Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Sering kali kita lebih memperhatikan hal-hal yang terjadi di luar sana daripada dorongan dalam diri. Padahal, apa yang ada di dalam diri menentukan apa yang dilakukan dan bagaimana cara kita merespon berbagai keadaan. Bahaya sekali bila kita justru lengah pada diri sendiri.
Ambillah jeda untuk lebih memperhatikan kondisi emosi diri. Jangan hanya sibuk melihat ke luar sampai abai pada keadaan diri yang dapat mendorongmu berperilaku kurang terpuji atau rentan mengalami stres. Lima hal di bawah ini bukannya pasti jelek, tetapi perlu disikapi dengan hati-hati dan tahu batas.
1. Keinginan
ilustrasi windows shopping (pexels.com/Andrea Piacquadio) Semua orang hidup pasti punya keinginan. Bahkan keinginan setiap orang bermacam-macam bentuk dan ukurannya. Seperti sudah kaya, masih ingin lebih kaya lagi.
Telah amat kaya, masih ingin pasangan yang sesempurna mungkin. Terus seperti itu sampai tanpa sadar, kamu dapat diperbudak oleh keinginan. Sama halnya seperti orang yang minum bukannya dahaganya terobati, ia justru hanya bertambah haus.
Satu sisi, beraneka keinginan mendorongmu untuk terus maju. Kamu menjadi tidak mudah puas oleh satu atau dua keinginan yang terpenuhi. Akan tetapi, ketika kemampuan kamu tak lagi sebanding dengan keinginan, di sinilah letak masalahnya.
Tingkat stresmu pun akan terus naik seiring kesenjangan antara keinginan dengan kemampuan mewujudkannya. Kalau kamu sudah merasa buntu, berbagai cara yang tidak baik pun dapat ditempuh. Kamu juga mudah tertipu janji orang lain yang konon mampu memenuhi keinginan itu.
Baca Juga: 5 Perilaku Negatif yang Harus Dijauhi saat Berkumpul Bersama Teman
2. Kesenangan atau rasa cinta
ilustrasi jatuh cinta (pexels.com/Budgeron Bach) Rasa tertarik yang kuat akan sesuatu atau seseorang juga tidak bisa dibebaskan. Harus ada batas dari rasa senang, agar kamu tidak menghabiskan seluruh waktu, tenaga, dan uang cuma buat mengejar sesuatu atau seseorang yang disukai. Sebab, apa pun yang disenangi belum tentu baik bagimu.
Apalagi kamu telah berlebihan dalam menyukainya sehingga sisi-sisi negatifnya sulit terlihat. Di akhir waktu, menuruti rasa suka yang berlebihan biasanya berujung kekecewaan. Apa yang dikorbankan tidak sebanding dengan apa yang diperoleh.
Menyukai apa pun dengan ukuran bukan berarti kamu pelit atau tidak benar-benar mencintainya. Ini justru menjadi tanda, bahwa kamu tidak cinta buta. Perasaanmu tertarik pada sesuatu atau seseorang, tapi akal sehat juga masih harus bekerja.
3. Rasa takut
ilustrasi takut (pexels.com/MART PRODUCTION) Kita tentu punya rasa takut. Mungkin bukan takut dengan hantu atau orang yang galak, melainkan ketakutan akan masa depan. Bisa juga takut mengambil keputusan, takut gagal, dan sebagainya.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Rasa takut ini wajar. Kamu tidak mungkin selalu berani. Kamu merasa takut karena dirimu tahu potensi bahayanya, bisa membayangkan rasa tidak enak dari sesuatu, dan memikirkan tanggapan orang lain.
Akan tetapi, rasa takut yang terlalu besar bakal menghambat setiap langkahmu. Hidup terancam stagnan bila kamu selalu mengurungkan niat gara-gara merasa takut. Kamu mesti membangun keberanian dalam diri dan berhenti mengandalkan orang lain atau keberuntungan.
Caranya bisa dengan menenangkan diri sendiri. Contohnya, ketika hendak mengambil keputusan terkait pilihan hidup. Kalaupun salah pilih, toh kamu masih bisa ganti pilihan kapan pun.
Siapa orang di dunia yang tidak pernah gagal dalam hidupnya? Anak kecil pun bahkan berkali-kali gagal saat latihan sepeda dan mereka tetap baik-baik saja. Luka akibat terjatuh memang menyakitkan dan sedikit membuat trauma. Namun, mereka masih bisa mencoba lagi setelah lukanya sembuh.
4. Rasa sakit
ilustrasi menangis (pexels.com/Yan Krukov) Sulit untuk kita sepenuhnya menghindari rasa sakit akibat ucapan dan perbuatan orang lain. Namun, kita bisa mempersingkat penderitaan dengan tidak membiarkan diri berlama-lama dikuasai rasa sakit. Ketika emosi begitu terpengaruh oleh suatu kejadian, izinkan akal sehat bekerja.
Misalnya, rasa sakit akibat ditinggalkan kekasih. Pikirkan pertanyaan-pertanyaan berikut untuk meredam rasa sakit itu. Saat kamu sesakit ini, bukankah dia malah sedang berbahagia dengan kebebasan atau kekasih barunya?
Jika terus dilumpuhkan oleh rasa sakit, bagaimana kamu bisa menikmati hal-hal yang indah dalam hidup ini? Meski tak punya kendali atas penyebab rasa sakit, bukankah kamu seharusnya mampu mengontrol perasaan sendiri? Sampai kapan kamu akan membiarkan rasa sakit itu terus berkuasa?
Baca Juga: 7 Perilaku Negatif yang Harus Dihindari Dalam Menjalin Persahabatan