TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kenapa Tidak Ada Perayaan Maulid Nabi di Arab? Yuk, Simak 6 Alasannya!

Memiliki alasan di baliknya

Ilustrasi lokasi Arab Saudi. (Pexels.com/Lara Jameson)

Intinya Sih...

  • Arab Saudi mengikuti mazhab Wahhabi yang menolak perayaan Maulid Nabi karena dianggap bid'ah.
  • Perayaan Maulid Nabi dianggap berlebihan dan tidak sesuai dengan ajaran Islam, oleh karena itu tidak dirayakan.
  • Arab Saudi mengikuti ajaran Wahhabi yang menekankan pentingnya menjaga sunah tanpa melakukan inovasi dalam Islam.

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk menganut agama Islam, hari Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan perayaan yang diperingati setiap tahunnya. Sebagai Nabi terakhir dan utusan Allah SWT, Maulid Nabi pun kerap dirayakan sebagai pengingat atas perjuangan Rasulullah memperjuangkan Islam di zaman dahulu.

Namun, di dunia Arab, perayaan Maulid Nabi SAW justru bukan sesuatu yang populer. Tentunya ini menimbulkan pertanyaan karena Arab Saudi merupakan lokasi tempatnya Mekkah dan Madinah, kota yang menjadi saksi bisu perjalanan Rasulullah SAW. Tetapi, tahukah kamu bahwa ada alasan di baliknya? Simak penjelasannya di bawah ini, ya! 

1. Menganut paham wahabi yang berbeda dengan Indonesia

ilustrasi membaca bacaan Maulid Nabi lengkap (pexels.com/Alena Darmel)

Arab Saudi secara historis mengikuti mazhab Wahhabi yang menolak perayaan atau praktik yang tidak memiliki dasar dalam Al-Qur'an dan sunah. Karena Maulid Nabi tidak disebutkan dalam kedua sumber tersebut, perayaan ini dianggap bid'ah (inovasi dalam agama).

Pun perayaan ini tidak ada dalam sunah, berikut sebuah hadis yang berbicara tentang hal ini, yakni dari Al-'Irbadd Ibn Sariyah -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau bersabda:

"Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan menyaksikan banyak perselisihan. Aku wasiatkan kepada kalian untuk tetap berpegang teguh pada sunahku dan sunah para khalifah yang diberi petunjuk setelahku. Peganglah erat-erat seolah-olah kalian menggigitnya dengan gigi geraham. Waspadalah terhadap hal-hal yang baru (dalam agama), karena setiap inovasi adalah kesesatan." (HR. Ahmad, At-Tirmidhi, Ibn Majah, Ad-Daarimi, Al-Haakim, Ibn Hibaan, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Itulah mengapa, menurut ajaran Wahhabisme dalam Islam, apa pun yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an atau sunah, dianggap sebagai "bid'ah". Dengan demikian, perayaan Maulid Nabi tidak diakui atau dirayakan.

2. Dianggap sebagai bentuk foya-foya yang berfokus pada duniawi

Ilustrasi masjid (Pexels.com/LIZ ROMO)

Alasan selanjutnya mengapa Arab Saudi tidak merayakan Maulid Nabi adalah banyak orang yang merayakannya dengan cara yang berlebihan. Sifat ini bukan merupakan hal yang disukai Allah SWT ataupun Nabi Muhammad. Dilansir laman Islam QA, Ibnu Khalkaan berkata dalam Wafiyaat al-A'yaan (3/274), menjelaskan sifat berlebih-lebihan ini:

“Jika sudah memasuki bulan Safar, mereka menghiasi kubah-kubah itu dengan berbagai macam perhiasan yang mewah dan di setiap kubah duduk sekelompok penyanyi dan sekelompok dalang dan pemain alat musik, dan mereka tidak meninggalkan salah satu dari kubah-kubah itu, kecuali mereka membuat sebuah kelompok (pertunjukan) di sana."

"Orang-orang meninggalkan pekerjaan selama periode ini dan mereka tidak melakukan pekerjaan, kecuali berkeliling dan menonton hiburan. Ketika ada dua hari yang tersisa sebelum perayaan Maulid, mereka mengeluarkan sejumlah besar unta, sapi, dan domba, lebih banyak daripada yang bisa dijelaskan, dan mereka mengiringinya dengan semua genderang, nyanyian, dan alat musik yang mereka miliki, hingga mereka membawanya ke alun-alun... Pada malam perayaan Maulid, ada pertunjukan nasuha setelah Maghrib di dalam benteng.”

Itulah awal mula perayaan Maulid Nabi. Kerap dianggap sebagai hiburan dan menyia-nyiakan waktu serta harta, perayaan Maulid Nabi pun dianggap tidak ada di ajaran Islam dan merupakan hal yang tidak disukai Allah SWT.  

3. Dianggap sebagai bid'ah yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW

Ilustrasi masjid (Pexels.com/Sarath Raj)

Dilansir The New Arab, Arab Saudi merupakan negara Islam yang menganut aliran Wahabi. Berbeda dengan Indonesia, yang mayoritas penduduknya mengikuti ajaran Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunni) yang cenderung lebih moderat dan inklusif dalam mengakomodasi tradisi lokal, ajaran Wahhabi menganggap bahwa perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah bentuk bid’ah atau inovasi yang tidak dibenarkan dalam Islam.

Secara harfiah, bid’ah berarti menambahkan atau memperkenalkan sesuatu yang baru dalam agama yang tidak ada pada masa Nabi Muhammad (SAW). Wahhabisme menolak semua bentuk ritual dan perayaan yang tidak memiliki dasar eksplisit dalam Al-Qur'an dan sunah, termasuk Maulid Nabi.

Adapun mereka hanya meyakini bahwa praktik-praktik semacam ini bisa menjauhkan umat dari kemurnian ajaran Islam. Selain itu, berpotensi mengarah kepada penghormatan berlebihan, yang dalam pandangan mereka, mendekati penyembahan berhala.

Baca Juga: 11 Doa Ringkas Maulid Nabi Muhammad, Lengkap dengan Artinya!

4. Menghindari penyembahan nabi secara berlebihan

ilustrasi doa memperingati Maulid Nabi Muhammad (unsplash.com/Mufid Majnun)

Dikutip dari The Conversation, sebagai aliran Islam yang keras, Wahhabisme sering kali mendorong penafsiran harfiah terhadap Al-Qur'an dan sangat mencurigai praktik apa pun yang mereka anggap sebagai penyembahan berhala. Sebagai contoh, pihak berwenang Arab Saudi telah menindak keras pemujaan di makam para wali dan meratakan beberapa tempat suci.

Dalam kasus-kasus ekstrem, aliran Salafi juga telah mengklaim bahwa peninggalan dan patung-patung Mesir kuno harus dihancurkan. Di Arab Saudi, polisi agama yang disebut mutaween, menjaga tempat pemakaman nabi di Madinah selama musim ziarah untuk mencegah pengunjung menyentuh atau berdoa di dekatnya.

Karena alasan ini, kaum konservatif juga tidak menyukai pemujaan terhadap nabi. Kaum puritan Wahhabi menganggap Maulid sebagai bidah dengan mengutip perkataan nabi yang disebut hadis: "Setiap bid'ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan akan berakhir di neraka". Arti “bid'ah” di sini, juga kerap digunakan untuk mengutuk praktik-praktik Muslim yang dianggap sebagai inovasi, seperti merayakan hari ulang tahun Nabi. 

5. Fokus menjalankan sunah-sunah Nabi

Ilustrasi masjid (Pexels.com/Faiz)

Dengan Wahabi yang menjaga ajaran islam murni, aliran ini lebih mengedepankan sunah-sunah Nabi Muhammad SAW yang memang dianjurkan. Berikut hadis yang menegaskan sunah Nabi, yang menjadi pegangan kuat oleh kelompok Wahabi sebagai aliran islam konservatif. 

“Aku mendorong kalian untuk mengikuti sunahku dan sunah para khalifah yang mendapat petunjuk setelahku, berpegang teguhlah pada sunah tersebut dan berpegang teguhlah pada sunah itu. Berhati-hatilah terhadap perkara-perkara yang baru karena setiap perkara yang baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan.” (HR. Ahmad, 4/126, Tirmidzi no. 2676).

Merupakan aliran yang menolak praktik-praktik baru dalam Islam, termasuk perayaan seperti Maulid Nabi, mereka menekankan bahwa menjaga sunah tanpa melakukan inovasi adalah cara terbaik untuk memastikan kemurnian ajaran Islam tetap terjaga. Hal ini pun sesuai dengan contoh yang telah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dan para khalifah yang diberi petunjuk setelahnya.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya