TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Sikap Orangtua yang Bikin Anak Merasa Tidak Aman, Kritik Berlebih!

Berada di dekat orangtua malah bikin tertekan

ilustrasi keluarga (pexels.com/Gustavo Fring)

Orangtua memegang peran yang amat besar bahkan bisa dibilang mutlak atas keamanan anak. Ia belum mampu menjaga dirinya sendiri baik secara fisik maupun psikis dari berbagai ancaman bahaya.

Namun, tidak semua anak memperoleh rasa aman dengan berada di dekat orangtua. Malah orangtua dengan karakter tertentu sangat mungkin menjadi sumber stres anak.

Anak yang ketakutan justru ketika bersama orangtuanya akan berusaha menarik diri. Jika tak ada orang dewasa lain di rumah yang bisa memberinya ketenteraman, ia akan merasa selalu cemas. Dalam interaksinya dengan orangtua, dia tampak gugup. Ia lega ketika berada di luar rumah atau jauh dari orangtua, seperti saat di sekolah.

Anak yang tidak memperoleh rasa aman dari orangtua menjadi sulit merindukan rumah. Malah rumah merupakan tempat yang paling ingin dihindarinya.

Jika kamu juga sudah memiliki anak, jangan bersikap seperti di bawah ini. Kelima sikap berikut ketika dilakukan berulang kali dan dengan alasan apa pun oleh orangtua akan sukar diterima oleh anak.

1. Gak bisa atau tak mau membantu saat anak butuh sesuatu

ilustrasi anak perempuan (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Di depan anak, orangtua memang dituntut untuk menjadi sosok yang multitalenta. Makin kecil usia anak, makin ia menggantungkan segalanya pada orangtua. Bukannya anak sama sekali tak mampu menerima kalau kamu mengaku gak bisa melakukan sesuatu. Namun, wajib untukmu terlebih dahulu menunjukkan usaha yang maksimal buat membantunya.

Kalau dirimu terlalu mudah mengatakan tidak bisa, anak menjadi putus asa. Dia tak tahu lagi harus meminta tolong pada siapa. Bila pun kamu sungguh-sungguh tidak tahu cara melakukan sesuatu, tetaplah mengajak anak untuk bersama-sama mencobanya. Ini lebih memberikan ketenangan pada anak karena setidaknya orangtua menemaninya mengatasi kesulitan.

Lain lagi dengan sikap tidak mau. Ketika orangtua gak mau membantu memenuhi kebutuhan anak, ada pengabaian di sini. Ini juga berbeda dari usaha orangtua buat melatih kemandirian anak. Sikapmu yang selalu menolak membantu akan dibaca oleh anak sebagai kurangnya rasa sayangmu terhadapnya. 

Bedanya dengan upaya mendidik anak supaya mandiri, kamu sama sekali tak memberikan stimulus. Tidak ada usaha membimbing anak dengan memberitahukan langkah-langkah yang harus dilakukannya. Dirimu cuma menolak membantu dan membiarkan anak kebingungan.

2. Terlalu suka mengkritik

ilustrasi anak perempuan (pexels.com/Jordane Maldaner)

Bukan cuma orang dewasa yang memerlukan kritik. Anak-anak pun butuh kritik sebagai bagian dari proses pembelajarannya. Akan tetapi, terus-menerus dikritik oleh siapa pun bakal menyebabkan rasa lelah dan tidak percaya diri. Terlebih orangtua sendiri yang gencar mengkritik.

Anak akan menelan mentah-mentah seluruh kritikmu. Dia menjadi merasa begitu buruk karena apa pun yang dilakukannya seakan-akan salah terus. Bahkan kritik orangtua pada anak dapat tak terbatas tentang cara melakukan sesuatu. Namun, juga bisa menyerang kepribadian dan fisik anak apabila orangtua gak peka terhadap perasaan buah hati.

Kritik-kritik yang diharapkan orangtua bakal membantu anak berkembang dengan lebih baik malah dirasakan olehnya sebagai hal menyakitkan. Anak mulanya cukup termotivasi buat tampil atau melakukan sesuatu dengan lebih baik lagi. Harapannya, di percobaan berikutnya kamu akan puas dan kritik berubah menjadi pujian.

Tapi karena itu tak kunjung terjadi, anak capek serta kehilangan motivasi. Dia akan bersikap masa bodoh bahkan sengaja melakukan hal-hal yang pasti tak disukai olehmu. Ia seperti menguji sejauh mana dirimu tahan mengkritiknya. Kemungkinan lain, anak bakal tumbuh dengan kepercayaan diri yang amat rendah hingga tak berani mencoba hal-hal baru.

Baca Juga: 8 Sikap Orangtua yang Bikin Anak Kesal, Lucu Bagimu tapi Tidak Baginya

3. Sikap kasar pada siapa saja

ilustrasi anak perempuan (pexels.com/Ahmed akacha)

Seberani-beraninya karakter anak, tetap saja dia menyadari bahwa orang dewasa lebih berkuasa atas dirinya. Pemahaman ini diperolehnya dengan mudah melalui perbandingan ukuran fisik orangtua versus dirinya, serta apa yang bisa dilakukan olehmu, tapi tidak olehnya.

Kalau kamu bersikap kasar pada siapa saja, itu hanya mempertegas betapa kekuasanmu tidak terbatas. Sekalipun dirimu cuma kasar pada tetangga misalnya, jangan mengira anak menjadi tak ambil pusing. Ia tetap mendengarkan ucapanmu dan melihat perbuatanmu.

Anak merasakan ketegangan yang kurang lebih sama dengan yang dirasakan orang-orang disikapi secara kasar olehmu. Ketegangan psikis anak bertambah bila sasaran sikap kasarmu adalah dia atau ayah maupun ibunya.

Dekatnya hubungan di antara kalian membuat anak yakin tidak mampu melarikan diri dari sikap kasarmu. Ia dapat melihatmu seperti monster yang siap kapan pun menyakitinya tanpa ampun. Jika bukan dengan tindakan penganiayaan fisik seperti pukulan dan cubitan, berarti kekerasan psikis seperti bentakan dan berbagai bentuk intimidasi.

4. Mengabaikan anak ketika kesal

ilustrasi anak perempuan (pexels.com/Los Muertos Crew)

Orangtua bisa kesal karena apa saja, baik berkaitan dengan ulah anak atau hal-hal lainnya. Tapi tetap tidak tepat apabila dalam situasi seperti itu, anak diabaikan. Pengabaian misalnya ditunjukkan dengan orangtua tidak menanggapi pertanyaan atau perkataan anak. Bahkan orangtua dapat bersikap kejam dengan tetap tak peduli ketika anak lapar atau buang air di celana.

Ketidakpedulian orangtua membuat anak merasa sangat tidak aman. Kamu bersikap baik hanya jika suasana hatimu juga positif. Namun, begitu terjadi sesuatu yang gak diinginkan, dirimu bersikap terlalu cuek padanya. Bahkan saat anak sudah menangis dan minta maaf atas kesalahannya, kekesalanmu tak juga berkurang.

Kamu masih saja menghukumnya dalam waktu yang lama. Makin membingungkan buat anak jika penyebab suasana hatimu memburuk bukan dirinya. Namun, siapa atau apa pun penyebabnya, anak juga yang menanggung dampak dari perubahan sikapmu yang menjadi abai terhadap segala tentangnya.

Verified Writer

Marliana Kuswanti

Penulis fiksi maupun nonfiksi. Lebih suka menjadi pengamat dan pendengar. Semoga apa-apa yang ditulis bisa memberi manfaat untuk pembaca. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya