TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Tips Ciptakan Suasana Rumah yang Ramah Anak, Aman Fisik dan Psikis

Orang dewasa kudu care pada kesejahteraan anak

ilustrasi keluarga (pexels.com/RDNE Stock project)

Adanya anak di rumah harus diikuti dengan kesadaran orang-orang dewasa di sekitarnya khususnya orangtua untuk lebih memperhatikannya. Tugas orangtua bukan hanya menyediakan sebuah tempat tinggal sehingga anak tidak kehujanan dan kepanasan. Akan tetapi, orangtua juga mesti menciptakan suasana rumah yang ramah untuknya.

Tak semua rumah yang melindungi anak dari hujan dan panas benar-benar ramah buatnya. Rumah yang ramah anak berarti di dalamnya tidak ada hal-hal yang membahayakan dirinya, baik secara jasmani maupun rohani. Kalau perlindungan terhadap anak cuma mengandalkan fisik bangunan, boleh jadi orang dewasa di sekitarnya bahkan orangtuanya sendiri bersikap toksik.

Dengan suasana rumah yang ramah anak, ia akan tumbuh dan berkembang dengan baik yang menjadi modal untuk masa dewasanya nanti. Pastikan semua orang di rumah termasuk ART atau saudaramu yang tinggal bersama memahami lima poin utama berikut ini. Kesejahteraan anak baik secara fisik maupun psikis menjadi tanggung jawab kalian bersama.

Baca Juga: 5 Ide Menata Ruang Tamu yang Ramah Anak dan Nyaman, Pilih Furnitur!

1. Memastikan benda-benda berbahaya jauh dari jangkauan anak

ilustrasi anak bermain (pexels.com/Polesie Toys)

Keamanan fisik anak memang perlu terlebih dahulu diperhatikan. Jika secara fisik saja anak telah celaka, bagaimana mungkin kamu masih akan membicarakan kesejahteraannya dari aspek psikis? Hal mendasar yang selalu harus dilakukan adalah menjauhkan segala benda berbahaya dari jangkauan anak.

Benda-benda tersebut tentu gak bisa dilenyapkan dari rumah karena dibutuhkan. Seperti pisau dan berbagai cairan kimia buat membersihkan rumah. Namun, menaruhnya secara sembarangan sama dengan memasang jebakan untuk anak. Ia mudah tertarik oleh apa saja, memiliki rasa penasaran yang tinggi, tetapi pengetahuannya masih sangat terbatas sehingga memudahkannya mengalami nasib celaka.

Amankan benda-benda tersebut sampai mustahil diraih oleh anak. Misalnya, pisau-pisau dan berbagai cairan kimia disimpan di rak tertinggi yang gak bisa dipanjat oleh anak bahkan dengan bantuan kursi.

Sudut-sudut meja yang runcing juga dapat diberi pengaman seperti lapisan kardus untuk mencegah anak terbentur dan terluka. Jangan meremehkan suatu potensi bahaya sampai kecelakaan benar-benar terjadi.

2. Punya jadwal belajar dan bangun suasana yang mendukung

ilustrasi anak belajar (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Setelah fisik anak diamankan dari berbagai benda berbahaya yang ada di rumah, waktunya membangun kebiasaan belajar sesuai dengan usianya. Jangan menyerahkan pendidikan anak hanya pada guru di sekolah. Justru pendidikan dimulai dari rumah. Kalau sejak dini suasana di rumah telah diciptakan agar siapa pun mencintai ilmu, anak lebih termotivasi buat belajar.

Belajar sudah menjadi bagian dari kesehariannya. Tentu di usia anak-anak, ia perlu bermain. Namun, pastikan bahwa di dalam permainan-permainan tersebut juga ada sisi edukasinya. Lalu khususkan jam-jam tertentu untuk belajar lebih intensif. Contohnya, setiap malam antara pukul 19.00-20.30.

Dalam rentang waktu itu, bukan cuma anak yang belajar. Orangtua juga fokus mengajari anak yang belum bisa belajar sendiri. Kakak-kakaknya pun belajar dengan tenang. Apabila anak sudah mampu membaca, biarkan ia belajar sendiri selagi orangtua juga membaca.

Matikan siaran-siaran hiburan agar masing-masing anggota keluarga fokus dengan proses belajarnya. Perlu digarisbawahi bahwa ramah anak tidak sekadar menyenangkan anak dengan membiarkannya bermain tanpa henti.

Ramah anak berarti tak bersifat merusaknya. Sementara bermain-main saja sepanjang waktu bisa melemahkan daya pikir serta keinginan anak buat belajar dengan sungguh-sungguh.

3. Tidak mengintimidasi anak dengan kekuasaan orang dewasa

ilustrasi keluarga (pexels.com/olia danilevich)

Di rumah, kekuasaan terbesar ada di tangan orang dewasa. Khususnya orangtua yang sekaligus pemilik rumah. Orang dewasa dapat berbuat apa saja apalagi saat kamu berhadapan dengan anak yang tidak berdaya. Sadari bahwa besarnya kekuasaanmu bisa berdampak negatif jika disalahgunakan.

Misalnya, sikap yang meremehkan anak karena ia dianggap tidak tahu apa-apa. Belum lagi anak sering menjadi pelampiasan kekesalan orang-orang dewasa di sekitarnya. Termasuk ketika kamu sebenarnya sedang kesal dengan pasangan. Anak ikut kena marah dan disalahkan seakan-akan dia penyebab semua masalah dalam hidup kalian.

Gunakan kekuasaanmu dan pasangan di rumah secara bijaksana. Jangan sampai anak merasa gak punya siapa-siapa saban kalian mulai memakai kekuasaan buat menekan dan menakut-nakutinya.

Malah dengan kekuasaan tak terbatas itu seharusnya dirimu lebih bisa melindungi anak ketika berada di rumah. Perkataan seperti dengan siapa anak akan hidup kalau orangtua marah dan gak peduli lagi padanya wajib dihindari.

4. Bersikap demokratis dengan menanyakan pendapat anak

ilustrasi keluarga (pexels.com/Anna Shvets)

Meski pengetahuan anak masih sangat terbatas, bukan maknanya dia tidak punya keinginan. Sekalipun keinginannya baru menekankan pada dorongan hati tanpa dasar pemikiran yang jelas, orangtua perlu menanyakan pendapatnya. Terutama buat hal-hal yang memang berkaitan dengannya secara langsung.

Seperti rencana liburan, kegiatan ekstrakurikuler yang akan diikuti, les yang hendak diambil, dan sebagainya. Buat anak mengerti bahwa suaranya penting di rumah itu. Juga bahwa orang dewasa termasuk orangtua tak serta-merta menentukan segalanya untuknya apalagi melakukan pemaksaan.

Kondisikan rumah supaya orangtua dan anak terbiasa berdiskusi sehingga kalian sama-sama tahu tentang keinginan masing-masing. Dari sini sikap saling menghargai akan muncul dan keinginan yang berbeda dapat dicarikan titik temunya. Bila suara anak diabaikan bahkan dibungkam karena dianggap tidak penting, artinya rumahmu gak ramah buat buah hati.

Pelajaran tentang demokrasi harus dimulai dari rumah serta cara kalian memperlakukan anak. Biasakan diskusi dalam kehidupan sehari-hari. Berikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk anak mengemukan pendapatnya. Anak mesti tahu dirinya dihargai dan disayangi oleh orang-orang terdekatnya.

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Penulis fiksi maupun nonfiksi. Lebih suka menjadi pengamat dan pendengar. Semoga apa-apa yang ditulis bisa memberi manfaat untuk pembaca. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya