Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Air mata, sebagai lambang kesedihan dan kehilangan, sering kali menjadi bagian tak terpisahkan dari proses berduka. Namun, dalam tradisi dan kebiasaan tertentu ada aturan yang menyarankan agar air mata tidak mengenai jenazah. Kenapa hal ini dianggap penting? Apakah ada makna spiritual atau praktis di balik larangan tersebut?
Dalam banyak budaya dan kepercayaan, salah satunya agama Islam, jenazah dianggap sebagai sesuatu yang perlu dihormati dengan cara tertentu. Ada beberapa pendapat yang menyebut bahwa air mata tidak boleh kena jenazah. Lantas, apakah hal tersebut benar adanya? Simak jawabannya di bawah!
1. Hal yang tidak boleh dilakukan muslim terhadap orang yang meninggal
ilustrasi menangis di kamar (unsplsh.com/Claudia Wolff) Dilansir NU Online, Islam memiliki anjuran tertentu dalam menyikapi kematian orang lain. Sudah seharusnya bagi seorang muslim tidak meratapi kematian seseorang, karena hukumnya haram.
Ratapan menggambarkan ketidak-ikhlasan orang atas qada dan qadarnya Allah SWT. Dalam sebuah hadis dijelaskan, bahwa ratapan bisa menjadi siksaan orang yang meninggal di alam kubur. Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sesungguhnya mayit itu disiksa dengan tangisan (ratapan) keluarganya terhadapnya." (HR. Al-Bukhari)
Baca Juga: 5 Film Korea Bertema Anak, Banjir Air Mata dan Bikin Mewek
2. Hukum menangisi orang yang sudah meninggal
ilustrasi perempuan menangis (pexels.com/Andrea Piacquadio) Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Namun, ratapan berbeda dengan tangisan biasa. Meratap di sini merujuk pada tangisan berlebihan seseorang yang disertai perasaan tidak rela dan keluhan. Sehingga, para ahli fikih sepakat bahwa tangisan terhadap jenazah tidak begitu saja menjadi haram. Seseorang boleh menangisi jenazah jika dalam tahap wajar.
Dalam sebuah riwayat Nabi Muhammad SAW, diceritakan bahwa Rasulullah juga meneteskan air matanya tatkala melepaskan kematian putranya, Ibrahim. Berikut sisi riwayatnya:
“(Tidak masalah menangisi jenazah tanpa meratap, merobek kantong, dan memukul pipi). Seseorang boleh menangisi orang lain baik sebelum maupun sesudah wafatnya. Kebolehan menangisi seseorang sebelum wafat didasarkan pada riwayat sahabat Anas RA, ia berkata, ‘Kami menemui Rasulullah SAW, sementara Ibrahim, putra beliau, sedang menghembuskan nafas terakhirnya. Saat itu tampak air hangat mengalir, yaitu meluncur dari kedua mata Rasulullah SAW’,” (Lihat Taqiyyuddin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 137-138)
Dalam riwayat lain juga dijelaskan:
“Sedangkan, kebolehan menangisi seseorang setelah wafat juga didasarkan pada hadis riwayat sahabat Anas RA, ia berkata, ‘Kami menyaksikan pemakaman putri Rasulullah SAW, aku melihat kedua matanya berlinang air mata. Sementara Rasulullah SAW duduk di atas makam putrinya’,” (Lihat Taqiyyuddin Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 138)