TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Istilah Trauma Dumping dan Dampaknya Terhadap Kondisi Mental

Trauma seseorang bisa berdampak pada orang lain

ilustrasi seseorang mengalami trauma (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Intinya Sih...

  • Berbagi cerita stres, kecemasan, dan kekhawatiran dapat membantu seseorang, namun jika berlebihan bisa berdampak buruk pada pendengar
  • Tanda-tanda trauma dumper: terus menceritakan trauma, tidak mendengarkan orang lain, hubungan satu arah
  • Orang yang mengalami trauma dumping akan merasakan emosi negatif dan dapat mempengaruhi hubungan dengan orang lain

Gak bisa dipungkiri, bahwa berbagi cerita tentang stres, kecemasan, dan kekhawatiran kepada seseorang yang dipercaya bisa sangat membantu seseorang memproses perasaan sulit tersebut. Namun, jika hal tersebut dilakukan secara berlebihan dan terus-menerus, ini bisa berdampak buruk pada orang yang menampung cerita-cerita yang disampaikan.

Ia mungkin akan mengalami trauma dumping. Lantas, apa itu trauma dumping? Yuk, simak pengertian dan dampaknya terhadap kondisi mental seseorang lewat ulasan di bawah ini!

1. Apa itu trauma dumping?

ilustrasi stres (pexels.com/Engin Akyurt)

Secara sederhana, istilah trauma dumping digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi yang dialami seseorang yang terus-menerus menerima cerita trauma dari orang lain. Lebih jauh, Naomi Torres-Mackie, psikolog klinis, dilansir Forbes, menjelaskan, orang yang menceritakan traumanya tersebut cenderung gak memperhatikan dampak traumatisnya kepada orang lain, sehingga membuat si pendengar merasa kewalahan, gak nyaman, hingga mengalami trauma sekunder.

“Meskipun hal ini dapat memberikan kelegaan jangka pendek bagi orang yang melakukannya, pada akhirnya, hal ini gak membantu salah satu pihak dan membuat pendengarnya merasa terbebani dan gak berdaya,” tambah Jenn Kennedy, terapis pernikahan dan keluarga berlisensi, dikutip Forbes.

2. Tanda-tanda seorang trauma dumper

ilustrasi dua orang sedang duduk di sofa (pexels.com/Gustavo Fring)

Ada beberapa tanda yang menunjukan seorang trauma dumper atau orang yang sering berbagi kisah traumanya kepada orang lain. Dikutip Verywell Mind, Brittany Becker, konselor kesehatan mental berlisensi, memaparkan beberapa tandanya sebagai berikut:

  • Seorang trauma dumper senantiasa melampiaskan perasaan dan pemicu traumanya secara terus menerus dan gak mengubah pola pikir serta enggan belajar mengatasi pemicunya dengan lebih efektif.
  • Gak mengizinkan orang lain memberikan pendapat atau sudut pandangnya.
  • Berada dalam hubungan satu arah. Seorang trauma dumper selalu curhat kepada orang lain, tetapi hampir gak pernah mendengar curhatan dari orang lain.
  • Gak bertanya kepada orang lain mengenai kabar atau kehidupannya dan gak memberinya ruang untuk balik curhat.

Jika tanda-tanda tersebut ada pada dirimu, penting untuk segera berhenti dan merenungkan kembali sifat serta isi percakapanmu dengan orang lain. Pikirkan kembali apa yang hendak kamu bagi kepada orang lain dan dampaknya bagi sang pendengar.

3. Dampak yang ditimbulkan

ilustrasi depresi (pexels.com/Liza Summer )

Seseorang yang mengalami trauma dumping akan mengalami berbagai emosi negatif, seperti perasaan tertekan, cemas, hingga mengalami trauma serupa seperti kisah yang dia dengar. Mendengar detail traumatis tanpa persetujuan atau persiapan matang dapat membuat si pendengar mengalami kewalahan secara emosional.

“Seseorang yang mengalami trauma dumping mungkin merasa putus asa, frustrasi, lelah, gak berdaya, atau cemas. Hal ini mungkin juga membuat mereka merasa dimanfaatkan," kata Torres-Mackie.

Selain bisa memberi trauma serupa kepada sang pendengar, dampak lain dari trauma dumping juga bisa membuat hubungan berjalan kurang baik. Perpecahan mungkin saja akan terjadi, sehingga penting untuk segera mengatasinya.

Baca Juga: 5 Cara Tenang Berinteraksi dengan Orang yang Bikin Stres

4. Cara berhenti

ilustrasi memeluk teman (pexels.com/RDNE Stock project)

Agar kamu gak jadi seorang trauma dumper, ada beberapa tips yang bisa dilakukan. Pertama, Becker menyarankan sebelum berbagi cerita, sebaiknya tanyakan dulu kepada diri sendiri apa motivasi dan tujuanmu menceritakan trauma tersebut pada orang lain. Setelah itu, pertimbangkan untuk memulai percakapan dengan beberapa pertanyaan, seperti:

  • "Aku sedang mengalami sesuatu yang sangat sulit untuk diproses dan mungkin juga ini bisa cukup melelahkan buat kamu dengar, apa kamu sedang dalam kondisi yang baik untuk membicarakan hal ini denganku?"
  • "Hai, bisakah kamu membantuku dengan memberitahu aku jika aku pernah melewati batas saat bercerita tentang traumaku padamu?"

Verified Writer

Nurkorida Aeni

Hai

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya