Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Kita hidup di lingkungan sosial dengan berbagai macam standar yang mendominasi. Mulai dari standar mengenai karier yang dianggap cemerlang, standar akademis yang berlaku, sampai dengan standar pencapaian pribadi yang dianggap simbol kemapanan hidup. Terkadang kita menjadikan standar yang berlaku sebagai tolok ukur perbandingan. Untuk selanjutnya merasa tidak puas jika gagal mengikuti standar tersebut.
Tapi benarkah jika perbandingan sosial merupakan kunci dari kepuasan? Tentu tidak. Pada faktanya kepuasan tidak bisa diukur berdasarkan perbandingan sosial. Kepuasan merupakan pengalaman yang sangat pribadi dan subjektif. Ketahui lima alasan di bawah ini, jangan sampai terkecoh lagi.
1. Pengaruh emosi dan makna pribadi
ilustrasi perempuan bahagia (pexels.com/Andre Furtado) Hidup di tengah lingkungan sosial kamu pasti sudah tidak asing dengan perbandingan. Contohnya memberlakukan standar orang lain sebagai tolok ukur keberhasilan diri. Bagaimana jika tidak bisa mengikuti standar yang sudah ditetapkan? Tanpa sadar didominasi oleh perasaan kecewa dan menyesal.
Kita tidak seharusnya mengukur kepuasan hanya berdasarkan perbandingan sosial. Karena kepuasan dipengaruhi oleh emosi dan makna pribadi. Pengalaman emosional dan makna merupakan hal yang unik bagi setiap individu. Ini tidak bisa dinilai dengan satu sudut pandang yang berlaku di lingkungan sosial.
2. Perbandingan sosial hanya menimbulkan kecemasan
ilustrasi perempuan berjejer (pexels.com/Cottonbro studio) Tanpa sadar kita kerap menjadikan standar sosial sebagai patokan utama. Kemudian berjuang keras dan menghakimi diri berlebihan agar mampu tumbuh sesuai standar tersebut. Tapi dalam hal ini, apakah sudah merasakan kepuasan yang sesungguhnya? Atau mungkin kita merasa bahagia hanya karena mampu memperoleh validasi sosial sementara?
Tanpa disadari jika kepuasan tidak diukur berdasarkan perbandingan sosial. Memaksakan standar orang lain bagi diri kita justru menimbulkan kecemasan. Setiap orang memiliki bakat dan keunikan masing-masing. Standar yang berlaku bagi orang lain belum tentu sesuai dengan nilai dan tujuan hidup sendiri.
Baca Juga: 5 Alasan Perbandingan Sosial Bisa Menghancurkan Sikap Optimis
3. Kepuasan berkaitan dengan rasa damai dan tenang
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
ilustrasi merasa bahagia (pexels.com/Andrea Piacquadio) Membahas tentang perbandingan sosial memang selalu ada fakta menarik. Tapi anehnya kita justru menjadikan standar sosial sebagai patokan utama. Jika tidak mampu mengikuti standar yang sudah ditetapkan, seolah menganggap kehidupan diri sendiri sudah gagal.
Sudah saatnya kita merenungkan dengan bijaksana. Perlu diketahui bahwa kepuasan tidak diukur berdasarkan perbandingan sosial. Ini adalah rasa damai dan tenang yang bertahan dalam jangka panjang. Sedangkan mengikuti standar orang lain belum tentu menghadirkan ketenangan tersebut.
4. Kepuasan sebagai konsep subjektif
ilustrasi hidup bahagia (pexels.com/Alexsandro Calixto) Menjadi bagian dari lingkungan sosial sebenarnya menjadi tantangan tersendiri. Kita akan dihadapkan dengan sejumlah perbandingan yang tidak ada habisnya. Contohnya mengenai perbandingan karier yang dianggap mapan dan cemerlang. Belum lagi standar hidup lain yang dianggap sebagai simbol kesuksesan mutlak.
Mengapa kita tidak menanamkan sudut pandang yang bijaksana mengenai kepuasan? Ini adalah suatu hal yang bersifat subjektif. Tidak ada satu ukuran universal atau standar yang dapat mengukur tingkat kepuasan dengan tepat. Kepuasan adalah gabungan dari berbagai faktor yang unik bagi setiap individu.