TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

7 Alasan Gak Memaksakan Perspektif Pribadi sebagai Kebenaran Universal

Perspektif pribadi bisa saja bersifat subjektif

ilustrasi berbeda pendapat (pexels.com/Alena Darmel))

Masing-masing individu pasti memiliki perspektif pribadi. Ini merupakan sudut pandang akan suatu fenomena atau permasalahan. Perspektif antara satu orang dengan yang lainnya tidak bisa disamakan. Namun demikian, jangan sampai kita memaksakan perspektif pribadi sebagai kebenaran universal.

Apalagi sampai menghakimi orang-orang yang tidak memiliki pemikiran sejalan. Perlu diketahui, perbedaan adalah hal yang wajar terjadi di lingkungan sekitar. Setelah membaca alasan di bawah ini, mari belajar menyikapi perspektif pribadi sesuai dengan porsinya.

1. Lingkungan terdiri dari orang berbagai macam latar belakang

ilustrasi interaksi sosial (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Dalam menghadapi masalah kita pasti memiliki perspektif pribadi. Kita mendefinisikan suatu masalah sesuai dengan sudut pandang dan pemikiran pribadi. Tapi alangkah baiknya tidak memaksakan perspektif pribadi sebagai kebenaran universal.

Perlu diketahui, lingkungan terdiri dari orang berbagai macam latar belakang. Baik dari segi pola pikir, prinsip dan pedoman hidup, sama dengan budaya dan kebiasaan. Keberagaman latar belakang ini mempengaruhi sudut pandang akan suatu masalah. Antara satu orang dengan yang lainnya memiliki perspektif berbeda.

2. Adanya keterbatasan perspektif individu

ilustrasi berpikir (pexels.com/Cottonbro studio)

Harus diakui jika banyak orang memaksakan perspektif pribadi sebagai kebenaran universal. Orang-orang di lingkungan sekitar diharuskan menganut pedoman dan pola pikir sebagaimana dirinya. Jika ada yang berseberangan langsung dianggap sebagai orang yang salah.

Kita harus berhenti dari kebiasaan tersebut jika ingin hidup dan berbaur di lingkungan sosial. Salah satu yang menjadi dasar adalah keterbatasan perspektif individu. Adakalanya sudut pandang yang kita terapkan masih memiliki beberapa kekurangan sehingga tidak bisa dijadikan pedoman bagi lingkungan sosial.

Baca Juga: 5 Cara Meningkatkan Motivasi Belajar di Tengah Kesibukan Kerja

3. Keanekaragaman pengalaman manusia

ilustrasi diskusi (pexels.com/Yan Krukau)

Setiap orang pasti memiliki pedoman beserta pola pikir yang diterapkan dalam menjalani kehidupan. Otomatis antara satu orang dengan yang lainnya memiliki perspektif berbeda. Tapi hal penting yang perlu diketahui, jangan sampai kita memaksakan perspektif pribadi sebagai kebenaran universal.

Salah satu yang menjadi tolok ukur adalah keanekaragaman pengalaman manusia. Apa yang mungkin benar atau relevan bagi satu individu belum tentu berlaku bagi orang lain. Memaksakan perspektif pribadi bisa mengabaikan keragaman dan kompleksitas ini.

4. Upaya menghargai kebebasan berpikir

ilustrasi suasana diskusi (pexels.com/Jopwell)

Masing-masing individu pastinya memiliki pendapat peserta pemikiran akan suatu persoalan. Inilah yang dinamakan dengan perspektif pribadi. Antara satu orang dengan yang lainnya memiliki sudut pandang berbeda-beda.

Tapi alangkah baiknya kita tidak memaksakan perspektif pribadi sebagai kebenaran universal. Langkah ini dilakukan sebagai upaya menghargai kebebasan berpikir. Karena dengan memaksakan perspektif pribadi, kita merampas kebebasan individu untuk berpikir dan memahami dunia berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka sendiri.

5. Perspektif pribadi bisa bersifat subjektif

ilustrasi memahami perspektif orang lain (pexels.com/Werner Pfennig)

Harus diakui bahwa antara satu orang dengan yang lainnya memiliki pola pikir berbeda. Tidak terkecuali dari cara mereka dalam menyikapi suatu masalah atau situasi. Tapi yang perlu menjadi catatan, jangan sampai kita memaksakan perspektif pribadi sebagai kebenaran universal.

Tentu ada alasan logis yang mendasari. Karena perspektif pribadi bisa bersifat subjektif. Pendapat dan pemikiran yang bagi kita benar ternyata menurut orang lain masih kurang tepat. Apalagi dipengaruhi oleh konteks sosial, budaya, peserta pola pikir dan kebiasaan masing-masing.

6. Mendorong empati dan keterbukaan

ilustrasi mengobrol (pexels.com/Sergey Makhasin)

Tanpa disadari kita kerap memaksakan perspektif pribadi sebagai kebenaran universal. Bahkan memaksa orang-orang di lingkungan sekitar agar melaksanakan standar yang sudah kita tetapkan. Sikap demikian ini tidak seharusnya dilakukan.

Mengapa demikian? Karena kita perlu mendorong empati dan keterbukaan. Tidak memaksakan perspektif memungkinkan kita untuk lebih mendengarkan dan memahami sudut pandang orang lain. Ini menciptakan ruang dialog, empati, dan keterbukaan pikiran, yang pada akhirnya memperkaya hubungan antarindividu.

7. Agar lebih fleksibel dalam menghadapi realitas

ilustrasi suasana diskusi (pexels.com/Diva Plavalaguna)

Realitas memang tidak selalu berjalan sesuai dengan yang dikehendaki. Seringkali kita dihadapkan dengan lingkungan yang bersifat dinamis. Apalagi turut dilengkapi dengan orang-orang yang memiliki karakter dan kebiasaan berbeda. Tentu kita harus mampu menyesuaikan diri dengan baik di tengah realitas yang terjadi.

Di sinilah alasan mengapa kita tidak boleh memaksakan perspektif pribadi sebagai kebenaran universal. Salah satunya agar lebih fleksibel dalam menghadapi realitas. Dengan menyadari bahwa perspektif kita mungkin tidak mutlak, kita dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan.

Perspektif pribadi tentu hanya berlaku bagi diri sendiri. Kita tidak bisa menjadikan Hal ini sebagai kebenaran universal. Apalagi di tengah orang-orang dari berbagai macam latar belakang. Karena perspektif pribadi adalah suatu hal yang bersifat subjektif. Setiap orang memiliki pendapat dan pola pikir masing-masing yang tidak bisa disamakan.

Baca Juga: 5 Cara Menerapkan Prinsip 'Hari Esok Lebih Baik dari Hari Ini'

Verified Writer

Mutia Zahra

Be grateful for everything

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya