TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

9 Hal yang Perlu Dihindari saat Mengajarkan Anak Potty Training

Orangtua wajib tahu!

ilustrasi anak duduk di kursi (unsplash.com/henleydesign)

Mengajarkan anak untuk menggunakan toilet, atau yang biasa dikenal sebagai potty training, adalah langkah penting dalam perkembangan mereka. Namun, proses ini seringkali dapat menjadi tantangan bagi orangtua dan anak, karena banyak hal yang perlu dipertimbangkan sebelum mengajari anak potty training.

Untuk memastikan pengalaman potty training berjalan dengan baik, terdapat beberapa hal yang perlu dihindari agar tidak merugikan perkembangan anak. Kira-kira apa saja hal yang perlu dihindari saat mengajarkan anak potty training? Simak lewat artikel berikut ini, yuk!

1. Hindari memaksa anak

ilustrasi seorang anak menangis (pexels.com/jepgambardella)

Saat ingin mengajarkan anak potty training, perlu dihindari untuk memaksa mereka jika anak belum siap secara perkembangan. Tanda-tanda kesiapan anak biasanya mencakup, anak dapat berkomunikasi, menunjukkan minat mandiri di kamar mandi, dan memiliki keterampilan fisik yang diperlukan, seperti berpakaian sendiri.

Stephanie Brown, seorang penulis lepas tentang parenting, dilansir Verywell family, menyarankan, jika melihat bahwa anak mungkin belum siap, beri anak beberapa minggu atau bulan tambahan waktu sebelum mencobanya lagi. Melakukan pemaksaan pada anak yang tidak mau dapat menciptakan suasana negatif dan resistensi lebih besar. 

"Jika anak tidak menunjukkan minat atau keinginan untuk menggunakan toilet, kemungkinan besar mereka belum siap untuk melakukannya," kata Ari Brown, M.D., co-author dari Toddler 411: Clear Answers & Smart Advice for Your Toddler, dilansir Parents.

Selalu berikan dorongan dan dukungan pada anak, hindari pertempuran, dan pertimbangkan untuk melambatkan proses jika diperlukan. Penting untuk memaklumi bahwa beberapa anak membutuhkan waktu dan kesabaran ekstra untuk mengembangkan keterampilan ini dengan baik. Jadi, gak perlu khawatir kalau anak belum siap!

2. Jangan mulai potty training saat sedang stres

ilustrasi ayah menggendong anak menangis (pexels.com/baphi)

Stephanie Brown juga menyarankan, agar ketika mengajarkan anak potty training, perlu dihindari memulai prosesnya pada saat-saat stres dalam kehidupan keluarga. Stres, baik yang bersifat positif maupun negatif, dapat memberikan dampak buruk terhadap pengalaman potty training.

Peristiwa-peristiwa besar seperti pernikahan, kelahiran bayi, liburan, kunjungan, atau perjalanan dapat membuat anak merasa tidak nyaman. Oleh karena itu, sebaiknya menunda potty training jika ada perubahan besar atau kejadian baru dalam kehidupan, dan menunggu hingga situasi kembali tenang dan aktivitas normal kembali berjalan.

Hal ini membantu menciptakan stabilitas dan keamanan bagi anak, memungkinkan mereka menjalani proses potty training dengan lebih nyaman sambil melakukan kebiasaan buang air ke dalam rutinitas harian yang normal. Pada saat yang sama, orangtua juga akan memiliki lebih banyak perhatian dan energi positif untuk mendukung anak dalam peralihan dari penggunaan popok.

3. Hindari menetapkan batas waktu

ilustrasi anak duduk di kursi (unsplash.com/henleydesign)

Perlu juga untuk menghindari menetapkan batas waktu ketika mengajarkan anak potty training. Ini karena nak-anak umumnya tidak responsif terhadap tekanan waktu, dan setiap anak mengembangkan kebiasaan menggunakan toilet pada tingkat yang berbeda. 

Ditambah lagi mengajarkan potty training juga membutuhkan kesabaran. Menetapkan batas waktu yang ketat dapat menciptakan tekanan pada anak dan orangtua, yang pada akhirnya dapat menghambat proses pembelajaran. Selain itu, tekanan atau kekhawatiran tentang batas waktu dapat menciptakan pengalaman yang negatif dan stres, yang dapat mempengaruhi perkembangan anak.

4. Hindari penggunaan pakaian yang sulit dikelola selama potty training anak

ilustrasi mengganti pakaian anak (pexels.com/paveldanilyuk)

Selama melakukan potty training, pilihlah pakaian yang sederhana dengan pinggang elastis untuk memudahkan anak dalam mengenakannya dan melepaskannya secara mandiri. Hindarilah penggunaan overall, ikat pinggang, celana ketat, baju satu potong dengan kancing di selangkangan, atau pakaian dengan banyak resleting dan kancing yang mungkin sulit diatasi oleh anak. 

Saat di rumah, pertimbangkanlah untuk membiarkan anak hanya mengenakan celana dalam atau telanjang, agar memudahkan mereka merespons kebutuhan buang air dengan cepat. Lakukan hal ini selama masa anak belajar menggunakan toilet.

5. Jangan membiarkan tekanan dari orang lain mempengaruhi potty training anak

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/ketutsubiyanto)

Tekanan dari berbagai sumber, seperti kakek nenek, orangtua di kelompok bermain, atau guru, bisa membuat kamu sebagai orangtua merasa terbebani. Ingatlah bahwa saran dari orang lain mungkin tidak selalu sesuai atau cocok dengan kebutuhanmu dan anak.

Percayalah pada insting sendiri dan pertimbangkan pengetahuan yang telah didapatkan tentang kesiapan anak serta pendekatan yang membuatmu dan anak merasa nyaman. Hindari perasaan bersaing dengan orangtua lain atau merasa dinilai berdasarkan waktu yang dibutuhkan anak untuk menguasai keterampilan menggunakan toiletnya.

Baca Juga: 11 Film Netflix Tentang Parenting, Bekal Jadi Orang Tua yang Baik

6. Jangan anggap kesalahan sebagai hal besar

ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/ellyfairytale)

Orangtua perlu menghindari menyikapi kesalahan selama potty training sebagai sesuatu yang besar. Salah satu prinsip dasar dari model pelatihan toilet yang positif dan efektif adalah mengingat bahwa ini hanyalah bagian normal dari kehidupan.

Pastikan anak memahami bahwa jika mengalami kecelakaan atau kesalahan saat pergi ke kamar mandi merupakan hal yang alami dan tidak perlu membuat anak merasa buruk. Terlalu membesar-besarkannya dapat menguatkan kesalahan atau memperbesar perasaan malu, yang bisa mengakibatkan lebih banyak kesalahan dari anak.

Oleh karena itu, ketika kecelakaan terjadi, pertahankan sikap yang tenang dan santai. Melibatkan anak dalam membersihkan kecelakaan dan melanjutkan ke kesempatan berikutnya untuk menggunakan toilet adalah pendekatan yang lebih baik daripada menekankan kejadian tersebut.

7. Tidak menggunakan bahasa positif saat potty training

ilustrasi ibu memandikan anak (unsplash.com/motherofwilde)

"Anak-anak merespons pujian, penguatan positif, dan dorongan penuh kasih sayang," kata Janice Heard, seorang dokter anak komunitas di Calgary, dilansir Today's Parent.

Penting untuk menggunakan bahasa yang positif saat berbicara tentang kebutuhan potty anak. Janice Heard, menjelaskan, mungkin saja orangtua berhasil membuat anak-anak untuk melakukan hal yang orangtua inginkan dengan menggunakan sikap negatif atau marah, namun, perilaku tersebut sebenarnya hanya muncul karena adanya rasa takut dari anak.

Heard juga menekankan bahwa jika anak-anak pernah dihukum karena kecelakaan potty, hal itu dapat memiliki dampak negatif pada kualitas hubungan antara orangtua dan anak.  Oleh karena itu, disarankan agar orangtua menghindari menunjukkan ketidakpuasan atau frustrasi, bahkan dalam ekspresi wajah, untuk menciptakan lingkungan positif selama proses potty training anak.

"Anak-anak seharusnya tidak pernah dihukum karena sesuatu yang mereka tidak memiliki kendali penuh," lanjut Janice Heard.

8. Jangan mengabaikan ketakutan anak

ilustrasi anak berbaring di pangkuan ibu (pexels.com/kseniachernaya)

Orangtua perlu juga untuk menghindari mengabaikan ketakutan anak saat potty training, karena ketakutan tersebut dapat mempengaruhi pengalaman potty training anak. Dijelaskan oleh Stephanie Brown, bahwa anak dapat mengembangkan ketakutan terhadap berbagai hal, seperti suara toilet atau pengalaman lainnya yang kurang nyaman di kamar mandi.

Jika ketakutan ini diabaikan atau dianggap remeh, anak mungkin mengalami stres, cemas, atau bahkan mundur dalam proses potty training. Memperhatikan dan merespons dengan kepekaan terhadap ketakutan anak, dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung dan positif. Dengan cara ini, anak merasa didengar, dihargai, dan lebih termotivasi untuk mengatasi ketakutan mereka.

9.  Jangan mengharapkan anak dapat mengendalikan kebutuhan toilet di malam hari

ilustrasi membacakan buku cerita pada anak sebelum tidur (pexels.com/paveldanilyuk)

Dalam melewati proses pelatihan toilet pada malam hari, sebaiknya orangtua atau pengasuh memiliki kesabaran lebih. Ini dikarenakan kemampuan anak untuk mengendalikan buang air kecil cenderung berkembang lebih awal daripada kemampuan mereka untuk mengendalikan buang air besar.

Menurut American Academy of Pediatrics, sangat wajar jika anak mengalami kebocoran urine hingga usia 4 tahun atau lebih, dan sekitar 20 persen anak berusia 5 tahun dan hingga 10 persen anak berusia 7 tahun mengalami kebocoran di malam hari. Sebagian besar anak tumbuh dari kondisi ini secara alami, dan tidak perlu terlalu mengkhawatirkan masalah ini.

Selalu pertimbangkan kesiapan anak dan hindari membuat potty training menjadi pengalaman yang stres atau menakutkan. Melalui pendekatan yang sabar, pengertian, dan positif, orangtua dapat membantu anak mencapai kemandirian dalam penggunaan toilet tanpa menimbulkan tekanan dan stres yang tidak perlu.

Baca Juga: 6 Alasan Kenapa Hyper Parenting Gak Baik untuk Anak, Bikin Manja?

Verified Writer

Shasya Khairana

S

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya