TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Perbedaan Flexing dan Personal Branding, Jangan Salah Memahami!

Keduanya memiliki sisi perbedaan yang detail

ilustrasi menampilkan personal branding (pexels.com/RDNE Stock Project)

Flexing dan personal branding. Dua hal ini pasti pernah kamu dengar. Sejatinya flexing dan personal branding memiliki perbedaan yang nyata. Namun demikian, masih banyak orang yang kerap terkecoh oleh dua hal tersebut.

Sikap flexing justru dianggap sebagai sebuah kebanggaan. Sedangkan personal branding justru diabaikan. Sudut pandang seperti ini sudah seharusnya diperbaiki. Mari pahami lebih jauh antara perbedaan flexing dengan personal branding. Jangan sampai terkecoh lagi!

1. Sosok yang melakukan personal branding mengetahui sisi keunggulan diri. Sedangkan mereka yang flexing cenderung tidak mengenali diri

ilustrasi menampilkan personal branding (pexels.com/Yan Krukau)

Personal branding dan flexing sama-sama upaya untuk menunjukkan eksistensi diri. Tapi jika dicermati lebih detail, ternyata keduanya tidak sama. Hal ini bisa dilihat dari sisi keunggulan yang melekat dalam diri individu.

Dengan adanya personal branding, seseorang mengetahui sisi keunggulan diri yang harus dikembangkan. Mereka mampu mengasah minat secara tepat. Berbeda halnya dengan orang-orang yang gemar flexing. Mereka hanya ingin dikenal orang lain melalui sensasi. Sedangkan potensi diri cenderung diabaikan.

Baca Juga: 6 Kesalahan dalam Membangun Personal Branding yang Harus Dihindari

2. Personal branding untuk menunjukkan kualitas diri, flexing hanya untuk validasi sosial

ilustrasi menampilkan personal branding (pexels.com/Karolina Grabowska)

Pada faktanya banyak orang yang terkecoh antara flexing dengan personal branding. Tentu kita harus berpikir lebih cermat lagi. Jangan sampai terjerumus pada pemahaman keliru karena ini mempengaruhi kualitas hidup yang dijalani.

Terdapat hal penting yang bisa kamu jadikan catatan. Personal branding dilakukan untuk menunjukkan sisi kualitas diri. Kamu adalah manusia berintegritas dan memiliki ciri khas unik. Hal sebaliknya terjadi pada sikap flexing. Tujuan utama hanya untuk mencari validasi sosial.

3. Personal branding bisa memperkuat rasa percaya diri, flexing justru menghadirkan kecemasan

ilustrasi cemas (pexels.com/Liza Summer)

Pernahkah kamu mengamati antara personal branding dan flexing? Keduanya memang sama-sama upaya menonjolkan diri di depan publik. Tapi cara dalam menunjukkan eksistensi tersebut juga memiliki perbedaan yang tegas.

Melalui personal branding seseorang jadi lebih percaya diri. Ia merasa optimis atas sisi kemampuan yang dimiliki. Tapi tidak dengan mereka yang memiliki sikap flexing. Alih-alih menumbuhkan rasa percaya diri, sikap pamer justru menghadirkan kecemasan. Ia khawatir orang lain mengetahui sisi kepalsuannya.

4. Personal branding menumbuhkan citra diri positif, flexing justru menciptakan kesan negatif

ilustrasi flexing (pexels.com/Thirdman)

Jika dilihat, personal branding erat kaitannya dengan upaya menunjukkan kualitas diri. Seseorang berusaha menegaskan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Berbeda halnya dengan flexing yang hanya mengandalkan sensasi untuk menarik perhatian masyarakat luas.

Dari sini kita bisa melihat sisi perbedaan secara detail dan teliti. Personal branding justru menumbuhkan citra diri positif. Seseorang cenderung disegani keberadaannya. Sedangkan orang-orang yang gemar flexing justru menciptakan kesan negatif. Upaya pamer dan mencari sensasi hanya dipandang sebelah mata oleh masyarakat sekitar.

Baca Juga: 5 Sikap Bijak Hadapi Teman yang Suka Flexing, Jangan Emosi!

Verified Writer

Mutia Zahra

Let's share positive energy

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya