TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Penyebab Perempuan Selalu Jadi Korban Kasus Femisida

Harus waspada dan jangan lengah

ilustrasi pertengkaran (pexels.com/id-id/alex-green)

Perempuan kerap kali menjadi sasaran kekerasan serta pelecehan. Hal ini dapat terjadi setiap saat, di mana, dan kapan saja serta mengancam jiwa. Komnas Perempuan mencatat, kekerasan berbasis gender online (KBGO) di Indonesia jumlahnya sekitar 1.801 korban sepanjang tahun 2023.

Dilansir World Health Organization, istilah yang dipakai untuk menyebutkan kekerasan, pelecehan disertai pembunuhan, terhadap perempuan berbasis gender adalah femisida. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan, femisida adalah pembunuhan terhadap perempuan oleh laki-laki karena benci atau tidak suka pada perempuan tersebut.

Hingga kini, perempuan selalu jadi korban kasus femisida. Padahal perempuan memiliki hak untuk hidup aman dan nyaman di dunia ini. Lantas, apa penyebab perempuan selalu jadi korban kasus femisida? Baik laki-laki maupun perempuan, wajib membaca ini sampai habis sebagai pengetahuan sosial.

1. Ketimpangan gender

ilustrasi gender (pexels.com/id-id/fauxels)

Bukan rahasia lagi jika di masyarakat laki-laki kedudukannya sangat dominan, superior dan mempunyai hak dalam mengontrol perempuan. Hal ini dikarenakan patriarki begitu langgeng di masyarakat kita, sehingga menimbulkan ketimpangan gender. Dilansir Human Right Carees, ketimpangan gender disebabkan berbagai faktor tetapi yang menonjol adalah pola pikir masyarakat di mana stereotip gender sudah mendarah daging. Misalnya, pekerjaan rumah tangga hanya perempuan yang mengerjakan.

Di kehidupan masyarakat, norma sosial sangat memegang peran terutama pada ketimpangan gender. Ketimpangan gender dianggap suatu kebenaran yang mutlak sehingga ruang gerak perempuan menjadi terbatas. Akhirnya perempuan mendapatkan diskriminasi dan kekerasan. 

Baca Juga: 4 Tips Menghindari Risiko Anak Tidak Betah di Rumah

2. Kekerasan dalam rumah tangga

ilustrasi KDRT (pexels.com/id-id/timur-weber)

Kekerasan dalam rumah tangga jadi salah satu mengapa perempuan lebih banyak jadi korban femisida. Hal ini disebabkan karena norma sosial yang menuntut perempuan untuk selalu patuh, sabar, dan tidak melawan sehingga laki-laki berbuat semaunya terhadap perempuan atau suami terhadap istri. 

Ketergantungan ekonomi juga menjadikan perempuan sebagai korban KDRT. Karena mereka sangat bergantung secara finansial pada pasangannya. Akibatnya perempuan sulit keluar dari hubungan yang penuh kekerasan tersebut. 

3. Budaya partiarki

ilustrasi posisi laki-laki lebih menguasai (pexels.com/id-id/olly)

Di Indonesia budaya patriarki masih sangat berpengaruh. Posisi laki-laki lebih menguasai, sedangkan perempuan dianggap sebagai makhluk yang lemah. Sehingga memungkinkan perempuan jadi korban kekerasan yang dianggap biasa saja oleh pelaku femisida. 

Budaya partiarki ini juga mencakup adanya ide kultural tentang apa yang harus dilakukan menurut gender. Sumber daya antara laki-laki dan perempuan tidak merata sehingga  menjadi akar penindasan terhadap perempuan.

4. Misogini

ilustrasi pelaku misogini (pexels.com/id-id/cottonbro)

Tahukah kamu apa yang di maksud dengan misogini? Dilansir Verrywell mind, misogini adalah kebencian terhadap perempuan tetapi bukan itu saja, selain kebencian dapat juga prasangka, diskriminasi, bahkan hingga kekerasan pada perempuan tetapi tidak membunuhnya. 

Misogini dan femisida hubungannya sangat erat karena dari tindakan misogini sering meningkat atau menjadi alasan melakukan pembunuhan pada perempuan atau femisida. 

5. Pelampiasan hawa nafsu seks karena sudah merasa berhak memiliki

ilustrasi kontrol seksualitas (pexels.com/id-id/shkrabaanthony)

Pelaku femisida merasa mempunyai hak memiliki korban sepenuhnya. Terutama dalam pelampiasan hawa nafsu seksnya. Korban sering kali diminta menuruti segala perintah dan kemauan pelaku karena ia beranggapan telah memiliki korban. Hal ini sering terjadi pada hubungan berpacaran. Ironisnya saat korban tidak menuruti atau mengikuti keinginan pelaku, maka tidak segan-segan ia melakukan pembunuhan. 

Femisida yang merupakan tindak kejahatan yang tidak dapat ditolerir apa pun alasannya.  Bukan hanya kejahatannya saja tapi masalah sosial. Kasus femisida ini harus ditangani secara serius dengan memberi efek jera bagi para pelakunya.

Perempuan mempunyai hak untuk hidup tenteram, jangan sampai perempuan selalu jadi korban kasus femisida. Oleh sebab itu, harus ada payung hukum yang pasti dan jelas agar perempuan terlindungi dari kasus femisida ini. Selain itu harus ada kampanye dan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahayanya kasus femisida ini yang korbannya selalu perempuan. 

Baca Juga: Kasus Femisida di Indonesia Meningkat, Kekerasan Ekstrem dan Brutal

Verified Writer

A Nitha Nahfiah

Ibu rumah tangga dengan tiga putri yang telah dewasa

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya