TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Alasan Mental Slavery Memicu Kamu Terjebak Quarter Life Crisis

Bukan untuk ditakuti, tetapi dihadapi dengan bijak

potret perempuan muda kelelahan (pexels.com/George Milton)

Kamu mungkin sudah sering kali mendengar istilah quarter life crisis. Psikolog berlisensi Rachel Needle, PsyD, mendefinisikan quarter life crisis sebagai perasaan stres dan ketidakpastian yang sering dipicu kebingungan dalam proses menemukan jati diri serta apa yang diinginkan dalam hidup pada usia awal 20-an hingga awal 30-an.

Intinya, setiap orang bisa mengalami fase ini setidaknya sekali dalam hidup, namun, bentuk kondisinya bisa berbeda-beda pada setiap individu. Secara umum, tanda-tandanya seperti bersikap impulsif, sulit mengambil keputusan, merasa tidak punya arah hidup, dipenuhi kecemasan akan masa depan, hingga perasaan insecure yang menguasai diri. Apakah kamu sedang merasakannya? Maka, berhati-hatilah!

Pasalnya, para ahli setuju, tidak ada yang tahu pasti berapa lama periode waktu quarter life crisis itu bisa terjadi. Di lain sisi, seseorang bisa saja merasa terjebak dalam fase ini secara terus-menerus. Salah satu penyebabnya karena kamu mengalami mental slavery. Istilah tersebut punya arti bahwa seseorang tengah diperbudak oleh mental sehingga mengesampingkan keinginan dirinya dan bertindak berdasarkan kehendak dan keyakinan serta sikap orang atau kelompok lain.

Lebih lanjut, yuk, pahami alasan apa saja yang bisa membuat mental slavery jadi pemicu quarter life crisis berkepanjangan lewat artikel berikut!

Baca Juga: 5 Tips Hadapi Dilema Percintaan saat Quarter Life Crisis

1. Membuatmu menjalani hidup dalam mimpi orang lain bukan diri sendiri

potret pria muda kelelahan (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Kamu tidak pernah akan merasa benar baik-baik saja jika selama ini tujuan hidupmu demi membahagiakan orang lain. Padahal, kamu sendiri juga sangat berhak menentukan arah hidup dan passion yang benar-benar kamu inginkan. Meski mungkin awalnya kamu merasa puas karena kesuksesanmu membuat orang lain senang, tetapi pada akhirnya kamu bisa jadi akan merasa tersesat dalam hidup.

Kamu mungkin tidak lagi bergairah karena pada dasarnya bukan itu yang kamu mau. Kamu pun merasa ada yang salah dengan dirimu sendiri, di mana artinya ekspektasimu bahagia karena sukses itu ternyata salah. Kondisi ini akan berujung pada kekecewaan terhadap masa muda. Salah satu faktor yang menjadi penyebab utama seseorang mulai alami quarter life crisis.

Maka dari itu, di masa muda sering kali orang dianjurkan untuk mengikuti kata hatinya. Itu bukan kalimat klise, kok! Apa yang kamu lakukan di masa muda akan berdampak pada apa yang akan terjadi pada hidupmu di masa depan. Tetapi, kamu mesti ingat di masa ini pula sebaiknya kamu lebih banyak menghabiskan stok kegagalan!

2. Membuatmu berpikir bahwa hidup adalah perlombaan

potret perempuan kelelahan di depan laptop (pexels.com/Kampus Production)

Jangan menilai pencapaian yang ada dalam hidup kamu berdasarkan pencapaian hidup yang kamu lihat dari orang lain. Sayangnya, saat ini mental kita seakan semakin diperbudak dengan keberadaan media sosial. Membandingkan apa yang sudah orang lain miliki dengan apa yang kita miliki seakan sudah menjadi kebiasaan. Padahal, perjalanan hidup orang berbeda. Suka duka yang dialami setiap individu pun tidak sama.

Itulah mengapa Tuhan memberikan jawaban atas perjuangan yang orang lalui juga dengan cara dan waktu berbeda-beda. Jika kamu melihat seorang pemuda yang baru berusia 23 tahun sudah punya pasangan, mendapatkan beasiswa luar negeri, hobinya jalan-jalan dan nonton konser, mungkin karena memang ia sudah berletih-letih berusaha lebih dahulu lagi daripada orang lain. Mungkin juga karena sebelumnya kehidupannya sudah sangat sulit hingga itulah hadiah yang diberikan Tuhan.

Kondisi ini juga yang menjadi pemicu insecure, salah satu tanda dalam fase quarter life crisis yang bikin kamu akan semakin sulit berkembang. Jangan merasa kecil hanya karena kamu pikir kamu kalah cepat mencapai kesuksesan daripada orang lain. Hidup itu bukanlah perlombaan, masa satu orang dengan orang lainnya itu berbeda. Jika itu memang soal kemenangan, maka apa yang harus kamu menangkan itu adalah kamu dengan pikiran negatif yang ada di dalam diri kamu sendiri.

3. Membuatmu kesulitan membuat keputusan penting sendirian

potret perempuan muda sedang berpikir (pexels.com/cottonbro studio)

Ketika kamu berada dalam masa awal dewasa, tekanan hidup seakan datang bersamaan. Semua itu semakin terasa sulit karena kamu dikuasai oleh perbudakan mental sehingga kamu sering kali menerima begitu saja perasaan dan pikiran negatif yang datang tersebut secara mentah-mentah. Akhirnya, kamu selalu sulit membuat keputusan dalam hidup, terutama keputusan besar yang berkaitan dengan pasangan atau karier.

Dalam pikiranmu kamu tidak akan bisa memutuskan tanpa adanya dukungan atau saran dari orang-orang di sekitarmu. Sebenarnya meminta saran ini tidak salah, namun, ingat jika saran itu hanyalah preferensi. Kamu tidak bisa menjadikannya sebagai acuan utama untuk mengambil keputusan. Orang lain bisa saja mengatakan kamu tidak mungkin bisa belajar ke luar negeri karena kamu pemalu.

Padahal, pada akhirnya kamulah yang akan menjalani keputusan itu. Kamu sendiri yang lebih tahu kamu sebenarnya bisa atasi hambatan itu atau tidak. Namun, kamu mundur hanya karena perkataan "tidak" atau "jangan" dari orang lain. Jadi, yuk, belajar hindari ragu berlebihan ketika mengambil keputusan yang kamu yakini, baik untukmu ataupun sebaliknya. Ingat, kamu yang akan bertanggung jawab untuk hasilnya, bukan orang lain.

Baca Juga: 5 Cara Siasati Gejolak Quarter Life Crisis tanpa Rasa Cemas

Verified Writer

Nadhifa Salsabila Kurnia

Pencinta literasi penyuka fiksi, menulis kapan dan dimana saja

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya