TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Alasan Orang Bijaksana Kadang Tak Disukai, Bosan Dinasihati

Sifat baik gak harus selalu menyenangkan orang

ilustrasi menggunjingkan teman (pexels.com/Alena Darmel)

Sifat bijaksana yang ditandai dengan kehati-hatian dan selalu berpikir panjang sebelum bertindak tentu baik. Akan tetapi kalau kamu berharap kebijaksanaanmu bakal disukai oleh semua orang, bersiaplah untuk kecewa. Sifat baik apa pun tak selalu memanen rasa kagum dari orang lain.

Demikian halnya dengan kebijaksanaanmu yang boleh jadi malah terasa mengusik orang, bahkan teman-temanmu sendiri. Haruskah kamu berhenti saja dari menjadi orang bijaksana? Tentunya gak begitu karena kebijaksanaan adalah kualitas diri yang amat berharga.

Bahkan menerima adanya rasa kurang suka dari orang lain juga bagian dari kebijaksanaan itu sendiri. Dirimu belum sungguh-sungguh bijaksana jika masih berharap semua orang menyukaimu. Di bawah ini lima alasan mereka dapat kurang nyaman berada di dekatmu sekalipun pengaruhmu pada kehidupannya sebetulnya positif.

1. Bicaramu terdengar seperti orang tua

ilustrasi percakapan (pexels.com/Kampus Production)

Sifat bijaksana memang kerap dilekatkan pada orang yang berusia lebih tua. Walau begitu, menjadi bijaksana sejak muda bukannya gak boleh. Justru ini bagus sebab kebijaksanaan dalam diri menghindarkanmu dari perbuatan-perbuatan yang kurang baik karena cara berpikir yang sempit dan pendek.

Hanya saja, teman sebaya belum tentu mampu menjangkau cara berpikirmu. Berbicara denganmu menjadi terasa seperti sedang berhadapan dengan orang yang usianya beberapa tahun di atas mereka. Mungkin kamu sampai pernah diledek sebagai kawan orangtua mereka.

Meski tidak ada keburukan dalam perkataanmu, mengobrol denganmu dapat terasa kurang asyik bagi mereka. Jika dirimu telah bicara, kawan-kawan auto diam seakan-akan mendengarkan. Akan tetapi, sebenarnya mereka merasa aneh kalau kamu berbicara penuh kebijaksanaan sehingga menjaga jarak darimu dalam interaksi sehari-hari.

Baca Juga: 5 Tips Menjadi Dewasa tanpa Terkesan Kaku dan Sok Bijaksana

2. Saking berhati-hati malah dikira gak berani

ilustrasi teman kantor (pexels.com/Mikhail Nilov)

Kehati-hatian memang menjadi ciri yang amat tampak pada pribadi yang bijaksana. Sifatmu berkebalikan dengan orang yang gegabah, terlebih ketika mereka terbawa emosi. Kamu mempertahankan prinsip melihat-lihat dulu situasi sebelum memutuskan apa pun.

Sekalipun kehati-hatianmu bertujuan baik, tidak semua orang sabar melihat reaksimu yang seperti terlalu banyak berpikir. Mereka ingin sesuatu diselesaikan dengan secepatnya, tetapi kamu selalu berkata untuk menahan diri terlebih dahulu. Bagi orang lain, kamu terasa menghambat langkah mereka.

Mereka kemudian menyimpulkan bahwa dirimu sebenarnya tidak berani mengambil tindakan tegas, tetapi bersembunyi di balik nasihat supaya mereka semua lebih berhati-hati. Sesama anak muda sukar buat menerima ajakanmu. Mereka biasanya menyukai segala yang cepat serta mengesankan nyali yang besar dengan menantang risiko selagi kamu mencoba menghindarinya.

3. Terasa kurang setia kawan

ilustrasi percakapan (pexels.com/Thirdman)

Orang yang bijaksana menempatkan dirinya seobjektif dan seadil mungkin untuk siapa pun. Ini artinya, sahabat bahkan saudaramu pun gak bisa berharap selalu dibela olehmu. Tak jarang kamu justru menjadi orang pertama yang menunjukkan kesalahan mereka.

Tentu kejujuranmu lebih baik daripada berbohong hanya sekadar buat menyenangkan kawan. Dirimu juga menjadi harapan bagi orang-orang yang mencari keadilan. Akan tetapi, orang-orang terdekatmu dapat merasa tersakiti dengan kejernihanmu dalam melihat masalah.

Dalam situasi orang tengah butuh dukungan, mereka cuma ingin dibenarkan olehmu. Sikapmu yang tetap mengatakan mereka bersalah bikin mereka merasa dikhianati. Kamu justru dianggap pro ke lawannya yang bukan orang terdekatmu.

4. Solusi yang ditawarkan kurang memuaskan

ilustrasi percakapan (pexels.com/Pavel Danilyuk)

Bijaksana berarti juga berdiri di tengah. Maksudnya, saat kamu diminta untuk menengahi permasalahan, dirimu tidak mau hanya menguntungkan salah satu pihak. Apa pun kasusnya, kamu mencoba menawarkan win-win solution.

Dalam pemecahan masalah seperti di atas, pihak yang benar pun tak lantas mendapatkan semua yang diinginkannya. Sebaliknya, pihak yang keliru merasa bebannya lebih diringankan. Maksudmu dalam mengajukan solusi tersebut adalah supaya dua pihak yang bertikai mencapai titik temu dan tak berat sebelah.

Namun, orang yang merasa berhak atas solusi yang lebih memihak mereka menjadi menuduhmu tidak adil. Padahal bila mengacu pada keadilan versi mereka saja, pihak lain pasti merasa keberatan. Kini kamu tahu bahwa kebijaksanaan gak bisa membuatmu bekerja seorang diri.

Semua pihak perlu satu keinginan untuk meredam konflik. Masing-masing mesti menekan egonya demi segera tercapai kesepakatan dan kedamaian. Tanpa ini, diskusi selama apa pun berujung kebuntuan.

Baca Juga: 6 Kiat Mengubah Kritik Jadi Pembelajaran, Supaya Lebih Bijaksana!

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Esais, cerpenis, novelis. Senang membaca dan menulis karena membaca adalah cara lain bermeditasi sedangkan menulis adalah cara lain berbicara.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya