TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mengenal Triad Kognitif Beck: Teori Bagaimana Orang Depresi Berpikir

Benarkah kualitas pikiran adalah kualitas kesehatan mental?

ilustrasi depresi (unsplash.com/hermez777)

Pernah gak sih kamu mengalami gangguan mental depresi? Atau kamu pernah mengalami mendapati keluarga, sahabat, atau rekan kerjamu mengalami depresi

Memangnya apa ya yang ada di pikiran orang depresi atau bagaimana sebenarnya pola pikir mereka? Aaron Beck, psikiater dari Amerika menggagas teori bagaimana orang depresi berpikir yang kemudian dikenal dengan triad kognitif.

Berikut beberapa fakta tentang triad kognitif yang mungkin bisa membantumu sebagai keluarga, sahabat, atau rekan kerja dari penderita depresi agar mampu meringankan pikiran negatif mereka.

Baca Juga: 5 Kognitif Bias yang Secara Gak Sadar Dilakukan, Termasuk Kamu

1. Dipengaruhi luka masa lalu

ilustrasi trauma masa kanak-kanak (unsplash.com/lukepennystan)

Pada dasarnya, triad kognitif adalah tiga jenis pandangan negatif dan pesimis dalam pikiran orang depresi. Tiga pandangan negatif-pesimis itu adalah pandangan pada diri sendiri, dunia, dan masa depan. Pandangan itu terjadi secara otomatis, lho, alias berasal dari alam bawah sadar. Dilansir Basic of Psychology, pikiran otomatis adalah ide-ide sementara yang tidak direncanakan yang muncul dalam pikiran sebagai reaksi terhadap situasi atau rangsangan tertentu. 

Pada orang depresi, pandangan otomatis itu membuat perasaan tidak nyaman atau emosi negatif dan justru merugikan diri sendiri. Pandangan otomatis yang muncul justru menciptakan pola atau siklus pikiran yang buruk yang membuat orang depresi kesulitan menemukan celah harapan. Ternyata, pandangan otomatis itu juga tak lepas dari konsep berpikir pada orang depresi, lho. 

Konsep berpikir sendiri atau skema dalam psikologi adalah susunan pikiran atau pengetahuan kita untuk menyaring berbagai informasi yang kita terima agar kita mudah memahaminya. Jadi, skema adalah semacam panduan menulis IDN Times Community untuk menyaring berbagai tulisan yang mengandung informasi agar tulisan tersebut layak terbit dan informasinya valid. Orang depresi memiliki skema yang justru cenderung meloloskan informasi negatif yang menguatkan pandangan negatif-pesimis mereka.

Pada orang depresi, skema negatif-pesimis ini justru tumbuh mendahului depresi. Skema negatif-pesimis ini biasanya terbentuk melalui berbagai pengalaman buruk di masa kanak-kanak atau remaja. Studi yang dilakukan Alexa Negele dkk untuk German LAC Depression Study sendiri, melaporkan 37% pasien depresi kronis mengalami trauma berulang di masa kanak-kanak dan 75,6% mengalami trauma di masa kanak-kanak. 

2. Pandangan negatif terhadap diri sendiri

ilustrasi pandangan diri negatif (unsplash.com/bandeirati)

Seberapa seringkah kamu menyalahkan, merendahkan, dan mencaci dirimu sendiri? Sebenarnya, kritik diri sendiri adalah hal yang wajar. Namun, jika terlalu berlebihan justru membuat diri kita cenderung mengalami depresi.

Studi dari Universitas Reading yang dilakukan oleh Emily Hards dkk memperkuat teori triad kognitif Beck. Emily dkk menguji 822 remaja berusia 13-18 tahun. Mereka meminta para remaja itu mengisi Mood and Feelings Questionnaire untuk mengukur gejala depresi. Mereka juga meminta para remaja itu untuk mengisi Twenty Statements Test untuk mengukur konsep diri.

Emily dkk menemukan bahwa remaja yang melaporkan lebih banyak gejala depresi berhubungan dengan citra diri negatif. Sebaliknya, remaja yang punya kecenderungan mengevaluasi diri secara positif, berkemungkinan lebih tahan terhadap depresi, lho. Jadi, penting sekali bagi kita untuk terampil melihat kelebihan diri kita sendiri agar terhindar dari depresi. Pun, penting juga bagi kita untuk membantu pasien depresi agar mereka mampu melihat kelebihan diri mereka sendiri. 

Baca Juga: 5 Fakta Illusory Correlation, Kesalahan Kognitif yang Menipu Pikiran

3. Pandangan negatif terhadap dunia

ilustrasi pandangan dunia yang negatif (unsplash.com/anthonytran)

Ternyata, meski orang depresi juga cenderung memandang dunia secara negatif, pandangan mereka terhadap dunia jauh lebih realistis, lho. Orang depresi cenderung mampu memandang dunia secara objektif sebagaimana apa adanya, daripada orang yang sehat. Ini artinya, orang depresi lebih terampil berpikir dengan memisahkan antara imajinasi yang berasal dari harapan dan kenyataan konkret yang dihadapi, daripada orang sehat pada umumnya. 

Fenomena unik pada orang depresi itu disebut realisme depresif. Sayangnya, fenomena itu hanya terjadi pada orang tertentu yang mengalami depresi ringan. Seperti kata Colin Feltham—profesor di Universitas Sheffield Hallam—, bahwa para pria yang introvert dan ber-IQ tinggi adalah yang paling mungkin mengalami realisme depresif, dilansir Vice

Sedangkan, penderita depresi selain yang dijabarkan profesor Colin, justru mengalami bias pemikiran yang parah terutama pasien depresi berat. Ini berarti pasien depresi dengan tingkat keparahan yang tinggi, pemikiran mereka sekedar terkesan realistis. Padahal sebenarnya hanya hal-hal negatif saja yang memenuhi kepala mereka. 

Hal itu sejalan dengan hasil studi dari Paolo Fusar-Poli dkk yang merangkum pengalaman para penderita depresi. Seperti dilansir PubMed Central, Fusar dkk menemukan bahwa, bahkan psikoterapi yang bertujuan baik pun masih dianggap ancaman pada diri dan pandangan diri pasien depresi. Seperti salah satu pengakuan pasien depresi dari studi Fusar-Poli dkk, "Saya tidak ingin dicap lemah atau sakit mental", yang dapat kita pahami sebagai pengakuan yang mengandung pandangan buruk terhadap psikoterapi yang sebenarnya bertujuan baik. 

Writer

Gading Adjie Brilianto S.Hum

Sarjana Humaniora yang bertekad bikin konten berkualitas supaya bounce rate IDN Times jadi 10%

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya