TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Alasan Sikap Perfeksionis Justru Jadi Sumber Kecemasan Kamu

Kita terlalu takut dengan kemungkinan terburuk

ilustrasi merasa cemas (pexels.com/Timur Weber)

Tanpa sadar kita masih membiarkan sikap perfeksionis mendominasi diri. Entah saat sedang berusaha, atau ketika kita mengambil keputusan. Standar kesempurnaan tertinggi dijadikan sebagai patokan utama. Namun demikian, terdapat dampak negatif yang mengintai. Sikap perfeksionis ternyata justru menjadi sumber kecemasan.

Kita tidak memiliki ketegasan dalam mengambil keputusan yang berlaku. Apalagi memegang teguh konsistensi dan kesabaran. Kehidupan yang seharusnya seimbang justru berjalan tidak stabil. Beberapa hal menjadi alasan mengapa sikap perfeksionis justru menjadi sumber kecemasan. Kira-kira, apa sajakah itu?

Baca Juga: 5 Alasan Sikap Perfeksionis Bikin Kamu Bersikap Toxic dalam Hubungan

1. Standar perfeksionis membuat seseorang ragu dengan kemampuan sendiri

ilustrasi orang pesimis (pexels.com/Karolina Grabowska)

Boleh-boleh saja kita mempertahankan sikap perfeksionis. Justru Ini memacu diri untuk meraih pencapaian terbaik. Tapi sikap perfeksionis yang berlebihan justru menjadi sumber kecemasan. Untuk selanjutnya menghancurkan potensi meraih keberhasilan secara menyeluruh.

Perlu diketahui, standar perfeksionis yang tidak terkontrol membuat seseorang ragu dengan kemampuannya sendiri. Ia merasa menjadi sosok yang kerdil dan tidak memiliki potensi apapun. Dalam bertindak selalu mengkhawatirkan kemungkinan negatif serta kecerobohan.

2. Menumbuhkan rasa takut yang besar terhadap kegagalan

ilustrasi merasa gagal (pexels.com/Pixabay)

Kegagalan menjadi fase yang pasti dihadapi oleh setiap orang. Bahkan menjadi pondasi awal dari kesuksesan dalam skala besar. Menghadapi kegagalan, kita tidak bisa mengandalkan sikap pasrah dan menyerah. Sebaliknya, harus menjadikan kegagalan sebagai ajang pembelajaran.

Ini tidak berlaku bagi orang-orang yang memiliki sikap perfeksionis. Sudut pandang demikian justru menumbuhkan rasa takut yang besar terhadap kegagalan. Rasa takut ini menumbuhkan kecemasan yang tidak terkendali. Seseorang selalu melihat situasi berdasarkan kemungkinan terburuk.

3. Sosok perfeksionis cenderung mengkhawatirkan penilaian orang lain

ilustrasi merasa takut (pexels.com/Mikhail Nilov)

Manusia memang diciptakan sebagai makhluk sosial. Kita hidup berdampingan dengan orang lain di lingkungan sekitar. Tapi fakta penting yang perlu diketahui, setiap orang memiliki alur berpikir berbeda. Tidak semua orang memberikan penilaian yang baik dan bersifat membangun.

Di sinilah alasan sikap perfeksionis justru menjadi sumber kecemasan. Standar kesempurnaan yang terlalu tinggi membuat kita khawatir akan penilaian orang lain. Akibat rasa khawatir tersebut, justru bertahan di tempat yang sama tanpa ada perkembangan apapun.

Baca Juga: 5 Sumber Tersembunyi Sikap Perfeksionis, Rasa Insecure?

4. Sikap perfeksionis dapat menghambat kepuasan diri

ilustrasi merasa tertekan (pexels.com/Karolina Grabowska)

Jika membahas tentang sikap perfeksionis, tentu ini berkaitan erat dengan standar kesempurnaan yang tinggi. Sebenarnya tidak salah saat kita memiliki standar kesempurnaan tersebut. Namun sikap perfeksionis yang berlebihan justru menjadi sumber kecemasan.

Tentu ada alasan logis yang menyertai. Sikap perfeksionis dapat menghambat kepuasan diri. Mereka cenderung fokus pada apa yang salah atau kurang daripada yang sudah dicapai. Bahkan memforsir diri di luar batas kemampuan yang seharusnya hanya untuk meraih tujuan tidak realistis.

5. Seseorang terjebak dalam siklus overthinking yang berkelanjutan

ilustrasi overthinking (pexels.com/Gustavo Fring)

Apa yang membuat kamu masih bertahan dengan sikap perfeksionis di luar batas wajar? Apakah menganggap ini sebagai dorongan untuk meraih keberhasilan secara totalitas? Tanpa disadari jika sikap perfeksionis yang tidak terkontrol justru menjadi sumber kecemasan.

Mengapa bisa dikatakan demikian? Karena sikap perfeksionis, seseorang terjebak dalam siklus overthinking yang berkelanjutan. Mereka terus-menerus memikirkan kesalahan atau kekurangan di masa lalu. Alih-alih mengambil langkah untuk maju dan berkembang, mereka justru berdiam di tempat yang sama.

Verified Writer

Mutia Zahra

Be grateful for everything

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya