TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Contoh Khotbah Idul Fitri 2024, Ragam Tema Islami!

Contoh naskah khotbah terbaik untuk salat ied

Contoh khutbah salat Ied (Unsplash.com/Falaq Lazuardi)

Salat Idul Fitri merupakan salah satu ibadah yang paling ditunggu-tunggu oleh umat muslim. Dalam rangkaiannya, khotbah menjadi bagian penting saat melaksanakan salat Idul Fitri.

Meskipun tidak diwajibkan, sangat disarankan untuk melakukannya dengan tema yang bisa dipilih oleh khatib. Adapun khotbah disampaikan setelah salat Idul Fitri dilangsungkan, ini sejalan dengan dalil Ibnu Abbas yang berbunyi:

"Saya melaksanakan salat ied bersama Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, dan Utsman RA. Semuanya melaksanakan salat sebelum khotbah berlangsung." (Muttafaq 'alaih).

Dalam menyampaikannya, tema-tema yang dapat disampaikan pun beragam, mulai dari evaluasi ibadah hingga kemuliaan bulan suci Ramadan. Berikut contoh khotbah Idul Fitri 2024 sesuai dengan tema tertentu.

1. Tema “Layakkah kita merayakan kemenangan?”

Contoh khutbah salat Ied (Unsplash.com/Abdullah Mukadam)

Naskah ini dimaksudkan untuk mengajak jamaah melakukan intropeksi selama bulan Ramadan. Khotbah ini bermaksud untuk bertanya kepada diri jemaah apakah sudah menjadi pribadi yang muttaqin. Berikut naskah khutbah dengan tema “Layakkah Kita Merayakan Kemenangan?” dilansir NU Online.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Wasiat takwa senantiasa dan akan terus mengawali setiap khutbah. Karena dalam kehidupan abadi di akhirat kelak, tidak ada yang bermanfaat bagi kita kecuali takwa dan amal saleh. Untuk itu, mengawali khutbah yang singkat ini, kami berwasiat kepada kita semua agar senantiasa berusaha untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah Ta'ala dengan melakukan semua kewajiban dan meninggalkan seluruh larangan.

Hadirin jemaah salat Idul Fitri rahimakumullah,

Selama satu bulan penuh kita telah menjalani pendidikan dan pelatihan di Madrasah Ramadan. Selama menempuh pendidikan di Madrasah Ramadan, kita tidak hanya dididik untuk memperbaiki hubungan dengan Allah Ta'ala, tetapi juga dilatih untuk memperbaiki hubungan dengan sesama hamba.

Pada hari ini, di hari raya ini, kita semestinya merayakan kemenangan sebagai orang-orang yang berhasil melewati berbagai rintangan selama menjalani pendidikan di Madrasah Ramadan. Kita rayakan keberhasilan kita menundukkan hawa nafsu. Kita rayakan kesuksesan kita mengalahkan tipu daya setan. Kita rayakan kemenangan karena kita telah melewati Ramadan dengan berbagai ibadah dan kebaikan.

Di hari raya ini, kita juga semestinya merayakan kelulusan dari Madrasah Ramadan dengan meraih predikat sebagai orang-orang yang bertakwa. Sebaliknya, jika keluar dari Madrasah Ramadan kita belum menjadi pribadi yang bertakwa, belum berhasil menundukkan hawa nafsu dan masih kalah dengan tipu daya setan, pantaskah di hari yang fitri ini kita merayakan kemenangan? Layakkah kita berhari raya? Sejatinya, apa yang kita rayakan pada hari raya ini jika kita belum benar-benar menjadi orang-orang yang bertakwa?

Hadirin jemaah salat Idul Fitri yang berbahagia,

Ramadan tiada lain adalah madrasah yang menempa diri kita menjadi pribadi yang lebih baik, yaitu pribadi yang memenuhi hak Allah dan hak sesama hamba. Pribadi yang melakukan kewajiban kepada sesama hamba dan kewajiban kepada Allah SWT.

Ketika menjalani pendidikan dan pelatihan di Madrasah Ramadan, kita ditempa untuk menerima berbagai pelajaran. Di antaranya:

Pertama, Takwa. Tujuan utama dari puasa adalah la'allakum tattaquun. Artinya, puasa Ramadan diwajibkan agar menjadi wasilah bagi kita untuk meraih ketakwaan. Ketika berpuasa, kita mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan syahwat makan, minum dan syahwat-syahwat lainnya.

Kita melakukan hal itu tiada lain karena kecintaan kita kepada Allah lebih besar daripada kecintaan kita kepada diri kita sendiri. Di bulan Ramadan, kita dilatih untuk mempuasakan seluruh anggota badan semampu yang dapat kita lakukan.

Mata berpuasa sehingga tidak melihat yang haram. Lisan berpuasa sehingga tidak mengucapkan perkataan yang diharamkan. Begitu pula, hidung, telinga, tangan, kaki dan sekujur badan ikut berpuasa sehingga tidak melakukan perkara-perkara yang diharamkan.

Bahkan jika mampu, hati juga ikut berpuasa. Puasanya hati adalah mencegahnya secara total dari pikiran-pikiran duniawi dan segala hal selain Allah ta'ala.

Kedua, Ikhlas, yakni melakukan ketaatan semata-mata karena Allah. Puasa mengajarkan kepada kita keikhlasan dan menghindarkan diri dari niat ingin memperoleh pujian dari sesama.

Puasa seorang mukmin adalah rahasia antara dirinya dan Allah. Tiada yang mengetahui puasanya kecuali Allah dan dirinya sendiri.

Jika mau, sangat mudah bagi kita untuk melakukan hal-hal yang membatalkan puasa tanpa diketahui oleh orang lain lalu kita tampakkan seolah-olah diri kita masih berpuasa. Kenapa hal itu tidak kita lakukan? Karena niat kita lillaahi ta'aalaa, bukan karena yang lain dan tidak bertujuan memperoleh sanjungan dari sesama makhluk.

Ketiga, Sabar. Di Madrasah Ramadan, kita dilatih dan dididik untuk bersabar. Dengan berpuasa, kita belajar sabar dengan tiga jenisnya sekaligus: sabar dalam melakukan ketaatan, sabar dalam menjauhi kemaksiatan dan sabar dalam menghadapi musibah.

Selama Ramadan, kita bersabar dalam melakukan salat-salat fardu maupun sunah, sabar dalam membaca Al-Qur'an, sabar dalam beriktikaf di masjid dan sabar dalam menjalankan berbagai amal kebaikan yang lain. Kita juga sabar dalam meninggalkan syahwat makan, minum, berhubungan badan dengan istri dan syahwat-syahwat lainnya mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Kita juga dilatih bersabar dalam menghadapi rasa lapar dan rasa haus dan merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang tidak seberuntung kita.

Keempat, Mujahadah. Puasa mengajarkan kepada kita untuk melakukan mujahadah, yaitu berjuang menghadapi hawa nafsu dan godaan setan dalam berbagai bentuknya.

Kelima, Menjaga lisan. Puasa mengajarkan kepada kita untuk menjaga lisan jangan sampai mengatakan ucapan yang tidak diridlai Allah. Baginda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dosa dan perbuatan dosa, maka Allah tidak akan menerima puasanya." (HR. Bukhari)

Keenam, Mengendalikan amarah dan tidak membalas keburukan dengan keburukan. Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa maka janganlah bersikap keji dan jangan bertindak bodoh, jika ada orang yang mengganggunya atau mencacinya maka hendaklah ia berkata: aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa." (HR Bukhari dan Muslim)

Ketujuh, Menjaga persatuan, kebersamaan dan saling tolong menolong serta berempati kepada orang yang membutuhkan. Madrasah Ramadan mengajarkan kepada umat Islam untuk bersatu dan saling tolong menolong.

Tentu persatuan yang berlandaskan kesatuan akidah. Salat tarawih berjemaah, tadarus Al-Qur'an bersama, berbuka puasa bersama di waktu yang sama, berbagi takjil di jalanan, iktikaf bersama di masjid, hingga kegembiraan menyambut hari raya yang sama, itu semua adalah jembatan yang menghubungkan antarhati yang sebelumnya mungkin saling membenci, perekat antarjiwa yang sebelumnya mungkin saling memusuhi serta wasilah yang mendekatkan antarwarga yang sebelumnya mungkin saling menjauhi. Lalu zakat di akhir Ramadan adalah perwujudan dari semangat saling tolong menolong dalam kebaikan dan membantu saudara-saudara sesama muslim yang membutuhkan.

Kedelapan, Menyambung dan mengokohkan tali silaturahim. Ada tradisi yang baik di kalangan kita menjelang berakhirnya bulan suci Ramadan, yaitu tradisi weweh, cinjo, atau tinjo. Tradisi ini sejatinya diambil dari ajaran Islam yang memerintahkan kita memperbanyak sedekah di bulan Ramadan dan bersilaturahim pada momen menjelang dan pada saat hari raya.

Tradisi tersebut dilakukan dengan cara mengirim makanan, minuman, sembako, atau kue hari raya kepada kerabat dan sanak saudara. Rasulullah SAW bersabda:

"Sedekah kepada orang miskin adalah terhitung sedekah sedangkan sedekah kepada kerabat terhitung dua: sedekah dan silaturahim." (HR at Tirmidzi dan an Nasa'i)

Kesembilan, Mengingat kematian dan kehidupan akhirat. Ada juga tradisi yang sangat baik yang biasa kita lakukan di akhir bulan Ramadan, yaitu nyekar: ziarah ke makam keluarga yang telah meninggal. Rasulullah SAW bersabda:

"Lakukanlah ziarah kubur karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan kalian akan kehidupan akhirat." (HR Al Baihaqi)

Hadirin yang mudah-mudahan ditinggikan derajatnya oleh Allah,

Itulah sembilan di antara sekian banyak pelajaran dari Madrasah Ramadan. Jika kesembilan pelajaran itu telah menghiasi diri kita baik di bulan Ramadan maupun di luar bulan Ramadan, sungguh kita termasuk orang-orang yang mulia menurut Allah Ta'ala.

Alangkah indah dan bahagianya kita jika telah menjadi pribadi yang bertakwa, ikhlas dalam menjalankan ketaatan, selalu bersabar, kuat menundukkan hawa nafsu dan mengalahkan godaan setan, mampu menjaga lisan, dapat mengendalikan amarah dan tidak membalas keburukan dengan keburukan, menjaga persatuan dan kebersamaan dengan saudara sesama muslim, senantiasa menyambung silaturahim, serta memperbanyak sedekah serta selalu mengingat kematian dan kehidupan akhirat.

Lebih dari itu apalagi yang kita inginkan? Dengan menerapkan 9 pelajaran itu secara istikamah, kita telah menjadi hamba yang diridhai Allah dan kelak kita akan meraih kebahagiaan yang sejati, hakiki dan abadi di akhirat.

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,

Demikian khutbah Idulfitri pada pagi hari yang penuh keberkahan ini. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita kemampuan dan kekuatan untuk mengamalkan berbagai pelajaran dari Madrasah Ramadan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan mudah-mudahan kita diberikan panjang umur serta dipertemukan kembali dengan Ramadan pada tahun yang akan datang.

2. Tema “Evaluasi capaian ibadah di bulan Ramadan”

Contoh khutbah salat Ied (Unsplash.com/Afif Ramdhasuma)

Naskah khotbah ini dimaksudkan untuk mengajak para jemaah melakukan evaluasi dan koreksi terhadap ibadah-ibadah yang dilakukan selama bulan Ramadan. Manusia terbaik adalah mereka yang emngoteksi perbuatan-perbuatan yang pernah dilakukan. Berikut naskah khotbah dengan tema “Evaluasi Capaian di Bulan Ramadan” dikutip NU Online.

Ma’asyiral Muslimin jamaah salat Idulfitri yang dirahmati Allah,

Alhamdulillah merupakan kata kunci pertama yang harus kita tanamkan dalam jiwa kita sebagai bentuk syukur dan terimakasih kepada Allah SWT, yang masih berkenan memberikan kita semua kenikmatan-kenikmatan yang tidak terhitung jumlahnya. Di antaranya adalah memberikan kita kesempatan untuk bisa berpuasa di bulan Ramadan dan menunaikan ibadah salat sunah hari raya bersama-sama. Selawat dan salam mari kita mohonkan agar terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya.

Melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jemaah yang turut hadir pada pelaksanaan salat Idul Fitri ini untuk kembali melakukan evaluasi terkait ibadah-ibadah dan tanggungjawab di bulan Ramadan. Sudahkah semua hak-hak bulan Ramadan kita penuhi dengan tepat dan benar? Harapannya bisa menjadi perantara untuk kembali menyadarkan kita semua perihal pentingnya menjadi manusia bertakwa, yang selalu mengerjakan kewajiban dan tanggung jawab.

Saat ini kita semua baru saja berpisah dengan bulan Ramadan. Ia telah pergi dan kita tidak tahu apakah masih diberi kesempatan oleh Allah untuk berjumpa kembali dengannya di tahun berikutnya atau tidak, sebab kematian tidak ada yang tahun kapan waktunya. Bisa saja ia lebih dahulu menjemput kita semua sebelum datangnya bulan Ramadan.  

Ma’asyiral Muslimin jamaah salat Idulfitri yang dirahmati Allah,

Dalam melakukan evaluasi capaian di bulan Ramadan, setidaknya ada dua golongan yang bisa kita renungi. Pertama, yaitu orang-orang yang mengerti dan memenuhi hak-hak Ramadan sebagaimana mestinya. Orang-orang ini menjalankan puasa di siang harinya, beribadah di malam harinya, makan dari harta yang halal, menjauhi larangan-larangan Allah. Mereka melakukan ibadah dengan sungguh-sunguh untuk mendapatkan ridha dari Allah, dan tentu akan mendapatkan balasan dari-Nya.

Kelompok pertama ini merupakan golongan yang sangat beruntung. Mereka akan menjadi orang istimewa di sisi Allah dengan mendapatkan balasan dan pahala yang sangat banyak dari-Nya. Ibaratnya, mereka akan memanen hasilnya di akhirat dari tanaman yang pernah ia tanam di dunia. Peluh keringat ibadah yang mereka lakukan di dunia, akan dibayar gajinya dengan bayaran yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya, yaitu: 

“Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan.” (QS Ali ‘Imran: 185).  

Merujuk pendapat Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam kitab Tafsir Mafatihul Ghaib, puncak balasan atas ibadah yang dilakukan oleh setiap manusia adalah akhirat. Mereka akan mendapatkan balasan yang sangat istimewa dari Allah atas capaiannya selama di dunia, berupa surga yang dipenuhi dengan kenikmatan di dalamnya. Mereka akan mendapatkan kebahagiaan tanpa kesedihan, aman tanpa rasa takut, dan kesenangan tanpa rasa takut hilangnya nikmat tersebut.  

Semua ini akan diberikan kepada kelompok pertama, yaitu orang-orang yang mengerti dan memenuhi hak-hak Ramadan dengan tepat dan benar. Mereka menjalankan puasa di siang harinya, beribadah di malam harinya, makan dari harta yang halal, dan menjauhi larangan-larangan Allah. 

Ma’asyiral Muslimin jamaah salat idulfitri yang dirahmati Allah,

Kedua, adalah kelompok orang-orang yang tidak menghormati bulan Ramadan dan tidak memenuhi hak-haknya. Mereka tidak memenuhi hak-haknya dan tidak mengindahkan perintah Allah karena sombong. Mereka tidak menunaikan puasa dan lain sebagainya karena tidak percaya kepada perintah-Nya dan faktor keangkuhan mereka. Kelompok seperti ini sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur’an, yaitu:

“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, tidak akan dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan masuk surga, sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat.” (QS Al-A’raf: 40). 

Dikutip Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi dalam tafsirnya, Tafsir wa Khawatirul Umam, orang-orang yang tidak mengindahkan perintah Allah, tidak menjalankan perintah-Nya karena sombong dan tidak percaya pada ayat-ayat-Nya, maka mereka akan mendapatkan siksa yang sangat pedih. Mereka tidak akan merasakan surga dan segala kenikmatannya, bahkan dimasukkan ke dalam neraka yang penuh siksa.  

Mudah-mudahan kita semua digolongkan oleh Allah SWT sebagai golongan pertama, yaitu orang-orang yang benar-benar memenuhi semua hak-hak Ramadan, sehingga bisa mendapatkan balasan yang istimewa dari-Nya dan dijauhkan dari golongan yang kedua, yaitu orang-orang yang tidak memenuhi kewajibannya dan menyombongkan diri pada ayat-ayat-Nya.   

Sebab, bulan Ramadan merupakan madrasah bagi kita untuk memperbaiki diri sendiri. Jika pada bulan ini kita tidak berhasil memperbaiki diri, lantas di bulan manakah kita bisa melakukannya? Jika di bulan Ramadan tidak kita dapatkan rahmat dan anugerah dari Allah, lantas di bulan manakah semua itu akan diberikan dengan mudah kepada kita semua? Jika di bulan Ramadan tidak kita raih ampunan dari-Nya, lantas di bulan apakah ampunan itu bisa kita dapatkan dengan mudah?  

Ma’asyiral Muslimin jemaah salat Idul Fitri rahimakumullah,

Itulah dua golongan yang bisa kita jadikan cerminan dalam melakukan evaluasi capaian ibadah selama bulan Ramadan. Lantas, kita ada di bagian yang mana? Jawaban dari pertanyaan tersebut ada dalam diri kita sendiri.  

Demikian khotbah Hari Raya Idul Fitri pada pagi hari ini. Semoga bermanfaat dan membawa keberkahan kepada kita semua, serta menjadi penyebab diterimanya semua amal ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadan.

3. Tema “Istikamah kembali mengenal Allah”

Contoh khutbah salat Ied (Unsplash.com/ Levi Meir Clancy)

Naskah khotbah ini mengajak kaum muslim untuk menjaga ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah yang berlanjut dimaksudkan tidak berhenti pada saat Ramadan saja. Sifat istikamah perlu dijaga, terutama untuk mendekatkan diri kepada Allah. Berikut naskah khotbah dengan tema “Istikamah kembali Mengenal Allah” yang dikutip NU Online.

Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah, 

Alhamdulillah, syukur yang tiada terkira kita panjatkan ke hadirat Allah SWT sebab atas rida dan rahmat-Nya kita bisa berkumpul di tempat ini untuk menunaikan rangkaian ibadah salat Idul Fitri sembari kita mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil sebagai pengakuan kita akan kebesaran-Nya.

Saat ini juga kita patut bergembira karena selama bulan puasa kita diberi kesempatan untuk menambah pundi-pundi pahala dan menghapus dosa-dosa kita. Semoga semuanya membuahkan hasil yang maksimal.

Rasulullah SAW  bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA:

“Barang siapa berpuasa Ramadan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”

Atas karunia besar ini, sudah semestinya kita senantiasa terus-menerus berupaya sepenuh hati meningkatkan ketakwaan dalam diri kita dengan menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah, 

Idul Fitri sering dimaknai sebagai hari raya sekaligus pertanda berakhirnya ibadah puasa Ramadan. Dalam budaya Nusantara ini ia lebih masyhur dengan istilah lebaran (terselesaikan). Dalam kamus Al-Ma’any Idul Fitri dimaknai sebagai:

“Hari pertama bagi orang-orang yang berpuasa Ramadan mulai kembali berbuka dengan makan dan minum seperti di hari-hari biasa.”

Selain itu, ada juga yang memaknai Idul Fitri dengan ‘kembali suci atau terbebas dari dosa’. Makna ini disandarkan pada hadis tentang keutamaan dihapusnya dosa bagi orang yang berpuasa.  

Tiga makna di atas tentu tidaklah keliru, namun pada kesempatan yang berbahagia ini khatib ingin mengajak menyelami makna fitrah dalam Al-Qur’an.

Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,

Allah SWT memerintahkan dalam Al-Qur’an agar menghadapkan wajah kita kepada agama yang lurus sebagai fitrah kehambaan kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” (QS. Ar-Rum: 30).

Imam Al-Qurthubi menafsirkan “fitratallah” sebagai fitrah agama. Adapun maksud dari lafaz “hanifan” itu adalah lurus dan jauh dari agama-agama yang menyimpang.

Dengan demikian, maksud dari ayat tersebut adalah Allah menyuruh Rasulullah beserta umatnya untuk menghadapkan serta menegakkan wajahnya (tidak menengok ke kanan dan ke kiri) pada agama Allah (Islam). Karena pada dasarnya setiap anak yang masih berada dalam kandungan ibunya, mereka sudah mengakui ketuhanan Allah (baik kedua orang tuanya muslim atau non-muslim).

Dalam kata lain, Idul Fitri adalah konsep kehambaan yang mengantarkan kita untuk kembali mengenal Allah SWT. Apakah tidak terlihat bahwa Ramadan yang telah berlalu telah mengajarkan kita untuk kembali mengenal Allah melalui berbagai ibadah? Kembali mengenal Allah melalui puasa, qiyamullail, salat berjemaah, membaca Al-Qur’an, sedekah, memberi makan orang berbuka puasa, dan aktivitas lainnya, semuanya hanya bisa kita lakukan di bulan Ramadan   

Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,

Jika Ramadan telah mengajarkan kita untuk mengenal Allah, maka Idul Fitri ibarat puncak tujuan bahwa kita betul-betul diharapkan sudah kembali mengenal Allah. Setelah kita mengenal Allah, tugas terbesar saat ini adalah bagaimana cara merawatnya, jangan sampai kita hanya mengenal Allah hanya saat Ramadan saja, sebagaimana yang disampaikan oleh seorang ulama saleh terdahulu yaitu Bisyr Al-Hafi:

“Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah di bulan Ramadan saja. Ingat, orang yang saleh yang sejati adalah yang beribadah dengan sungguh-sungguh sepanjang tahun.” (Lathaif Al-Ma’arif, h. 390)

Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah, lalu bagaimana agar kita tetap istikamah mengenal Allah pasca Ramadan?

Pertama, berdoa agar hati kita tetap istikamah dan tidak mudah berubah. Di antara doanya:

“Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)” (HR at-Tirmidzi).

Kedua, berkumpul dengan orang-orang yang saleh yang mengantarkan pada kebaikan.

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap wajah-Nya.” (QS al-Kahfi: 28)

Ayat ini menyimpan makna agar kita senantiasa bersama orang-orang yang saleh. Sebab, membersamai mereka bukan hanya bisa menenangkan hati namun juga mendorong diri untuk selalu berbuat baik.

Ketiga, berusaha beribadah terus-menerus walaupun hanya sedikit, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: 

“Amalan yang paling dicintai di sisi Allah Ta’ala adalah amalan yang dilakukan secara terus-menerus (dawam) walau jumlahnya sedikit.” (Muttafaqun ‘Alaih)

Barangkali menjaga terus amalan kita sebagaimana saat di bulan Ramadan, seperti salat malam, berjemaah di masjid, dan membaca Al-Qur’an adalah perkara yang sulit. Namun teruslah berusaha secara maksimal, walaupun nanti intensitasnya berkurang yang penting bisa rutin dan tetap dijaga.

Jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,

Demikianlah khotbah Idul Fitri pada pagi hari ini. Semoga Allah SWT menerima semua amal ibadah Ramadan kita. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan lahir dan batin kepada kita, sehingga tugas-tugas yang telah diamanahkan kepada kita dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. 

Baca Juga: 5 Makna Hari Raya Idul Fitri yang Sebenarnya, Kebahagiaan Umat Islam!

4. Tema “Jaminan dari Allah setelah puasa Ramadan”

Contoh khutbah salat Ied (Unsplash.com/Didno Didno)

Naskah khotbah ini mengajak para jamaah untuk bersyukur kepada Allah SWT. Allah SWT telah memberi nikmat yang tak terhitung jumlahnya, salah satunya adalah memberi kesempatan merayakan Idul Fitri. Berikut naskah khotbah dengan tema “Jaminan dari Allah setelah Puasa Ramadan” yang dikutip NU Online.

Ma’asyiral Muslimin jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,

Alhamdulillah, puji syukur tak henti-hentinya kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat besar kepada kita semua pada hari ini, yaitu mempertemukan kita dengan Idul Fitri, setelah satu bulan penuh kita menjalankan ibadah puasa. Selawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya.

Selanjutnya, melalui mimbar yang mulia ini, khatib mengajak kepada diri khatib sendiri, keluarga, dan semua jemaah yang turut hadir pada pelaksanaan salat ini, untuk terus istikamah dalam menjalankan ibadah dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah, serta menjauhi semua larangan-larangan-Nya. Sebab, tidak ada bekal yang paling baik untuk kita bawa menuju akhirat selain ketakwaan.

