TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Alasan Milenial Ingin Jadi Bos buat Diri Sendiri, Semoga Sukses Ya

Mereka punya pengalaman gak enak saat ikut orang

ilustrasi pemilik usaha (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Keinginan sebagian milenial buat jadi bos untuk dirinya sendiri hendaknya tidak dipandang sebelah mata. Fakta seputar usianya yang masih muda, serta pengalaman yang belum banyak jangan digunakan untuk menakut-nakutinya, dan memprediksikan kegagalannya.

Sebab, cita-cita menjadi bos bagi diri sendiri memang sebaiknya mulai diwujudkan sejak seseorang masih muda. Seiring pertambahan umur, orang cenderung akan ragu mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Begitu pula milenial yang menginginkan hal ini bukan tanpa alasan. Setidaknya lima alasan ini pun melatar belakangi milenial ingin jadi bos untuk dirinya sendiri.

1. Pernah bekerja pada orang lain dan diperlakukan dengan semena-mena

ilustrasi stres kerja (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Sekalipun seseorang bekerja demi memperoleh nafkah, ia tetap butuh dihormati oleh pemberi kerja. Bukan mentang-mentang pemilik usaha merasa membayarnya lantas bersikap semaunya sendiri pada karyawan. 

Ada bos yang suka memaki-maki karyawan atas setiap kesalahan sekecil apa pun. Belum lagi memberikan tugas yang terlalu banyak karena enggan mengeluarkan uang lebih buat merekrut dan membayar karyawan baru. 

Segala bentuk perlakuan yang tidak memanusiakan manusia ini pada akhirnya bikin milenial berpikir ulang. Sampai kapan mereka akan diam saja diperlakukan begitu? Kalau dengan menjadi bos buat diri sendiri, harga diri mereka lebih terjaga, kenapa tidak?

Baca Juga: 8 Hal yang Menahan Milenial untuk Resign, Bukan Cuma Faktor Gaji

2. Saat ikut orang, usaha tambah maju, tapi gajinya cenderung tetap

ilustrasi gajian (pexels.com/Karolina Grabowska)

Sebagian milenial berusaha untuk loyal pada tempat kerjanya. Mereka menjadi saksi dari perkembangan usaha tersebut. Mereka sudah bekerja di sana sejak usaha itu masih kecil sampai terus membesar.

Akan tetapi, apa yang mereka dapat? Kemajuan kantor bahkan tak memberikan perubahan yang berarti dalam kesejahteraan mereka. Gaji mereka nyaris tidak berbeda dari saat mereka baru masuk kerja. Sementara itu, pemilik usaha sepertinya tambah makmur saja.

Wajar apabila milenial merasa ini tidak adil. Sekalipun pemilik usaha pantas mendapatkan hasil yang lebih banyak, setidaknya jangan seolah-olah melupakan peran penting karyawannya. Tanpa kerja mereka, usaha itu gak akan berjalan apalagi berkembang sampai seperti sekarang.

3. Bisa lebih bebas mengatur waktu kerja

ilustrasi pekerja lepas (pexels.com/RODNAE Productions)

Kalau bekerja pada orang lain, sedikit keterlambatan dapat berbuah beragam sanksi. Misalnya, tidak mendapatkan uang kehadiran. Padahal karyawan yang telat masih akan bekerja sampai sore hari. 

Sekalipun hal tersebut dimaksudkan untuk membentuk budaya disiplin, ini dapat terasa gak adil buat sebagian milenial, karena tak setiap keterlambatan disengaja. Lain halnya jika mereka bekerja atau punya usaha sendiri. Mereka bebas mengatur waktu kerja tanpa mengurangi produktivitas.

4. Kemampuan lebih berkembang karena tidak bekerja berdasarkan perintah orang

ilustrasi membuat kue (pexels.com/Gustavo Fring)

Misalnya, orang yang bekerja sebagai koki di restoran. Sekalipun ia mampu memasak berbagai menu, setiap hari dia hanya bertugas menyiapkan menu yang itu-itu saja. Pemilik restoran yang menentukan setiap menunya.

Lain halnya apabila ia memilih jadi bos buat diri sendiri. Dia dapat bereksperimen dengan berbagai menu, bahkan menciptakan menu baru. Dengan kebebasan mengerjakan yang ingin dikerjakan, orang terhindar dari bekerja seperti robot yang sudah diprogram. Setiap hari ia akan belajar hal-hal baru.

5. Trauma saat kena PHK

ilustrasi PHK (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Tidak ada yang lebih ditakutkan oleh karyawan mana pun selain terkena PHK. Bahkan penderitaan kerap sudah dirasakan berbulan-bulan sebelum PHK dilakukan. Misalnya, pengurangan gaji karyawan seiring kondisi perusahaan yang memburuk.

Walau karyawan telah mencoba setia, nyatanya mereka jadi korban PHK juga. Sementara sebagian tabungan telah digunakan untuk menutup biaya hidup selama penghasilan dipotong. Ini membuat sebagian milenial merasa trauma. Lebih baik belajar jadi bos buat diri sendiri biar gak jadi korban PHK lagi.

Baca Juga: 5 Cara Tepat Menghadapi Atasan Toxic, Jangan Bergegas Resign!

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Esais, cerpenis, novelis. Senang membaca dan menulis karena membaca adalah cara lain bermeditasi sedangkan menulis adalah cara lain berbicara.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya