Eklin Mendongeng demi Merajut Perdamaian di Tanah Kelahiran

Belajar mendongeng secara otodidak dari YouTube

Konflik suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) melanda Maluku pada 1999. Tidak ada lagi kedamaian dan kenyamanan yang dirasakan masyarakat setempat saat itu. Konflik memunculkan segregasi wilayah di Maluku. Warga menjadi hidup berkelompok sesuai etnis maupun golongannya.

Hal tersebut membuat Eklin Amtor de Fretes gundah melihat situasi tanah kelahirannya. Kegundahan Eklin memunculkan keinginan kuat untuk berbuat sesuatu agar masyarakat Maluku kembali bisa hidup bersatu penuh kedamaian.

Baca Juga: Eklin Amtor Lawan Dampak Konflik Maluku lewat Dongeng Damai 

1. Eklin sempat merasakan hidup penuh kedamaian di masa kecil

Eklin Mendongeng demi Merajut Perdamaian di Tanah KelahiranEklin saat mendongeng di sekolah dasar. (instagram.com/kak_eklin)

Eklin menceritakan bahwa pada masa kecilnya, ia tinggal di lingkungan yang masyarakatnya mayoritas Muslim. Walaupun begitu, ia justru bisa merasakan indahnya hidup rukun di tengah masyarakat yang beragam. Masyarakat di lingkungannya sudah terbiasa saling memberi makanan tanpa ada rasa takut maupun curiga.

"Kenangan ini terlalu manis bagi saya, kami hidup dengan begitu nyaman tanpa ada prasangka buruk." ucap Eklin.

Eklin juga bercerita, di depan rumahnya kala itu ada seorang warga muslim. Warga ini sering menitipkan sejumlah uang untuk disumbangkan ke gereja, saat ia dan ayahnya hendak melakukan ibadah ke gereja tersebut. Saat ini, sudah sangat susah untuk merasakan hal tersebut.

2. Terjadi segregasi wilayah dan penyebaran cerita-cerita konflik dari satu sisi

Eklin Mendongeng demi Merajut Perdamaian di Tanah KelahiranEklin bersama boneka dongengnya bernama Dodi. (instagram.com/kak_eklin)

Konflik yang berkepanjangan sejak 1999 membuat masyarakat hidup berkelompok sesuai agama dan suku atau golongannya. Hal ini menciptakan terjadinya segregasi wilayah di Maluku.

"Saudara muslim tinggal terpisah dengan saudara kristen dengan jarak yang jauh. Seolah-olah, ada pilihan ini adalah daerah kristen dan ini adalah daerah Muslim," ungkap Eklin.

Menurut Eklin, segreagasi wilayah ini juga berdampak pada segregasi pemikiran. Para orangtua dan orang dewasa kerap menceritakan tentang konflik yang terjadi di Maluku kepada anak-anak, terutama kepada anak-anak yang belum lahir atau ikut mengalami masa konflik pada 1999.

Hal ini sebenarnya bagus untuk memberikan pemahaman konflik yang terjadi di Maluku pada masa lalu. Namun, menurut Eklin, ini bisa mendatangkan suatu masalah. Sebab, masyarakat saat ini hidup dalam lingkungan yang homogen, sehingga cerita yang diberikan tersebut berdasarkan dari satu sisi kelompok yang bertikai.

"Saudara-saudara muslim cerita sesuai versi mereka, padahal mungkin saja bisa berbeda versinya dari saudara kristen. Begitu juga sebaliknya, saudara-saudara kristen bercerita sesuai versi mereka." ujar Eklin.

3. Bergerak untuk mewujudkan suasana damai di Maluku

Eklin Mendongeng demi Merajut Perdamaian di Tanah KelahiranEklin saat mendongeng di hadapan warga desa. (instagram.com/kak_eklin)

Kegundahan Eklin ini kemudian membuatnya tergerak melakukan aktivitas untuk mewujudkan suasana damai di Maluku. Pada 2017, ia mengajak 90 orang pemuda lintas agama di Maluku untuk melakukan suatu kegiatan yang ia beri nama Youth Interfaith Peace Camp.

Dalam kegiatan ini, ia mengajak para pemuda ini untuk berkemah selama tiga hari. Mereka bersama-sama belajar tentang pendidikan perdamaian selama kegiatan berlangsung. Youth Interfaith Peace Camp ini tidak bisa berlangsung lama, karena terkendala dana dan kendala saat mengumpulkan para pemuda yang karena segregasi wilayah, hidup terpisah.

"Saya bergerak sendiri untuk melakukan hal ini. Saya sampai berjualan bunga, cokelat, dan lain-lainnya untuk membiayai kegiatan ini." lanjur Eklin.

Untuk membantunya saat menjalankan kegiatan yang dirancangnya, Eklin membentuk komunitas yang bernama JMP. JMP merupakan singkatan dari Jalan Merawat Perdamaian, mirip nama sebuah jembatan ikonik di Maluku, Jembatan Merah Putih. JMP beranggotakan relawan-relawan muda yang siap menyebarkan perdamaian bersama Eklin.

4. Eklin memilih mendongeng utuk melawan cerita-cerita konflik

Eklin Mendongeng demi Merajut Perdamaian di Tanah KelahiranEklin saat mendongeng di sekolah dasar. (instagram.com/kak_eklin)

Eklin merasa, yang perlu mendapatkan pendidikan perdamaian tidak hanya remaja, namun juga anak-anak. Seperti yang sudah disebutkan di atas, anak-anak kerap mendapatkan cerita konflik dari satu sumber saja. Menurut Eklin, cerita-cerita konflik tersebut juga bisa dilawan dengan menggunakan penuturan-penuturan yang lebih membangun kepribadian anak-anak dengan lebih baik.

Eklin pilih metode mendongeng, karena baginya, dongeng memiliki nilai-nilai yang baik, yang dapat membuat perilaku atau budi pekerti anak-anak itu tumbuh lebih luhur.

"Dengan dongeng, kita bisa mendidik dan mengajarkan anak-anak tanpa harus mengguruinya. Dongeng juga bisa mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian bagi pendongeng maupun orang yang mendengarkannya." pungkasnya.

5. Berbekal niat yang kuat, walaupun tidak punya keahlian mendongeng

Eklin Mendongeng demi Merajut Perdamaian di Tanah KelahiranEklin saat mendongeng di hadapan anak-anak. (instagram.com/kak_eklin)
dm-player

Ada sisi menarik dari Eklin dalam menjalankan misinya menyebarkan perdamaian di Maluku. Menurut pengakuannya, Eklin bukanlah seorang yang menyukai maupun bermain bersama anak-anak. Bahkan, saat memilih metode mendongeng, ia sama sekali tidak memiliki keahlian tersebut.

Namun, karena memiliki niat dan tekad yang kuat untuk menyebarkan pendidikan perdamaian di tanah kelahirannya, ia kemudian belajar secara otodidak mengenai seni mendongeng. Sebagai langkah awal, ia membeli sebuah boneka dengan biayanya sendiri seharga sekitar Rp 1 juta. Eklin memberikan nama kepada bonekanya ini, yaitu Dodi atau Dongeng Damai.

Pada akhir 2017, Eklin mulai belajar secara otodidak melalui YouTube. Tidak hanya seni mendongeng, ia juga belajar teknik ventriloquism. Menurut KBBI, ventriloquism merupakan seni suara perut atau berbicara tanpa menggerakkan bibir. Hal ini ia pelajari agar bisa menggunakan boneka Dodi saat mendongeng. Hanya memerlukan waktu dua minggu, tepatnya pada 1 Januari 2018, Eklin sudah mulai berkeliling bersama Dodi dari satu tempat ke tempat lain untuk mendongeng.

Baca Juga: Eklin Amtor de Fretes, Menyebarkan Perdamaian Lewat Dongeng

6. Sempat ditolak karena disangka melakukan Kristenisasi

Eklin Mendongeng demi Merajut Perdamaian di Tanah KelahiranEklin saat mendongeng di hadapan warga desa. (instagram.com/kak_eklin)

Perjalanannya medongeng bersama Dodi tentu saja tak semulus yang ia kira. Saat pertama kali mendongeng di sebuah pulau, Eklin sempat ditolak dan diusir oleh warga setempat. Hal ini karena Eklin yang saat itu masih sebagai seorang calon pendeta disangka akan melakukan kristenisasi warga, terutama anak-anak melalui mendongeng.

"Penolakan dan pengusiran tidak mematahkan semangat saya untuk tetap melakukan aktivitas perdamaian bagi anak-anak." kata Eklin.

Ia kemudian melanjutkan mendongeng ke pulau maupun desa lainnya. Suatu ketika, ia pernah mendongeng di daerah perbatasan konflik yang bernama Saleman dan Horale. Ia berhasil mengajak anak-anak dari umat muslim dan kristen yang sudah puluhan tahun berpisah untuk berkumpul bersama mendengarkan dongeng.

"Mereka bisa bersatu, berpelukan, dan tertawa dengan dongeng. Saya tidak pernah mendapatkan uang maupun sesuatu yang berharga dari kegiatan yang saya lakukan. Namun, saat melihat anak-anak ini bersatu seperti itu, saya mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan tersendiri." tambahnya.

Bagi Eklin, hal ini menjadi batu loncatan untuk ia terus bergerak dari satu desa ke desa lainnya, menyebarkan pendidikan damai melalui dongengnya. Setelah kembali ke Ambon, ia kemudian mengunggah kegiatannya ke media sosial. Masyarakat di Maluku mulai mengenal Eklin dan menawarkan kepadanya untuk mendongeng di desa mereka.

7. Mendirikan Rumah Dongeng Damai

Eklin Mendongeng demi Merajut Perdamaian di Tanah KelahiranEklin bersama rekan-rekannya di Rumah Dongeng Damai. (instagram.com/kak_eklin)

Seiring waktu, Eklin pun mulai diterima warga desa tempat ia mendongeng. Dalam perjalanan Eklin tersebut, ia sering mendapatkan donasi berupa buku-buku maupun cendera mata dari warga desa tempatnya mendongeng. Pada 2019, ia kemudian mendirikan tempat yang ia beri nama Rumah Dongeng Damai.

Rumah Dongeng Damai didirkan di depan rumah Eklin, tepatnya di tanah makam kakeknya. Rumah kecil ini dibangun untuk menampung buku-buku maupun cendera mata hasil donasi warga. Rumah Dongeng Damai juga menjadi tempat berkumpul anak-anak hingga guru PAUD tanpa memandang agama untuk Bersama belajar mendongeng.

Selain itu, ada juga kelas rutin untuk belajar Bahasa Inggris dan Jerman. Untuk proses belajar di Rumah Dongeng Damai, Eklin dibantu oleh relawan JMP. Jadwal belajar diadakan satu minggu sekali di hari Sabtu.

8. Nihil dukungan dari pemerintah daerah

Eklin Mendongeng demi Merajut Perdamaian di Tanah KelahiranEklin saat mendongeng di sekolah dasar. (instagram.com/kak_eklin)

Walaupun kegiatan yang dilakukan oleh Eklin dan relawan JMP memberikan dampak yang sangat positif bagi perdamaian di Maluku. Namun, gerakan tersebut masih belum dilirik oleh pemerintah daerah setempat.

Menurut Eklin, ia belum pernah mendapatkan dukungan dana maupun bantuan lainnya dari pemerintah daerah di Maluku. Selama ini, Eklin justru mendapat apresiasi dan dukungan yang tinggi dari teman-teman maupun pihak-pihak tertentu di luar Maluku.

"Saya tidak pernah mengharapkan bantuan, bergerak dengan kaki sendiri. Puji Tuhan jika ada pihak-pihak yang memberikan apresiasi dan dukungan kepada kegiatan ini."

9. Mendapatkan penghargaan Satu Indonesia Awards pada 2020

Eklin Mendongeng demi Merajut Perdamaian di Tanah KelahiranEklin saat mendongeng di hadapan anak-anak. (instagram.com/kak_eklin)

Karena dedikasinya yang tak kenal menyerah dalam mewujudkan perdamaian di Maluku, Eklin Amtor de Fretes mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards pada 2020 di  bidang pendidikan. Seperti diketahui, SATU Indonesia Awards adalah apresiasi Astra bagi anah bangsa yang telah berkontribusi untuk mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan melalui berbagai bidang seperti pendidikan, kesehatan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi.

Eklin sangat merasakan dampak positif yang sangat besar setelah mendapatkan penghargaan tersebut. Salah satunya adalah ia mampu mewujudkan impiannya untuk menerbitkan buku karyanya yang berjudul Mari Belajar Mendongeng Kisah-kisah Damai pada 2021. Selain itu, setelah mendapatkan penghargaan ini, membuatnya mendapatkan beberapa penghargaan lainnya.

Sampai kapan seorang Eklin Amtor de Fretes akan menjalankan kegiatannya ini? Saat disuguhkan pertanyaan ini, Eklin menjawab dengan diplomatis bahwa ia tidak tahu sampai kapan harus menjalankannya. Eklin yang kini menjadi seorang pendeta memiliki Impian agar anak-anak di Maluku bisa tumbuh tanpa memiliki prasangka buruk kepada saudara-saudaranya yang berbeda agama maupun daerah sekalipun dan hidup rukun penuh toleransi.

Namuni, mpiannya ini masih belum bisa terwujud hingga saat ini. Oleh karena itu, ia akan terus bergerak untuk menyampaikan pendidikan perdamaian ini dengan mendongeng. Semangat Eklin, semoga cita-cita luhur kamu bisa terwujud untuk kedamaian di Maluku!

Baca Juga: Bayang Konflik Maluku Antarkan Eklin Amtor de Fretes Jadi Pendongeng

Ari Budiadnyana Photo Verified Writer Ari Budiadnyana

Menulis dengan senang hati

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Naufal Al Rahman

Berita Terkini Lainnya