TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

6 Alasan Orang Tak Lagi Mencari Sahabat, Berteman Biasa Saja

Malah bisa lebih friendly dengan siapa pun

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Mikhail Nilov)

Sahabat merupakan teman yang paling dekat dengan kita. Semua sahabat adalah kawan, tetapi tidak setiap teman bisa disebut sebagai sahabat. Buat kamu sendiri, seberapa penting arti sahabat dalam hidupmu?

Apakah menurutmu sahabat harus selalu ada dalam setiap fase di hidupmu? Seperti sahabat semasa sekolah, kuliah, bekerja, bahkan kelak ketika ketika kamu telah lansia. Bagaimana dengan orang-orang yang malah tak lagi tertarik untuk memiliki sahabat?

Jangan samakan mereka dengan orang yang gak mau bergaul atau antisosial, ya. Secara pergaulan, mereka baik-baik saja bahkan bisa tampak sangat friendly pada siapa saja. Mereka cuma meniadakan kategori sahabat dalam interaksi mereka dengan teman karena enam alasan sebagai berikut.

1. Persahabatan bisa membatasi pertemanan

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Mikhail Nilov)

Kalau kita sudah punya sahabat yang bikin nyaman sekali, biasanya kita melakukan apa saja hanya bersama mereka. Walaupun sebenarnya kita memiliki banyak teman, kita merasa cukup dengan beberapa sahabat saja. Tanpa sadar kita membatasi diri dalam pergaulan.

Pun terkadang ada kecemburuan dari sahabat bila kita mulai dekat dengan teman-teman yang lain. Kita seperti kurang loyal pada mereka, seolah-olah hendak meninggalkannya. Tanpa sahabat, kita lebih bebas dalam memperluas pertemanan.

Kita terdorong untuk menjadi kawan yang baik buat siapa saja. Lingkar pertemanan kita terus meluas dan ini penting juga untuk pengembangan diri. Kita terhindarkan dari eksklusivitas dalam persahabatan.

2. Takut dikecewakan oleh sahabat sendiri

ilustrasi memisahkan diri (pexels.com/Yan Krukau)

Kita tentu pernah mendengar bahwa orang yang paling mampu menyakiti kita justru dari lingkaran pertemanan terdekat. Alasannya, sahabat tahu semua tentang kita termasuk rahasia dan kelemahan. Ketika hubungan sedang baik, sahabat menjaga kedua hal tersebut yang membuat kita makin nyaman dan percaya padanya.

Akan tetapi bila mulai timbul ketidakcocokan apalagi masalah besar, rahasia serta kelemahan kita justru bisa dijadikan senjata untuknya menyakiti. Disakiti oleh sahabat rasanya jelas jauh lebih menyesakkan dada daripada jika yang melakukannya memang musuh bebuyutan. Kita tidak habis pikir mengapa dia dapat setega itu.

Maka kita menjaga kedekatan dengan teman. Tiadanya sahabat memastikan ada jarak yang cukup antara kita dengan orang lain. Rahasia dan kelemahan hidup kita lebih terjaga dari pengetahuan mereka.

Baca Juga: 6 Tanda Seseorang Akan Menjadi Sahabat Sejati Kamu

3. Khawatir alami kecemasan berpisah dari sahabat

ilustrasi bersama teman (pexels.com/Mikhail Nilov)

Makin lama kita bersahabat dengan seseorang, makin mungkin kelak kita mengalami kecemasan berpisah darinya. Padahal, persahabatan seerat apa pun mustahil membuat kita dapat selalu bersamanya. Ada rasa takut kalau-kalau kita tidak bisa lagi mempunyai sahabat setelah berpisah dengannya.

Kecemasan akan perpisahan ini menghalangi kita buat masuk ke lingkungan yang baru. Kita ingin selalu bersama sahabat sehingga mengikutinya ke mana pun. Tak terkecuali, kita mengambil pilihan-pilihan hidup yang sama dengannya meski tidak sesuai dengan keinginan sendiri.

Artinya, kecemasan berpisah dari sahabat juga menghambat kemajuan hidup sendiri. Walau semua perpisahan menyisakan kesedihan, rasanya tak akan terlalu menakutkan apabila sekadar kawan biasa. Kita sadar masih ada banyak sekali orang yang bisa diajak berteman, tetapi belum tentu terdapat satu saja yang layak disebut sahabat.

4. Gak terlalu suka curhat

ilustrasi bersama teman-teman (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Persahabatan pasti diwarnai kebiasaan saling curhat. Jika curhat pertama dan kedua terasa nyaman, hubungan pertemanan menjadi kian dekat kemudian statusnya naik menjadi persahabatan. Namun, bagaimana dengan orang-orang yang kurang suka mencurahkan isi hati mereka?

Kebutuhan mereka akan sahabat menjadi lebih rendah. Curhat memerlukan rasa percaya yang lebih besar terhadap orang lain, sedangkan mengobrol biasa dengan teman-teman dapat dilakukan tanpa perlu pikir panjang. Pun curhat sangat mendekatkan dua orang dari segi emosi.

Tak seperti obrolan tentang topik-topik umum yang meski seru kurang menghubungkan perasaan. Orang yang gak terlalu suka curhat lebih mungkin menyetarakan kedudukan teman-temannya. Semuanya sama-sama kawan biasa dan gak ada yang disebut sahabat.

5. Umur kian bertambah dan punya pasangan

ilustrasi pasangan (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Di usia berapa pun, kita tentu boleh memiliki sahabat. Bahkan mempertahankan persahabatan lama juga hal yang baik sekali. Akan tetapi, umumnya pertambahan usia memang mengurangi kebutuhan kita akan sahabat.

Lain dengan saat kita masih remaja, persahabatan bisa terasa sebagai hal yang utama. Kita pergi ke mana-mana dengan sahabat, suka memakai benda-benda yang sama sebagai tanda kekompakan, dan selalu saling mendukung. Namun seiring dengan bertambahnya kedewasaan, kemandirian serta identitas sebagai individu telah makin mantap.

Kita malah merasa gak nyaman kalau terlalu dekat dengan orang lain. Kita tidak mau dipandang menyerupai teman. Kita suka dan bangga terhadap perbedaan diri dari orang-orang di sekitar. 

Masih jomlo saja, kita sudah kurang memerlukan kehadiran sahabat saking nyamannya dan tahu mampu mengandalkan diri sendiri dalam berbagai situasi hidup. Apalagi setelah kita punya suami atau istri. Sahabat kita ialah pasangan, orang yang menjadi tempat kita menceritakan segalanya.

Baca Juga: 5 Cara Menghadapi Sahabat yang Memberikan Silent Treatment

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Esais, cerpenis, novelis. Senang membaca dan menulis karena membaca adalah cara lain bermeditasi sedangkan menulis adalah cara lain berbicara.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya