TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hadis dan Adab Tinggal Seatap dengan Ipar dalam Islam, Ketahui!

Ipar adalah maut, apa sih artinya? 

Ilustrasi pasangan bertengkar (Pexels.com/RDNE Stock project)

Intinya Sih...

  • Islam memberikan panduan jelas mengenai interaksi dengan ipar, yang sebaiknya dihindari karena potensi fitnah dan godaan.
  • Rasulullah SAW menyebut ipar sebagai 'maut' untuk memperingatkan umat Islam tentang bahaya interaksi yang tidak terkontrol.
  • Cara menjaga batasan dengan ipar saat tinggal satu atap, termasuk menetapkan batasan fisik, menjaga pandangan, dan menghormati ruang pribadi.

Setelah film Ipar adalah Maut populer, tinggal seatap dengan ipar menjadi perbincangan karena banyak dialami di kehidupan nyata. Namun, pada dasarnya tinggal di bawah atap yang sama dengan ipar merupakan kekhawatiran, karena hal ini sebaiknya dihindari dalam Islam.

Pasalnya, agama Islam memberikan panduan yang jelas dan tegas mengenai interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, termasuk hubungan dengan ipar. Mengingat ipar bukanlah mahram, interaksi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dapat berpotensi menimbulkan fitnah dan godaan.

Oleh karena itu, memahami hukum dan batasan dalam berinteraksi dengan ipar sangat penting untuk menjaga kehormatan dan keharmonisan dalam rumah tangga. Berikut hukum dan penjelasan tinggal seatap dengan ipar.

1. Hadis mengenai hubungan ipar

Ilustrasi pasangan bertengkar (Pexels.com/Timur Weber)

Dilansir laman resmi NU, Islam mengatur dengan bijak berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan antar saudara untuk kebaikan umatnya. Khususnya mengenai hubungan dengan saudara ipar, agama Islam memberikan penekanan khusus sebagai peringatan agar umat muslim, terutama kaum perempuan, berhati-hati dalam bergaul dengan ipar. Peringatan ini tidak hanya bersifat umum, tetapi juga diperjelas dalam sebuah hadis yang menggambarkan betapa seriusnya hal ini.

Hadis tersebut berbunyi: "Berhati-hatilah kalian masuk menemui perempuan." Kemudian seorang laki-laki dari Anshar bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?" Beliau menjawab, "Hamwu (ipar) adalah maut." (HR. Bukhari & Muslim)

Hadis ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga batasan-batasan pergaulan dengan ipar. Rasulullah SAW menggambarkan ipar sebagai 'maut', yang menandakan potensi bahaya dan godaan yang bisa timbul dari interaksi yang tidak terkontrol.

Dalam konteks di atas, 'maut' bukan berarti kematian fisik, melainkan dapat diartikan sebagai risiko moral dan sosial yang serius yang bisa mengancam keharmonisan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, alangkah baiknya untuk menghindari tinggal satu atap dengan ipar.

2. Mengapa Nabi menyebut ipar adalah maut

Ilustrasi pasangan bertengkar (Pexels.com/RDNE Stock project)

Nabi Muhammad SAW menyebut ipar sebagai "maut" untuk memperingatkan umat Islam tentang potensi bahaya yang bisa timbul dari interaksi yang tidak terkontrol dengan saudara ipar. Dalam budaya Arab pada masa itu dan bahkan hingga kini di banyak masyarakat, interaksi antara ipar laki-laki dan perempuan seringkali dianggap kurang berbahaya dibandingkan dengan interaksi antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram lainnya

“Saat ada ipar, istri itu harus menutup auratnya, karena ipar ini adalah orang lain. Bahkan kata Rasul, sosok ipar ini adalah kematian karena banyak perzinaan yang terjadi oleh ipar,” tutur  Ustadz Syafiq Riza Basalamah dalam channel Youtube Syafiq Riza Basalamah Official.

Untuk itu, Ustadz Syafiq Riza Basalamah turut menyarankan bahwa sebaiknya lakukan komunikasi dengan ipar terkait tinggal bersama, apabila memang terdapat urusan yang membuatnya harus tinggal seatap. Salah satu caranya, seperti membantu ipar dengan menyewakan rumah atau membantu mencari tempat ipar yang sesuai dengan kondisinya.

Dikutip laman resmi NU, pendapat ulama Al-Munawi turut menyebutkan mengenai hukum ipar. Menurut Al-Munawi, alasan Rasulullah SAW menyebut kakak ipar yang masuk ke dalam rumah istri adiknya sebagai kematian adalah karena banyak orang yang tidak menyadari bahwa kakak atau adik ipar pasangan bukanlah mahram.

Al-Munawi menjelaskan, bahwa perumpamaan Rasulullah SAW mengenai ipar sebagai maut adalah bentuk larangan keras agar orang-orang memahami bahwa ipar bukanlah mahram. Sehingga, batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam Islam harus diterapkan dalam hubungan ini.

Baca Juga: 3 Attitude Jaga Sikap dengan Mertua dan Ipar, Bercandanya Jaga Batasan

3. Adab saat bertemu ipar dalam Islam

Ilustrasi pasangan bertengkar (Pexels.com/cottonbro studio)

Dikutip Jamaah Shalahuddin Universitas Gadjah Mada, jika kita bertemu dengan mahram kita, maka kitab boleh untuk menatap matanya asalkan tidak disertai dengan syahwat. Namun, perlu diingat bahwa ipar bukanlah mahram dan oleh karena itu terdapat adab yang perlu diperhatikan saat bertemu ipar, seperti yang tertuang dalam surah An-Nur ayat 31 yang artinya berbunyi:

“Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.” (QS An Nur:31)

Maksud dari perintah "tundukkanlah pandangan" dalam hadis di atas adalah untuk menghindari menikmati hal-hal yang tidak halal bagi kita. Rasulullah SAW pernah mengatakan, pandangan pertama masih diizinkan, namun pandangan kedua adalah seperti anak panah setan.

Oleh karena itu, ketika bertemu dengan lawan jenis, pandanglah secukupnya dan jangan sampai menikmati pandangan tersebut. Kita diperbolehkan bersentuhan dengan mahram kita selama dalam keadaan darurat dan tidak menyentuh bagian-bagian tubuh yang dapat menimbulkan syahwat.

Verified Writer

Hani Safanja

Progress over perfection

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya