Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Setiap saat manusia harus membuat keputusan dalam hidupnya. Selama keputusan tersebut hanya berkaitan dengan kehidupanmu, kamu bisa menetapkan apa pun sesuai keinginanmu. Contoh simpel, keputusan dirimu bakal berolahraga di rumah saja atau di luar.
Mana yang lebih menyenangkan dari keduanya sepenuhnya cuma dirasakan olehmu. Plus dan minus dari setiap pilihan pasti ada, tetapi tak sampai mengganggu orang lain. Namun, saat kamu harus membuat keputusan yang lebih besar dan berkaitan dengan banyak orang wajib jauh lebih berhati-hati.
Seharusnya, dirimu memutuskannya tanpa tekanan dari mana pun sehingga lebih objektif. Kalau sebagai decision maker kamu tersandera oleh berbagai kepentingan, keputusan yang diambil pasti bermasalah.
Segera sadari adanya pihak-pihak yang berusaha menyetir atau malah dirimu sendiri dikuasai kepentingan pribadi. Enam hal berikut menandakan telah goyahnya prinsip keadilan serta kebenaran dalam hidupmu.
1. Kamu tahu mana benar dan salah, tapi masih saja ragu
ilustrasi bertelepon (pexels.com/Tima Miroshnichenko) Pengetahuan akan benar dan salah seharusnya sudah cukup untuk membuatmu bikin keputusan yang tepat serta bisa dipertanggungjawabkan. Apabila kamu masih saja ragu sampai mengulur-ngulur waktu buat menetapkan keputusan, pasti ada hal lain yang begitu memengaruhi pikiranmu. Ada tekanan yang kuat dari luar.
Entah siapa menginginkan kamu agar bikin keputusan yang berbeda dari keyakinanmu akan benar dan salah. Bahkan dia mau hal yang salah dipelintir biar menjadi benar serta sesuatu yang benar diberi kesan baru sebagai buruk. Permintaan seperti ini membuatmu harus melawan kata hati serta rasionalitasmu sendiri.
Keputusan yang seharusnya dapat diambil secara kilat karena landasannya sudah seperti hitam dan putih, kini malah tampak abu-abu. Kebenaran tidak untuk diragukan apalagi ditukar dengan kebalikannya. Ketika kamu sudah tahu apa yang seharusnya dilakukan tapi masih bimbang, pasti ada kepentingan besar yang membuatmu sampai harus memikirkan standar moral yang baru.
2. Memikirkan apa untung dan ruginya buatmu
ilustrasi berpikir (pexels.com/Ono Kosuki) Pemikiran orang yang tidak tersandera kepentingan apa pun seharusnya simpel. Cukup apa yang benar dan salah atau baik serta buruk. Untung atau ruginya suatu keputusan buat diri sendiri gak dipikirkan. Terlebih keputusan ini guna kepentingan banyak orang.
Kepentingan pribadi seharusnya ditempatkan di belakang. Saat dirimu gak bisa lagi menaruh kepentingan pribadi apa pun sesuai tempatnya, kamu tak akan mampu membuat keputusan yang baik. Kamu terlalu egois untuk dapat menjadi pengambil keputusan dalam kepentingan yang lebih besar.
Dirimu dipercaya sebagai pemegang kekuasaan yang lebih tinggi daripada orang-orang. Tetapi kamu belum selesai dengan pergulatan hawa nafsu dalam diri.
Tentu keputusan terbaik gak perlu sampai merugikanmu secara besar-besaran. Seolah-olah kamu harus menjadi martir demi orang-orang. Namun, setidaknya jangan pula mencari keuntungan pribadi hingga tega merugikan mereka.
3. Menerima suap dalam berbagai bentuk
ilustrasi berjabat tangan (pexels.com/RDNE Stock project) Suap gak selalu berupa uang. Suap dapat pula diberikan dalam bentuk barang, fasilitas, atau janji-janji manis buat memuluskan segala keperluan keluargamu. Sogokan begini tentu tidak diberikan secara cuma-cuma. Jelas ada tujuannya. Apa yang mereka berikan harus dibalas dengan sesuatu yang sepadan darimu.
Maka tak mengherankan bahwa dalam konflik kepentingan yang besar, suapnya pun makin bernilai fantastis. Kamu masih bisa menolak mentah-mentah usaha seseorang untuk menyogokmu dengan pemberian bernilai kecil. Namun, dirimu kewalahan buat melawan suap yang lebih menggiurkan.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Jangankan suapnya sudah diterima. Kamu baru mengatakan hendak memikirkan tawarannya saja bermakna dirimu telah berada di bawah bayang-bayang pengaruh orang lain. Dirimu menyerupai bidak catur yang sudah dipegang oleh pemain. Tinggal seberapa cerdik dia untuk terus mengendalikanmu sampai keputusanmu sesuai dengan keinginannya.
Baca Juga: 7 Cara Mengatasi Perasaan Bingung Saat Mengambil Keputusan, Pahami!
4. Berusaha menyembunyikan prosesnya dari orang yang kritis
ilustrasi berjabat tangan (pexels.com/Sora Shimazaki) Secara nurani dan akal sehat, kamu sadar bahwa keputusanmu salah. Keputusan itu sarat kepentingan titipan dari pihak tertentu atau bahkan kepentingan pribadimu. Tentu saja banyak orang di luar kepentingan itu bakal merasa tidak puas. Kalau mereka tahu adanya proses yang gak benar, mereka dapat marah dan membahayakanmu.
Inilah alasannya keputusan diambil secara diam-diam. Sebisa mungkin agar keputusan tersebut sudah dibuat dalam aturan tertulis baru disebarluaskan. Harapanmu, tak ada orang yang kebanyakan protes. Atau, dia memprotes pun menjadi tidak berguna karena mengubah peraturan tertulis ada mekanismenya tersendiri.
Dirimu bermain kucing-kucingan demi mengamankan keputusan yang diambil dengan keberpihakan. Kamu sangat takut pada orang yang kritis. Padahal bila dirimu tidak menyembunyikan kepentingan apa pun, orang yang kritis adalah teman diskusi terbaik. Sosoknya menghindarkanmu dari pembuatan keputusan yang keliru.
5. Akhirnya tidak bersikap adil
ilustrasi dua pria (pexels.com/RDNE Stock project) Ini sudah sampai di tahap output setelah kamu memikirkan berbagai kepentingan baik pribadi maupun titipan dari orang lain. Keputusan yang tidak lagi murni dan hanya mementingkan golongan tertentu menjadi gak adil buat golongan lainnya. Sekalipun itu cuma kepentingan minoritas, dirimu tega mengalahkan suara mayoritas.
Kamu bahkan dapat menunjukkan arogansi atas tuntutan orang-orang supaya dirimu bersikap adil. Dirimu mendadak pandai bersilat lidah demi mengatakan yang tidak adil sebagai sudah seadil mungkin. Kamu juga bisa menantang orang-orang yang merasa diperlakukan tak adil buat berhadapan langsung denganmu.
Sekali dirimu dikendalikan oleh kepentingan tertentu, ke depan pasti kian banyak orang yang berusaha menekanmu. Akibatnya, makin lama kamu makin tidak dapat menjadi pembuat keputusan yang adil. Prioritasmu hanyalah mengikuti keinginan seseorang yang paling berkuasa dalam suatu situasi. Agar dia senang dan kamu pun ikut diuntungkan.