3 Komunikasi Toksik yang Bisa Terjadi dalam Rumah Tangga

Bisa berakibat fatal jika diteruskan

Intinya Sih...

  • Kritik yang tidak diselesaikan dapat merusak hubungan, menyebabkan jarak emosional dan kehilangan kepercayaan.
  • Sindiran, sarkasme, atau perilaku pasif-agresif adalah bentuk komunikasi toksik yang menghancurkan kepercayaan.
  • Reaksi membeku saat konflik terjadi dapat mengakibatkan hilangnya koneksi dan rasa tidak berdaya dalam hubungan.

Komunikasi adalah cara efektif untuk menyampaikan segala bentuk informasi kepada orang lain. Namun, tidak semua bentuk komunikasi memberikan dampak positif. Terlebih, dalam rumah tangga, komunikasi toksik dapat tanpa disadari terjadi dan merusak kepercayaan serta kebahagiaan. Terutama ketika sebuah konflik terjadi, hal ini pasti mengubah cara kita untuk berkomunikasi.

Bentuk komunikasi ini memiliki dampaknya yang sangat merugikan. Sebab dalam sebuah ikatan pernikahan, mayoritas hal yang dilakukan adalah berkomunikasi. Jadi, penting untuk mendapatkan pasangan yang bisa selalu memenuhi kebutuhan yang satu ini. Tanpa komunikasi yang baik, perjalanan rumah tangga akan terasa sangat berat dan penuh tantangan.

Dalam artikel ini, akan dibahas tiga bentuk komunikasi toksik yang paling sering terjadi dalam rumah tangga. Yuk, simak penjelasannya sebagai berikut!

1. Kritik dan protes yang membuat pasangan menarik diri

3 Komunikasi Toksik yang Bisa Terjadi dalam Rumah Tanggailustrasi pasangan (pexels.com/polina-zimmerman)

Kamu atau pun pasangan mungkin sering mengeluh dan memprotes banyak hal tentang satu sama lain. Namun, ini akan menjadi buruk ketika kritik tersebut tidak diselesaikan. Salah satu pasangan mencoba untuk menjangkau, tapi pihak lain menjauh. Pola ini terjadi berulang dan tak pernah terselesaikan.

Semakin satu pihak berusaha mengurangi jarak, semakin besar jarak pasangan dalam hubungan tersebut. Kritik adalah bagian dari setiap hubungan, tapi ada perbedaan antara kritik yang membangun dan yang menghancurkan. Kritik yang terus-menerus dapat menyebabkan perasaan sakit hati yang mendalam dan merusak fondasi kepercayaan dalam hubungan.

Untuk mengatasi bentuk komunikasi toksik ini, penting untuk belajar memberikan umpan balik dengan cara yang lebih positif. Fokuslah pada masalah yang ada dan bagaimana cara mengatasinya bersama-sama, daripada menyerang karakter atau kepribadian pasangan. Ciptakan kenyamanan sehingga emosi dan keterputusasaan dapat didiskusikan.

2. Komunikasi pasif agresif yang mencari-cari kesalahan

3 Komunikasi Toksik yang Bisa Terjadi dalam Rumah Tanggailustrasi pasangan (pexels.com/kampus)

Baca Juga: 6 Cara Terbaik Ajarkan Keterampilan Komunikasi Sejak Dini kepada Anak

Komunikasi ini adalah cara menyampaikan ketidakpuasan atau kemarahan secara tidak langsung. Ini bisa muncul dalam bentuk sindiran, sarkasme, atau perilaku yang tampak patuh tetapi sebenarnya menunjukkan penolakan. Misalnya, mengatakan ‘Tentu, aku akan melakukan itu, seperti biasa’ dengan nada sarkastik dapat membuat pasangan merasa tidak dihargai.

Hal ini sering kali muncul karena ketidakmampuan atau ketidaknyamanan dalam menyampaikan perasaan secara langsung. Terkesan menacari-cari kesalahan, padahal ini hanyalah reaksi karena kurangnya keterbukaan dan kejujuran. Belajar mengungkapkan perasaan secara langsung dan konstruktif dapat membantu mengurangi kebiasaan ini.

Tujuan utama interaksi ini adalah sebagai bentuk perlindungan diri. Selama kita mencari-cari kesalahan pasangan, akan memunculkan sikap saling tuding, saling tuduh atau menyalahkan. Ini adalah pola buntu yang secara efektif memisahkan dirimu dengan pasangan. Memandang diri sendiri secara objektif dan mengambil tanggung jawab dapat membantu menghentikan ini.

3. Sikap membeku, diam dan meninggalkan pasangan

3 Komunikasi Toksik yang Bisa Terjadi dalam Rumah Tanggailustrasi pasangan (pexels.com/rdne)

Melakukan freeze atau keadaan tubuh seperti membeku adalah reaksi yang bisa terjadi kala seseorang berada dalam situasi yang tidak nyaman. Interaksi seperti ini sering terjadi setelah pasangan kehabisan tenaga, merasa putus asa atas situasi yang dihadapi dan mulai menyerah. Parahnya, ini bisa memberikan efek yang buruk jika sering dilakukan.

Hal ini mengakibatkan rasa lelah atas hubungan dan tak lagi mau untuk berusaha. Interaksi ini merupakan respons terhadap hilangnya koneksi dan rasa tidak berdaya. Sikap ini akan berlanjut menjadi silent treatment yang merupakan tindakan sengaja menghindari berbicara atau berinteraksi dengan pasangan sebagai bentuk hukuman. Mengabaikan pasangan sebagai bentuk hukuman tidak akan menyelesaikan masalah, malah hanya akan memperburuknya.

Dengan mengenali bentuk-bentuk komunikasi toksik ini, kamu dan pasangan dapat saling memperbaiki interaksi satu sama lain. Jangan ragu untuk mencari bantuan dari konselor pernikahan jika diperlukan, untuk membantu mengembangkan keterampilan komunikasi yang lebih baik dan mengatasi konflik dengan cara yang sehat.

Baca Juga: 5 Gaya Komunikasi yang Harus Kamu Hindari, Bikin Toxic!

It's Me, Sire Photo Verified Writer It's Me, Sire

A dusk chaser who loves to shout in the silence

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Siantita Novaya

Berita Terkini Lainnya