Ma’asyiral Muslimin jemaah salat Idul Fitri yang dirahmati Allah,

Tidak terasa saat ini kita semua sudah memasuki bulan 1 Syawal, setelah berhasil bergulat dengan puasa Ramadan dan rangkaian ibadah lainnya selama satu bulan penuh. Menahan diri dari segala perbuatan yang bisa merusak eksistensi puasa. Saat ini, sudah tiba saatnya bagi kita untuk merayakan kemenangan atas ibadah yang telah kita lakukan selama sebulan, yaitu dengan merayakan Idul Fitri.

Momentum pertama dalam merayakan hari yang mulia ini adalah dengan cara memperbanyak menyucikan Allah dengan bacaan-bacaan takbir, membesarkan nama-Nya, dan mengagungkan Zat-Nya, sebagai bentuk syukur karena telah memberikan kita pertolongan agar bisa menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan dengan sempurna. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.” (QS Al-Baqarah [2]: 185)

Ma’asyiral Muslimin jemaah salat Idul Fitri rahimakumullah,

Hari Raya Idul Fitri dalam Islam selain dikenal dengan hari yang sangat agung, juga menjadi hari yang sangat dinanti-nanti kaum muslimin seluruh dunia. Sebab, pada hari ini Allah memberikan anugerah yang sangat banyak kepada kita semua, tidak hanya berupa pahala atas ibadah yang kita lakukan selama ini, namun Allah juga mengampuni semua dosa-dosa yang ada dalam diri kita.

Berkaitan dengan penjelasan di atas, dalam salah satu haditsnya Rasulullah SAW bersabda:

“Ketika Idul Fitri datang, para malaikat turun ke bumi. Kemudian mereka berhenti di sana seraya berseru yang suaranya didengar oleh seluruh makhluk kecuali jin dan manusia, mereka berkata, ‘Wahai umat Muhammad! Keluarlah kalian menuju Tuhan Yang Maha Mulia, yang memberikan pahala dan ampunan dosa besar’."

Maka ketika kaum muslimin sampai pada tempat salat mereka, Allah berfirman kepada para malaikat-Nya: ‘Wahai malaikat-Ku! Apakah balasan bagi orang jika telah selesai dari pekerjaannya?’ Para malaikat menjawab, ‘Tuhan kami, tentu ia diberikan upahnya’. Kemudian Allah berfirman, ‘Saksikanlah, bahwa Aku memberikan pahala dari puasa dan salat mereka dengan keridhaan dan ampunan-Ku. Pulanglah kalian semua dengan ampunan untuk kalian.’ (HR. Anas bin Malik)

Dalam riwayat yang lain, Rasulullah SAW bersabda:

“Jika Idul Fitri telah tiba, para malaikat akan berbaris di pintu-pintu jalan sambil menyerukan: ‘Wahai golongan umat Islam, segeralah berangkat kepada Tuhan Yang Maha Mulia. Dia akan menganugerahi kebaikan dan memberikan pahala yang besar. Sungguh, kamu telah diperintah untuk beribadah di malam hari, lalu kamu laksanakan. Kamu diperintah puasa siang hari, lalu kamu kerjakan. Kamu telah memenuhi seruan Tuhanmu, maka terimalah hadiahmu."

Kemudian ketika mereka sudah selesai menunaikan salat Idul Fitri, malaikat berseru kembali: ‘Ketahuilah bahwa Tuhanmu telah mengampuni dosa-dosamu. Maka kembalilah ke perjalanan hidup kalian selanjutnya, sebagai orang-orang yang memperoleh petunjuk.” (HR At-Thabrani).

Ma’asyiral Muslimin jemaah salat Idul Fitri rahimakumullah,

Itulah jaminan-jaminan yang akan Allah berikan kepada kita semua yang telah berhasil menjalankan kewajiban puasa selama satu bulan Ramadan, kemudian diakhiri dengan menunaikan salat sunah Idul Fitri. Saat ini, kita semua kembali menjadi hamba yang suci, yang telah mendapatkan ampunan dari-Nya.

Demikian khotbah Idul Fitri pada pagi hari ini. Semoga bermanfaat dan membawa keberkahan kepada kita semua, serta menjadi penyebab diterimanya semua amal ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadan.

Verified Writer

Hani Safanja

Progress over perfection

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya