TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Siami, Perajin Tenun Tradisional asal Banyuwangi

Banyuwangi ternyata memiliki warisan budaya tenun

Siami (74), warga Desa Jambesari, Kecamatan Giri, yang dikenal sebagai perajin tenun tradisional Banyuwangi. (dok. Humas Pemkab Banyuwangi)

Banyuwangi, IDN Times – Dikenal dengan batiknya, Banyuwangi ternyata juga memiliki warisan budaya tenun. Salah satunya adalah Siami (74), warga Desa Jambesari, Kecamatan Giri, yang dikenal sebagai perajin tenun tradisional Banyuwangi. 

Siami membuat kain tenun secara turun-temurun. Ia belajar dari ibunya yang juga seorang penenun tradisional. Desa Jambesari merupakan sentra penenun sejak puluhan dekade silam.

"Namun, yang melanjutkan hingga saat ini tinggal saya. Saya mulai menenun sejak sekitar tahun 1960-an," kata Siami pada Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang mengunjunginya, di sela Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa) di Desa Jambesari, Senin (9/9). 

Saat dikunjungi Ipuk, Siami tengah menenun kain pesanan dari seorang warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Desa Kemiren merupakan salah satu tempat tinggal warga Osing, suku khas Banyuwangi.

1. Tradisi menyediakan kain tenun berkualitas tetap dilestarikan

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani saat mengunjungi Siami (74), warga Desa Jambesari, Kecamatan Giri, yang dikenal sebagai perajin tenun tradisional Banyuwangi. (dok. Humas Pemkab Banyuwangi)

Kebanyakan kain tenun tua yang dimiliki warga Desa Kemiren adalah buatan warga Desa Jambewangi. Tradisi menyediakan kain tenun berkualitas itu tetap dilestarikan oleh Siami hingga saat ini. Kain tenun buatan Siami ukurannya tak terlalu besar. 

"Ini untuk gendongan. Atau biasa juga dipakai seserahan di acara pernikahan," tambah dia.

Kain gendongan yang dibuat Siami terdiri atas lima motif, yakni Keluwung, Solok, Boto, Lumut, dan Gedokan. Harga tiap lembar kain tenun buatan Siami dibanderol Rp4 juta.

"Bisa juga kalau mau bawa benang sendiri. Kalau benangnya dari pemesan, harganya Rp2 juta. Yang lama dari membuat kain tenun itu menata tiap benang di alat tenun ini. Butuh beberapa hari. Memang harus telaten," ucapnya.

Baca Juga: Pemkab Banyuwangi Fasilitasi Ilmu Parenting untuk Orangtua Siswa

2. Siami menenun dengan alat serta cara tradisional dan sederhana

Siami (74), warga Desa Jambesari, Kecamatan Giri, yang dikenal sebagai perajin tenun tradisional Banyuwangi. (dok. Humas Pemkab Banyuwangi)

Siami menenun dengan alat serta cara tradisional dan sederhana. Ia memakai alat penenun pangku yang terbuat dari kayu.

"Semua alat yang saya pakai adalah peninggalan ibu saya dulu. Masih saya rawat sampai saat ini," lanjutnya.

Kain tenun yang dibuatnya berukuran 300 cm x 60 cm. Kain tersebut terbuat sepenuhnya dari benang sutra. Karena proses pengerjaannya sepenuhnya manual, butuh waktu sekitar sebulan untuk membuat satu lembar kain tenun.

Setiap pagi, Siami mulai menenun sekitar pukul 08.00 WIB. Ia ulet memainkan tangan dengan alat tenun dan benang-benang sutra hingga sore hari.

"Biasanya istirahat saat zuhur. Lalu lanjut lagi sampai sore. Malamnya memintal benang sampai larut," kata Siami menjelaskan kesehariannya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya