan psikologis. Pasalnya, tanpa dasar pengetahuan yang akurat dan komprehensif, isu kesehatan mental justru membawa petaka tersendiri. Misalnya, muncul self diagnose ataupun kejahatan mengatasnamakan mental health issue. 

3. Self diagnosis jadi side effect meningkatnya kesadaran akan kesehatan mental, I Am Okay hadir sebagai media edukatif

I Am Okay Jadi Kontribusi Nyata Athalla Hardian untuk JakartaFounder I Am Okay dan None Jakarta 2018, Athalla Hartiana Putri Hardian. (instagram.com/athallahardian)

Perkembangan informasi mengenai kesehatan mental di media mainstream dan media sosial, dapat memberikan efek berbeda untuk setiap individunya. Tanpa adanya kebijaksanaan dalam menerima informasi, individu dengan mudah melakukan self-diagnosis terkait gangguan psikis yang dialaminya. Padahal, gangguan jiwa merupakan penyakit medis yang memerlukan evaluasi profesional untuk memahami kondisi seseorang. 

Oleh karenanya, I Am Okay mengajak generasi muda untuk meningkatkan self awareness tekait mental health agar mengenali kapan mereka membutuhkan bantuan profesional seperti psikolog dan psikiater. Selain itu, interaksi di media sosial juga menciptakan ruang diskusi yang sehat sehingga dapat menjadi sumber pengetahuan dan inspirasi untuk mendapat penanganan preventif. 

"Karena kan yang seperti kita tahu, sekarang banyak banget nih, anak-anak muda yang mungkin sekarang mengalami beberapa gejala dari gangguan kesehatan mental. Dengan mudahnya gitu ya, mereka mencari informasi di media sosial ataupun internet. Namun, tidak dibimbing tentang 'Sebenarnya apa sih yang beneran terjadi pada mereka gitu?' sehingga terjadilah fenomena yang namanya self-diagnose," terang Athalla. 

Diagnosa mandiri jadi side effect yang berbahaya dari merebaknya informasi kesehatan mental sebab bisa mendapat penanganan yang keliru. Ditambahkannya, "Justru itu jadi salah satu hal yang menginspirasi kita untuk bikin I Am Okay. Supaya anak-anak muda gak tersesat ketika mereka belajar tentang kesehatan mental." 

Perspektif tersebut dituangkan dalam visi yang diangkat oleh I Am Okay, yakni wadah peningkatan kesadaran kesehatan mental remaja Indonesia. Selain itu, I Am Okay juga diharapkan mampu menjebatani gap pengetahuan di masyarakat untuk memaksimalkan edukasi kesehatan mental yang masih belum dianggap penting di Indonesia. 

"Karena kita memang fokusnya mengedukasi, kita harapnnya, salah satu visi kita ini, kita bisa meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya menjaga kesehatan mental bagi anak remaja indonesia."

4. Aktif kampanyekan isu kesehatan mental, organisasi non profit I Am Okay juga melakukan sosialisasi ke sekolah di Jakarta

I Am Okay Jadi Kontribusi Nyata Athalla Hardian untuk JakartaFounder I Am Okay dan None Jakarta 2018, Athalla Hartiana Putri Hardian. (instagram.com/athallahardian)

Meningkatnya informasi terkait kesehatan mental sebaiknya berjalan selaras dengan pemahaman positif akan isu tersebut. Muda-mudi yang terpapar dengan pengetahuan terkait, agaknya bisa memanfaatkan secara bijak.   

"Misinya kita membuka wawasan juga supaya para generasi muda ini bisa mengenali isu-isu kesehatan mental dan bisa jadi semacam wadah untuk para anak-anak, remaja, dan dewasa muda untuk bisa lebih mengekspresikan diri dan juga mengenali diri secara dalam, khususnya di aspek kesehatan mental mereka masing-masing," Athalla sampaikan harapannya. 

Sebagai langkah konkret, I Am Okay melakukan edukasi dan sosialisasi rutin demi menjangkau lebih banyak generasi muda. Kampanye dilangsungkan secara offline dan online. Untuk online campaign dilakukan selama 5-6 bulan dengan cara melakukan edukasi kesehatan mental ke SMA dan juga SMK di DKI Jakarta. Sementara secara online, I Am Okay memproduksi konten edukasi dengan pendekatan yang menarik. 

"Jadi, program kerja utamanya I Am Okay itu ada online dan offline campaign. Jadi, kalau online itu selama satu periode atau 12 bulan, kita melaksanakan program psikoedukasi melalui sosial media. Kita bisa produksi konten-konten infografis, video pendek, bahkan sampai artikel juga di website," terangnya. 

Sementara kegiatan offline ditargetkan untuk remaja dan dewasa muda, sehingga aktivitas dan sosialisasi fokus dilakukan di sekolah. Hal ini menjadi bagian dari langkah preventif terhadap gangguan kesehatan mental. 

"Jadi, kita memiliki semacam komunitas bersama teman-teman ketua OSIS tingkat SMA dan SMK di DKI Jakarta. Kita berusaha untuk memberikan penyuluhan setiap bulan berupa basic mental health training," tambah Athalla. 

Baca Juga: Kisah Utari Ardhana Bangun Kelas Gratis,  Ruang Belajar Semua Kalangan

5. Cerita Athalla bangun I Am Okay sekaligus jadi finalis termuda Abang None 2018

I Am Okay Jadi Kontribusi Nyata Athalla Hardian untuk JakartaFounder I Am Okay dan None Jakarta 2018, Athalla Hartiana Putri Hardian. (instagram.com/athallahardian)

Athalla memiliki keinginan besar untuk membantu masyarakat, utamanya di bidang kesehatan. Sebab menurutnya, kesehatan, baik fisik maupun non fisik, bukan hanya urusan pribadi, tetapi tanggung jawab bersama yang memerlukan perhatian kolektif.

Athalla menempuh pendidikan psikologi untuk mewujudkan impiannya. Baginya, psikologi memberikan pemahaman mendalam tentang perilaku, emosi, dan kondisi mental manusia yang sering kali terabaikan. 

"Pada dasarnya kan, aku memang senangnya dengan bidang kesehatan karena sifatnya long lasting. I like to help people, I like to fix things. Ketika aku belajar tentang psikologi, aku ngerasa ya ini sama aja pentingnya gitu. In fact, aku rasa sekarang setelah aku sudah lulus, terutama di Indonesia, kesehatan mental itu adalah hal yang sangat penting. Unfortunately, masih banyak orang yang mungkin merasa ini kurang urgent sehingga dipandang sebelah mata. Makanya, aku merasa kita perlu meningkatkan lagi awareness di masyarakat dan kenapa kesehatan mental itu adalah yang penting, bukan hal yang sifatnya tabu," Athalla ceritakan alasannya memilih pendidikan psikologi. 

Di tengah kesibukannya menyelesaikan studi, perempuan multitalenta ini menantang diri untuk mengikuti kontes Abang None Jakarta di tahun 2018. Usianya saat itu masih terbilang muda, yakni 18 tahun. Hal ini sempat membuatnya ragu, khawatir tak mampu mengemban dua tanggung jawab besar sekaligus. Meski jadi finalis termuda, nyatanya Athalla berhasil keluar sebagai  juara umum dan mendapat gelar None Jakarta 2018. 

Kepada IDN Times, Athalla bagikan salah satu milestone dalam hidupnya, "At that moment sebagai bocah 18 tahun yang baru semester 3, aku rasa itu bukan beban. It's a privilege that I'm able to learn, I'm able to masuk ke dunia baru yang aku sama sekali gak kepikiran untuk masuk dan dikenalkannya di usia muda. Jadi, wawasan aku tuh lebih luas. Aku merasa aku bisa lebih berteman dengan orang-orang yang tiap usianya mungkin lebih luas."

Athalla memanfaatkan kesempatan sebagai Duta Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta sebaik mungkin. Harapannya adalah dapat berkontribusi untuk Provinsi Jakarta melalui platform I Am Okay besutannya dan memberikan kebermanfaatan yang lebih luas. 

Organisasi kemanusiaan tersebut juga pertama kali tercetus saat kontestasi Abang None. "Waktu ajang pemilihan abang None tingkat provinsi, kita ditanya, 'Kontribusi kamu apa kira-kira untuk Jakarta nanti kalau misalnya kamu kepilih?' Something along like that. Jawabanku pada saat itu adalah I Am Okay. Jadi, konsepnya memang belum 100 persen matang pada saat itu. Tapi, pada dasarnya, aku ingin I Am Okay ada. Karena aku lihat banyak orang yang merasa terganggu dengan kondisi mental mereka dan masih belum tahu cara mengatasinya gimana," kenangnya.

6. Athalla bicara standar sosial dan definisi perempuan berkualitas, inspiring!

I Am Okay Jadi Kontribusi Nyata Athalla Hardian untuk JakartaFounder I Am Okay dan None Jakarta 2018, Athalla Hartiana Putri Hardian. (instagram.com/athallahardian)

Bicara soal perempuan, Athalla punya pandangan yang menarik. Secara personal, ia mendukung perempuan untuk lebih berdaya dan berjuang meraih mimpinya. Akan tetapi, di lain sisi, ia juga melihat sejumlah tantangan dan permasalahan yang kerap kali menghambat kemajuan perempuan. 

Ditanya soal tantangan sebagai perempuan di masa kini, Athalla jelaskan, "Aku pribadi merasa, yang bisa kita lihat sekarang itu, ya standar sosial yang cukup tinggi dan juga ekspektasi yang lumayan tinggi. Dari segi penampilan, bagaimana kita harus balancing antara karier dan keluarga, kapan mau nikah, kapan mau punya anak, mau punya anak atau gak, gender roles juga."

Perempuan sering kali dihadapkan dengan sejumlah tanggung jawab dan peran sosial yang menuntutnya sempurna dalam seluruh aspek. Tak jarang, pandangan ini justru membuat perempuan kelelahan dan kewalahan. Akibatnya, malah tak optimal di berbagai lini.

Bagi Athalla, perempuan berkualitas adalah mereka yang memiliki keseimbangan emosional serta inteketual. Dalam hal ini, ada kemauan untuk belajar atau mencari tahu hal baru. 

"Kalau menurut aku pribadi, perempuan yang berkualitas itu mereka yang tangguh, mandiri, memiliki rasa belajar yang tinggi. Jadi, gak perlu melihat mereka lulusan mana atau apa dan segala macam hal, tapi keinginan untuk belajar apa pun itu yang tinggi. I think that's such a wonderful quality for a woman to have. Selain itu, mereka juga menjadi manusia yang berempati dan memiliki kepedulian yang tinggi," ungkapnya. 

Baca Juga: Bee Kids Creative Lab: Upaya Magdalena Ovi Cegah Anak Kecanduan Gadget

Topik:

  • Dina Fadillah Salma
  • Febriyanti Revitasari

Berita Terkini Lainnya