Awas yang Suka Flexing! Dampaknya Bisa Bullying sampai Cancel Culture
Hindari kebiasaan flexing, ya!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Banyak pengguna memanfaatkan media sosial yang dimilikinya untuk menunjukan siapa dirinya atau membangun persona diri. Namun tanpa disadari, tindakan tersebut justru dinilai flexing oleh pengguna lain.
Di media sosial, kita mengenal istilah flexing yang kerap diartikan sebagai pamer kebahagiaan, prestasi, kemewahan, maupun gaya hidup secara berlebihan. Padahal, tanpa disadari flexing memiliki efek negatif pada diri sendiri, kira-kira apakah itu? Simak penjelasannya melalui artikel di bawah!
1. Meningkatkan insecurity dan mengganggu kesehatan mental
Banyak orang mengunggah gaya hidup yang mewah atau kehidupan yang seolah-olah sempurna dengan tujuan mendapat validasi oleh lebih banyak pengguna. Pandangan ini disampaikan Psikiater Rafa Euba dalam Psychology Today.
Rafa menilai, seringnya pengguna media sosial mengunggah kemewahan hidup untuk menutupi ketidakamanan atau kegagalan yang dialami. Dengan membangun sebuah citra diri yang berbeda dari kegagalan yang dialami, pengguna akan merasa lebih aman dan tidak perlu merasa rendah diri.
Sayangnya, pola pikir demikian justru sangat berbahaya. Untuk mendapatkan citra diri yang diinginkan, individu terus menerus membangun persona yang jauh dari realita. Kemudian muncul rasa tak puas setiap melihat orang lain lebih baik darinya, sehingga timbullah keinginan untuk pamer demi tidak merasa insecure.
Lingkaran setan seperti ini dinilai Rafa sangat berbahaya untuk mental. Dorongan untuk memamerkan gal yang dimiliki akan membuat seseorang rela melakukan apapun yang bisa merugikan fisik, mental, hingga finansial.